Tag: Kosambi

Pengalamanku Ikut Ngaleut Gunung Hejo

Oleh: Aozora Dee (@aozora_dee)

Jarum jam menunjukkan pukul 22.00 WIB. Malam mulai larut, jalan pun sudah sepi. Dalam hati aku berteriak kegirangan “Yes, akhirnya bisa juga main jauh dan pulang malam.” Aku baru saja sampai di kosan setelah seharian ini ikut Ngaleut ke Gunung Hejo, Purwakarta, bersama Komunitas Aleut. Langsung saja aku menuju menuju kamar mandi untuk membersihkan badan, lengket sekali rasanya setelah seharian banyak berkeringat dan diguyur hujan pula. Namun begitu masuk di dalam kamar mandi aku malah melamun, otakku membawaku pada kejadian hari ini, mengulang setiap hal yang dialami.

Selama mandi aku terus teringat dan senyum-senyum sendiri ketika sadar bahwa hari ini tidak ada deringan telepon dari ibu. Ya, biasanya tiap hari beliau telepon untuk ngobrol ini itu atau hanya sekedar bertanya “sedang apa?” Seandainya aku ketahuan masih di luar pada jam itu, akan ada rentetan pertanyaan yang wajib dijawab dan kesemuanya itu adalah berdasarkan kekhawatirannya. Tapi entah mengapa pada hari itu aku lupa izin sebelum pergi.

Bunyi notifikasi di handphone menarik perhatianku. “Itu pasti spamming foto dari Ngaleut hari ini” pikirku. Benar saja. Ditinggal sebentar saja sudah ada ratusan chat yang belum dibaca. Continue reading

Catatan Perjalanan: Ngaleut Gunung Hejo

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

https://2.bp.blogspot.com/-5KpwDp9WVdo/WPnb7CF4lgI/AAAAAAAABv8/C3Tzw8qbpRoRVEB6GkkFjDXI1hYFO4rzwCLcB/s1600/Gununghejo%2B1.JPG

Beberapa bulan ini Komunitas Aleut jarang melakukan ngaleut dalam kota, diganti dengan momotoran ke beberapa tempat di wilayah Priangan, dan sesekali melakukan perjalanan jauh menyusuri pantai selatan Jawa Barat dan Banten. Konon ada yang berkomentar dengan nada sinis, keur resep ngadatangan tempat angker jeung jujurigan anyeuna mah. Barangkali benar belaka apa yang pernah dikicaukan seorang kawan, “yang berbahaya dari menurunnya minat baca adalah meningkatnya minat berkomentar.”

Minggu, 16 April 2017, melintasi 5 kota dan kabupaten (Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang), momotoran hendak menuju Gunung Héjo dan Bukit Patenggéng. Dua tempat ini terlihat jelas dari tol Cipularang, dan kerap mengundang rasa penasaran: yang satu khas hutan hujan tropis, dan satu lagi gersang berbatu.

Sekira 15 motor bersiap dari Kedai Preanger, Jl. Solontongan-Buahbatu, sementara satu motor lagi menunggu di daerah Cimindi. Perjalanan seperti biasa aduhai, kecuali ketika melintas di ruas jalan Gado Bangkong: ada razia kendaraan dari kepolisian. Beberapa kawan berdegup kencang, termasuk saya. Continue reading

Kosambi Pernah Jadi Pusat Hiburan di Bandung

Oleh: Arya Vidya Utama (@aryawasho)

Manusia adalah makkhluk hidup yang spesial. Berbeda dengan makhluk hidup lainnya, manusia membutuhkan hal-hal lain untuk tetap bertahan hidup dalam menjalani kehidupannya. Salah satu kebutuhan tersebut adalah hiburan.

Sejak dahulu, manusia menghibur diri mereka dengan berbagai macam hal, seperti musik, drama, dan olahraga. Dengan hiburan, manusia bisa kembali berpikiran jernih dan kembali segar dalam menjalani semua aktifitasnya.

Berbicara soal hiburan, saat ini Bandung menjadi salah satu pusat hiburan alternatif warga ibukota. Jaraknya yang kurang dari 160 km saja bisa ditempuh dalam waktu dua jam saja (dengan kondisi lalu-lintas normal). Bandung menawarkan banyak hal yang tidak dimiliki ibu kota, seperti wisata alam, wisata belanja, dan wisata kuliner. Tangkuban Parahu, Ciwidey, Jalan Dago, dan Jalan Riau akan dipenuhi para pencari hiburan asal ibukota di akhir pekan

Saking seringnya warga ibukota mencari hiburan di Bandung, wawasan mereka tentang dunia hiburan terkadang lebih luas dibanding warga Bandung sendiri. Beberapa bulan terakhir ini saya gelagapan saat ditanya kawan yang berdomisili di Jakarta tentang lokasi-lokasi wisata kuliner kekinian. Bahkan tren kue cubit green tea baru saya ketahui dari sepupu saya yang hampir setiap minggu rajin main ke Bandung.

*** Continue reading

Kawin Semarga di Bandung Baheula – Seri Tionghoa Bandung dalam Roman (1)

Berikut ini saya muatkan artikel bersambung tulisan rekan saya, Lina Nursanty, yang membahas sebuah roman baheula dengan latar cerita Kota Bandung di awal abad ke-20.
Selamat membaca!

Seri Tionghoa Bandung dalam Roman (1)

Kawin Semarga di Bandung Baheula

Pengantar:
Roman lahir untuk melukiskan perbuatan, watak, dan isi jiwa sang tokoh yang lebih banyak membawa sifat-sifat zaman. “Rasia Bandoeng” yang ditulis Chabanneau pada 1917 memotret kehidupan masyarakat Tionghoa di Bandung awal abad ke-20. Memperingati Tahun Baru Imlek 2566, wartawati Pikiran Rakyat, Lina Nursanty, membahas roman yang hampir satu abad itu. Selamat membaca.

Capture-1
Cuplikan pemuatan artikel ini (bagian 1) di HU Pikiran Rakyat, Selasa, 17 Februari 2015. Continue reading

Nama Tumbuhan Jadi Nama Jalan/Daerah

Salam

Daun Salam. 1933

Hari ini melalui twitter saya bikin permainan mengumpulkan nama-nama tumbuhan yang dijadikan nama kawasan atau nama jalan di Kota Bandung.
Ya selain bentukan alam seperti bojong, ranca, leuwi, dll, ada banyak juga nama tumbuhan yang saat ini sangat populer sebagai nama tempat sehingga asal nama aslinya yang berupa tumbuhan sudah kurang dikenali lagi.
Sebagai pembuka dan pemancing, saya mengajukan nama2: Binong, Kopo, Biru, Bihbul, Kapayang, dan Kapundung, serta beberapa nama daerah dengan kebon seperti Kebon Kalapa atau Kebon Kawung.

Kepayang

Kepayang. 1933.
Juga dijadikan nama sungai buatan pada masa Bupati Martanagara.
Sungai2 ini mengalir dan mengairi sejumlah taman di pusat kota.

Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑