Tag: Klaas de Vries

UNI dan Seabad Dunia Sepak Bola di Kota Bandung: Bagian 2

DIUSIR DARI ALUN-ALUN DAN PIETERSPARK

Oleh: Haryadi Suadi

KESEBELASAN UNI di Cirebon tahun 1912. Tampak Teddy Kesler (No. 3 dari kanan) berbaju putih-putih. Dok Haryadi Suadi.

Pemuda-pemuda UNI, janganlah merasa puas dengan hasil-hasil jang sampai sekarang saudara-saudara capai. Tetapi tetap berusaha mendapatkan hasil yang lebih tinggi agar bermain sepak bola  dengan secara sportief, menjadi suatu kegembiraan dalam hidupmu (Wim L. Kuik, Ketua pertama UNI).

KEKALAHAN yang menimpa kesebelasan Bandung dengan angka 12-0 ketika berhadapan dengan BVC Batavia sungguh sangat memalukan. Betapa tidak, disamping semakin merasa minder karena dicukur sampai gundul, juga mereka telah menjadi bahan tertawaan masyarakat. Seperti ditulis Wim Kuik dalam majalah Houtrustika Februari 1958, bahwa setelah bertanding dengan BVC Batavia, para pemain Bandung menjadi lesu. Mereka tampak stres karena menanggung rasa kecewa yang berat. Barangkali hanya Kuik yang berbesar hati dan selalu menasihati rekan-rekannya agar jangan putus asa.

Nasihat Kuik ternyata sangat manjur. Bahwa kekalahan harus menjadi cambuk dan hikmah yang berharga, telah diyakini oleh mereka. Konon semangat mereka bangkit kembali. Dan untuk meningkatkan kemampuannya, mereka punya cita-cita untuk mendirikan perkumpulan sepak bola yang baru yang akan dikelola secara lebih profesional. Sebulan setelah kekalahan yang memalukan itu, Kuik mulai sibuk kembali. Untuk mempersiapkan dibentuknya perkumpulan itu, dia menghubungi para pemain yang dianggap potensial, antara lain Huysmans bersaudara, Kees van der Velde, August Amade, Yap Rogeveen, dan Ernst de Vrees,

Akhirnya, cita-cita untuk membentuk perkumpulan sepak bola ini telah dikongkretkan dalam sebuah rapat khusus yang digelar pada tanggal 28 Februari 1903. Bertempat di gedung Kweekschool (sekarang kantor Polisi Tegallega) dalam ruangan senam, digelarlah rapat yang dipimpin oleh Tuan Kuik sebagai ketua Olympia. Tuaan Kuik tampak duduk di belakang meja bundar didampingi para pengurus Olympia, tuan-tuan Boulet dan Hein Adeboy. Dengan palunya Kuik memukul meja membuka rapat sambil mengucapkan kata-kata penuh semangat, “Tuan-tuan, nyonya-nyonya, selamat datang. Olah raga, memperkuat otot-otot!”

Continue reading

UNI dan Seabad Dunia Sepak Bola di Kota Bandung: Bagian 1

Minggu-minggu belakangan ini kami sedang coba cicil mengarsipkan berbagai dokumen yang selama ini tertumpuk begitu saja di perpustakaan Komunitas Aleut. Kertas-kertas hasil ketikan, fotokopi, print, kliping, segala macam, memenuhi rak-rak dan dan lemari dan sering menjadi pertanyaan, “Ini apa aja isinya ya?”

Dalam salah satu tumpukan itu ternyata ada dokumentasi tulisan-tulisan karya alm Pak Haryadi Suadi, yang sebagian besar pernah dimuat dalam koran Pikiran Rakyat dengan rentang waktu yang panjang, dari tahun 1990-an sampai awal 2000-an. Belum semua juga terperiksa.

Dokumentasi tulisan ini didapatkan langsung dari alm Pak Haryadi Suadi yang ketika itu sering meminta bantuan untuk mendigitalkan beberapa koleksi musik dan film jadul milik beliau. Dokumentasi tulisan Pak Haryadi Suadi semula ditujukan untuk dipublikasikan di blog yang dikelola oleh Komunitas Aleut, sebagian memang sempat dipublikasikan, namun pada awal tahun 2000-an blog dan providernya sudah tidak ada lagi, artinya arsip digitalnya pun ikut hilang.

Beberapa tulisan itu kami salin lagi, dan kali ini kami publikasikan sebagian di sini.

BANDOENGSE VOETBAL CLUB, PERKUMPULAN SEPAK BOLA PERTAMA DI BANDUNG

Oleh: Haryadi Suadi

Kesebelasan “Hercules” dari Batavia yang kerap berhadapan dengan kesebelasan Bandung di awal abad 20. dok: Haryadi Suadi

Tahun-tahun pertama dari abad ini, lambat laun mulai djelas bagi saja, bahwa sepak bola – atau sebaiknja dikatakan tendang-tendangan bola – mulai digemari oleh kebanjakan orang dan tjabang olah raga ini lambat laun tumbuh melampaui keolahragaan lainnja (Wim L. Kuik, Majalah Houtrustica, Februari 1958).

MEMASUKI abad 20, dunia olah raga di kawasan Hindia Belanda agaknya sudah mulai memasyarakat. Hal ini bisa dilihat bahwa di kota-kota besar di Jawa, di masa itu sudah terdapat banyak penggemar olah raga serta perkumpulannya. Cabang olah raga senam, main anggar, renang, loncat tinggi, balap lari, sepak bola, dan sebagainya, sudah biasa dilakukan orang.

Khususnya sepak bola, di masa itu termasuk cabang olah raga yang cukup populer di kalangan masyarakat. Namun harus diakui bahwa yang aktif berolah raga di masa itu hanya masyarakat Belanda, sedangkan orang pribumi hanya sebagai penonton dan tidak pernah turut dilibatkan.

Sejak kapan cabang olah raga sep ak bola ini mulai dikenal di Tanah Air kita, Tuan Wim L. Kuik menulis dalam majalah Houtrustica Februari 1958, sebagai berikut: Di akhir abad 19 masyarakat di Tanah Air kita belum mengenal sepak bola seperti yang kita kenal sekarang. Orang Belanda kelahiran Ujung Pandang tahun 1878 ini mengakui di masa kecilnya belum pernah melihat permainan sepak bola. Satu-satunya permainan sepak bola yang dia kenal hanya sepak takraw, yakni sepak bola tradisional asal Sulawesi.

Continue reading

Beberapa Toko Buku Tempo Dulu di Bandung

Bandung - Jalan Braga (Toko Van Dorp)

1.     N.V.G.C.T. van Dorp & Co.

Toko buku van Dorp dibangun tahun 1922 dengan arsitektur bergaya indo-europeeschen architectuur stijl hasil rancangan arsitek Ir. C.P. Wolff Schoemaker. Dua buah kepala kala menghiasi bagian atas gedung van Dorp seperti yang juga terdapat di gedung bioskop Majestic di Bragaweg. Hiasan kepala kala dapat dikatakan sebagai tanda-tangannya Schoemaker. Bangunan bekas van Dorp saat ini tidak banyak mengalami perubahan sejak didirikan. Semua ornamen masih tampak utuh, demikian juga arcade di bagian depannya.

Toko buku van Dorp sangat terkenal di Bandung masa kolonial dulu. Toko yang berpusat di Batavia ini memiliki jaringan di Bandung, Semarang, dan Surabaya, dengan distribusi ke seluruh wilayah Hindia Belanda. Sejak awal dibuka sudah berfungsi sebagai toko buku dan berlangsung sampai tahun 1972. Kemudian cukup lama dibiarkan kosong hingga tahun 1980-an dijadikan rumah bilyar dan lantai duanya dijadikan bioskop POP. Saat ini bekas van Dorp dijadikan gedung pameran dengan nama Landmark Convention Centre sedang di bagian atasnya beroperasi sebuah night-club/diskotek.

Pada awal tahun 1940-an, toko van Dorp pernah menerbitkan sebuah buku botani berjudul “Indische Tuinbloemen”. Buku ini disusun oleh M.L.A. Bruggeman, botanikus pengelola Kebun Raya Bogor, dengan Ojong Soerjadi sebagai ilustrator. “Indische Tuinbloemen” memuat 107 kolom kosong dengan keterangan nama bunga di bawahnya. Untuk mengisi kolom kosong itu kita dapat menyicil membeli koleksi gambarnya. Setiap membeli sebuah gambar bunga tertentu, pembeli akan mendapatkan juga bibit tanaman bunga yang bersangkutan lengkap dengan potnya. Dengan begitu, van Dorp juga telah berperan mengajak warga Bandung untuk menjadi para penanam bunga.

Dalam satu bulan pertama setelah penerbitan buku “Indische Tuinbloemen”, van Dorp telah menjual sekitar satu juta tanaman bunga beserta potnya akibat permintaan pelanggan yang antusias. Untuk kebutuhan bunga saat itu mudah saja, karena kawasan di seberang van Dorp adalah sebuah pasar bunga yang besar dan ramai. Ini adalah pasar bunga lama sebelum dipindahkan ke Wastukancana. Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑