Tulisan ini merupakan hasil latihan Kelas Menulis sebagai bagian dari Aleut Development Program 2020. Tulisan sudah merupakan hasil ringkasan dan tidak memuat data-data penyerta yang diminta dalam tugas.
Ditulis oleh: Deuis Raniarti
(SS) pada tahun 1917 membangun jalur kereta api Bandung-Ciwidey. Pada tahun tersebut, Bandung mengalami kenaikan jumlah penduduk yang cepat, sayangnya tidak diimbangi pasokan hasil bumi dari daerah sekitar. Salah satu kendalanya adalah tidak ada transportasi yang murah dan cepat. Dibangunlah jalur kereta api Bandung-Ciwidey sebagai salah satu upaya untuk mengatasi hal ini. Selain untuk mengangkut hasil pertanian dari Bandung Selatan, kereta api juga digunakan untuk transportasi yang lebih baik, murah dan cepat jika dibandingkan dengan pedati. Sabtu, 21 November 2020, saya bersama teman-teman Aleut Program Development menyusuri jejak-jejak Jalur Kereta Api Bandung-Ciwidey.
Ada beberapa stasiun yang dibangun di sepanjang jalur Bandung-Ciwidey, satu di antaranya adalah Stasiun Dayeuhkolot. Stasiun yang berada di ketinggian + 661 mdpl ini dulunya merupakan stasiun kereta api besar dengan empat jalur dan mempunyai jalur percabangan kereta menuju Majalaya.


Letak bekas stasiunnya tak jauh dari Jalan Raya Dayeuhkolot, cukup berjalan kaki selama dua menit dan
sampailah kita di bangunan bekas stasiun yang sudah dipenuhi oleh banyak bangunan baru di sekitarnya itu. Stasiun Dayeuhkolot memang sudah lama ditutup, tak heran bila kondisinya sekarang sangat jauh berbeda dibanding saat masih beroperasi dulu. Stasiun ini tidak digunakan lagi karena sejak tahun 1982 Jalur Kereta Api Bandung-Ciwidey ditutup.