Tag: Jalan Pedati

Menyusuri Jalur Jalan Bukanagara – Cisalak, Subang

Oleh: Azura Firdaus

Momotoran kali ini sebenarnya merupakan momotoran kedua kami ke Subang (setidaknya untuk kami anggota ADP 2023) melalui jalan yang kurang lebih sama, yaitu jalur Bukanagara-Cisalak. Jalur jalan ini relatif jarang dilalui oleh orang banyak, kecuali penduduk dari kedua tempat itu. Penyusuran jalur ini sebenarnya merupakan bagian dari eksplorasi sebagian wilayah Subang, terutama bagian selatan dan Kota-nya. Memang wilayah ini yang paling sering dikunjungi oleh Komunitas Aleut, mungkin juga sebagian wilayah timurnya, karena menurut cerita, cukup sering juga ke Cibuluh yang ada di Tanjungsiang. Pasti akan butuh perjalanan berjilid-jilid yang panjang bila ingin menjelajah seluruh bagian wilayah Kabupaten Subang.

 Jalur Bukanagara-Cisalak ini dipilih selain karena kami belum melewatinya secara menyeluruh pada perjalanan sebelumnya, namun juga karena jalur ini merupakan jalur lama yang setidaknya sudah ada sejak tahun 1911 atau sekitar 112 tahun yang lalu. Jalur ini sudah masuk dalam peta topografi Belanda sebagai jalur utama penghubung Cisalak – Bandung melalui Bukanagara – Puncak Eurad – Maribaya; bahkan jauh sebelum itu, setengah dari jalur ini merupakan Jalur Jalan Pedati dari Cisalak sampai Bukanagara yang dibuat oleh Raden Rangga Martayudha dan T. B. Hofland.

Saya secara pribadi sangat bersemangat ketika melewati jalur ini, selain memiliki pemandangan yang indah, di sepanjang jalan juga bisa membayangkan perjalanan para administratur dan para pekerja perkebunan lainnya yang biasa menggunakan jalur jalan ini dalam berbagai keperluan untuk menuju Kota Bandung ataupun Subang.

Potongan jalur Bukanagara-Cisalak dari Google Maps dan Peta Topografi Belanda (KITLV)

Perjalanan kami mulai dari daerah Regol, Bandung, dengan tujuan awal ke Maribaya lewat Buniwangi. Memasuki kawasan wisata Maribaya, kami meninggalkan jalan utama dan langsung menghadapi sebuah tanjakan yang cukup curam dengan belokan yang tajam. Di tengah-tengah tanjakan ini ada lubang-lubang dengan batu besar-besar yang tidak kami temukan di perjalanan sebelumnya. Oleh karena itu, kami harus selalu berhati-hati dan memperhatikan jalan dengan lebih cermat.

Selepas dari tanjakan tersebut, kami memasuki kawasan perkebunan yang luas. Dari sana, jika kita melihat ke belakang, ke arah Maribaya, terlihat jelas bentangan Patahan Lembang. Di depan, adalah jalur perjalanan menyusuri ladang-ladang, hutan pinus, dan kawasan perkebunan. Jalur ini akan membawa kami menuju Puncak Eurad yang saya anggap sebagai titik awal jalur jalan tua ini. Pemandangan alam di sepanjang jalan ini pun sangatlah indah, bahkan kami bisa melihat pemandangan kota di kejauhan dari atas sini.

Continue reading

Senyum Terkembang di Subang: Sebuah Catatan Perjalanan (Bagian 2)

Oleh: Irfan Pradana Putra

PLTA CIJAMBE

PLTA Cijambe adalah salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Air tertua yang ada di Jawa Barat, bahkan Indonesia. Usia sebenarnya bahkan jauh lebih tua dibanding PLTA Gunung Tua yang juga terletak di Subang. Rencananya jika sempat, kami juga akan berkunjung ke Gunung Tua.

Air PLTA Cijambe bersumber dari dari kali Cigadog yang ditahan di danau Gunung Tua. Dua turbin tipe Francis digunakan untuk menggerakkan masing-masing alternator 600 kW Brown Boveri (1924), dengan jalur distribusi menuju Subang dan koneksi ke PLTA Cijambe serta Cinangling Dawuan.

PLTA Cijambe dengan tulisan “Tjidjambe  – Anno – 12 October 1952” di dindingnya. Foto: Komunitas Aleut.

Sebagaimana Bandung memiliki Perusahaan Listrik GEBEO yang membangun PLTA Dago Bengkok, Subang juga memiliki perusahaan serupa, namanya EDUCO Maatschappij ter Exploitatie van Openbare Werken op de Pamanoekan en Tjiasemlanden (Electricity Department Utilities Company) yang membangun tiga PLTA di Kabupaten Subang, yaitu Cijambe, Gunung Tua, dan Cinangling. Selain tiga PLTA itu, masih ada tambahan satu Pembangkit Listrik Uap di Pabrik Sisal/Agave Sukamandi dengan kapasitas 800 kW, yang menggunakan bahan bakar kayu dan sampah Sisal/danas.

Namun, bagaimana dengan kebutuhan listrik di daerah yang tidak terjangkau oleh ketiga PLTA tersebut – seperti Cipunagara, Manyingsal, Cigarukgak, Sumurbarang, Bukanagara, dan Jalupang?

Bukanagara, misalnya, memiliki saluran 6 kV yang diisi daya dari pembangkit listrik tenaga air dengan alternator berpenggerak roda Pelton sekitar 75 kW dan trafo step up sekitar 100 kVA, 380V/6kV. Manyingsal memiliki mesin diesel 50 hp yang menggerakkan generator DC Morse sekitar 20 kW (220V). Jalupang memiliki alternator 18 kW yang digerakkan oleh diesel. Tjipoenegara menggunakan lokomotif Marshall sekitar 80 hp yang menggerakkan generator DC sekitar 5 kW, 220V. Beberapa tempat seperti Cigarukgak, Sumurbarang, dan Tjipeundeuj (Cipeundeuy) menggunakan diesel lighting set di rumah manajer, umumnya pada 220 atau 110 volt. Hingga saat ini PLTA Cijambe masih beroperasi dan menjadi pemasok utama listrik di daerah Subang, khususnya Kasomalang hingga Ciater.

Selama berkeliling area PLTA Cijambe, kami ditemani oleh Pak Awang, salah satu pegawai yang sehari-hari mengontrol PLTA. Ia mengantar kami ke sebuah bangunan tua yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Menurut keterangannya, bangunan ini dulunya digunakan sebagai kantor administrasi PLTA. Kami juga sempat berbincang dengan Pak Awang perihal PLTA Gunung Tua. Ternyata secara rutin dan bergiliran Pak Awang juga bertugas mengontrol PLTA Gunung Tua.

Bekas Kantor Administrasi PLTA Cijambe. Foto: Komunitas Aleut.
Continue reading

Raden Rangga Martayuda, Jalan Pedati, dan Kademangan Batusirap

Tim ADP 2023

Ini tulisan loncat-loncat, alurnya seingetnya saja.

Dalam beberapa perjalanan Komunitas Aleut melalui daerah Bukanagara, kami selalu mampir ke sebuah tugu “Jalan Pedati’ yang terletak di sisi lapangan di sebrang Pabrik Teh Bukanagara. Begitu juga dengan momotoran pada hari Jumat, 22 Desember 2023 lalu, walaupun jaraknya hanya selisih dua minggu dengan kunjungan sebelumnya, tetap saja kami mampirkan sebentar untuk melihat-lihat lagi.

Tugu ini penting karena menyimpan informasi yang berhubungan dengan pembukaan kawasan Bukanagara untuk dijadikan perkebunan oleh P&T Lands atau Pamanoekan & Tjiasem Landen, dan terutama berhubungan dengan pembukaan jalur jalan yang disebut Jalan Pedati antara Bukanagara dan Cisalak. Berikut ini salinan tulisan pada dua sisi tugu tersebut:

Sisi pertama:

1847

Pembuatan Djalan Pedati

Bukanagara

Oleh

Raden Rangga Martayuda

Tuan Tanah

T. B. Hofland

P&T Lands

Subang

Sisi kedua:

1963

Dibawah Pengawasan Pemerintah

Daerah Tingkat I Djabar

Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Djawa Barat

No. 376/BI/PEM/SEK ‘63

9 September 1963

Ketua Letkol Sammy Rahardjo, S.H.

Manager Estate R. E. Kosasih

Tulisan pada tugu di sebrang Pabrik Teh Bukanagara. Foto: Komunitas Aleut
Continue reading

Maribaya-Subang: Kisah Perjalanan dan Waktu

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Saya tidak menyukai mereka yang touring memakai motor. Maksudnya mereka yang selalu membawa led glow stick alias tongkat nyala yang diacung-acungkan untuk mengusir pengendara lain agar memberi jalan kepada rombongannya. Atau yang kerap menyalakan klakson supaya pengguna jalan lain berkendaranya lebih menepi. Siapa anda-anda ini sebenarnya? Tidak pernah menjadi kandidat presiden kok berani-beraninya mengusir orang di jalanan. Saya golput seumur hidup karena tak sudi memberikan suara kepada mereka yang hanya akan memblokade jalan dengan bantuan aparat. Soal perjalanannya silahkan saja nikmati, toh saya pun kerap melakukannya.

Sekali ini, seminggu pasca lebaran 1437 H, saya bersama kawan-kawan Komunitas Aleut pergi ke Maribaya dan Subang via perkebunan Bukanagara. Motor matic mengusai, dan sebelum berangkat (malas) dijejali teknik berkendara rombongan. Bukan apa-apa, teori-teori itu akan menguap jika tak ada kesadaran berkelompok. Saya jarang di depan, persoalannya sederhana: tidak terlalu hapal jalan. Mengantarkan kawan ke Sadang Serang saja nyasar ke Supratman dan Ahmad Yani. Paling belakang pun jarang, sebab saya bukan penghitung motor yang baik.

Kalau saya tak keliru, kemarin itu mula-mula bergerak dari Solontongan, Laswi (melewati mulut jalan Talaga Bodas tentu saja), Sukabumi, Supratman, Katamso, Pahlawan, Cikutra, Cigadung, Buniwangi, Maribaya, Cikawari, dan selanjutnya saya tak hapal. Tak terasa rombongan sudah tiba di jalanan makadam yang konon diambil dari nama penggagasnya yaitu John Loudon McAdam. Makadam adalah jalan yang terbuat dari batu pecah yang diatur padat lalu ditimbuni kerikil, meski rata-rata kerikilnya sudah tidak ada.

Barangkali saya telah puluhan kali melewati jalan makadam, tapi sekali ini kondisinya amat menantang: licin berlumut dan pasca ditimpa hujan. Ban belakang terus membuang ke kanan-kiri. Oleng kapten. Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑