Tag: Gunung Sawal

Momotoran ke Madinah

Oleh: Irfan Pradana

Momotoran kali ini terasa menjadi pengingat, sekaligus kelanjutan dari Momotoran perdana saya bersama Komunitas Aleut beberapa waktu lalu. Saat itu kami dengan lima motor menyusuri kawasan Malangbong, Cibugel, Citengah, hingga Desa Baginda di Sumedang. Salah satu tujuannya adalah mengunjungi jejak-jejak pergerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Pada perjalanan sebelumnya kami menjumpai Ibu Ane, cucu Kartosoewirjo dari putra ketiganya, Sardjono. Di rumahnya yang berada di Malangbong kami mendapatkan cerita-cerita menarik seputar sepak terjang kakeknya selama menjadi pucuk pimpinan DI/TII. Selain itu Ane juga bercerita terkait pengalaman pribadinya sebagai cucu dari seorang pimpinan salah satu gerakan bersenjata paling besar di Indonesia dan salah satu kegiatannya bersama Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB) yang sudah menerbitkan beberapa buku, di antaranya The Children of War (Kompas Penerbit Buku, 2014).

Setelah terpaut waktu cukup lama, akhirnya kami kembali Momotoran dengan tema serupa, DI/TII, tapi dengan daerah tujuan yang berbeda, yaitu beberapa lokasi yang memang sudah ada dalam catatan dan agenda, tapi masih belum sempat kami sambangi, di antaranya, Cisampang di Cigalontang dan Kampung Sudi di Sodonghilir.

Perjalanan kami mulai sekitar pukul lima dini hari. Dari Bandung kami mengambil jalur Cileunyi – Nagreg, lalu Kadungora – Leuwigoong. Seorang kawan spontan mengusulkan untuk mengunjungi sebuah situ (danau) yang belakangan namanya tengah viral di media sosial. Sekadar mampir sekalian mencari sarapan. Namanya, Situ Sarkanjut.

Tidak terlalu lama, kami sudah tiba di depan sebuah gapura bertuliskan “Selamat Datang di Situ Sarkanjut Desa Dungusiku.”

Situ Sarkanjut. Foto: Deuis Raniarti.

Dalam pemahaman saya selama ini, istilah kanjut dalam bahasa Sunda padan pengertiannya dengan alat kelamin pria, penis. Kawan-kawan lain pun menyatakan hal serupa. Tapi untuk meyakinkan lagi kenapa istilah ini digunakan sebagai nama tempat, saya coba informasi, dan menemukannya di website Sundadigi. Kanjut dijelaskan sebagai sarupa kantong leutik (wadah duit jst), selanjutnya, dikanjutan sama dengan diwadahan ku kanjut. Ya begitulah kira-kira, ternyata kanjut adalah sejenis kantung kecil tempat menyimpan uang. Keterangan lebih lanjut menyebutkan bahwa kantung tersebut memiliki tali pengikat yang dapat dikerutkan di bagian atasnya.

Continue reading

Prasasti Kawali – Situs Astana Gede

Buat yang mau jalan-jalan ke Ciamis, atau kebetulan lewat kota itu, coba mampir ke Situs Astana Gede di Kawali. Letak persisnya di kaki Gunung Sawal di Dusun Indrayasa, Kecamatan Kawali, sekitar 27 km di utara ibukota Kabupaten Ciamis. Dalam kompleks situs seluas 5 hektar ini terdapat berbagai peninggalan bersejarah berupa punden berundak, menhir, prasasti, dan makam-makam kuno bercorak Islam.

Keberadaan situs ini ‘ditemukan’ oleh Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles (1811-1816) yang kemudian membukukan berbagai hasil penelitiannya di Pulau Jawa – termasuk tentang prasasti Kawali – dalam buku History of Java (1817).

Sejumlah penelitian kemudian dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa, di antaranya oleh Duymaer van Twist (juga seorang gubernur jenderal periode 1851-1856), Friederik (1855), K.F. Holle (1867), J. Noorduyn (1888), Pleyte (1911), dan de Haan (1912). Penelitian oleh bangsa Indonesia di antaranya oleh Saleh Danasasmita (1984) dan Atja (1990).

Berdasarkan prasasti (tanpa angka tahun) yang bertuliskan aksara dan bahasa Sunda kuno itu dapat diketahui tentang seorang raja yang dikenal dengan nama Prabu Raja Wastu (Niskala Wastu Kancana) yang berkedudukan di Kawali dengan keratonnya yang dinamakan Surawisesa. Kompleks situs Kawali ini berada tidak jauh dari lokasi Alun-alun Keraton Surawisesa dahulu.

Selain peninggalan Niskala Wastu Kancana, situs Kawali juga memiliki peninggalan berupa sebuah kolam kecil berukuran sekitar 10 meter persegi.  Kolam kecil ini sebetulnya merupakan sumber mata air yang bernama Cikawali. Konon dari nama kolam inilah nama daerah Kawali berasal. Ada juga sebuah menhir dengan tinggi sekitar 130 cm, lebar 15 cm, dan tebal 10 cm.

Berdampingan dengan menhir ini terdapat lumpang batu berbentuk segitiga. Jenis batu pada menhir ini konon hanya ditemukan di dua tempat saja di Jawa Barat, satu lainnya berada di Gunung Sembung, Cirebon. Warga setempat menyebut menhir ini dengan nama Batu Pangeunteungan. Sejumlah menhir lainnya terserak secara acak di kawasan ini, sebagian sudah disusun kembali hingga menyerupai bentuk nisan, sebagian lainnya mungkin sudah hilang.

Peninggalan bercorak Islam dapat ditemukan pada makam Raja Kawali, Adipati Singacala (1643-1718), yang terletak di puncak punden berundak di tengah kompleks situs. Panjang makam ini 294 cm. Selain itu, masih ada sekitar 10 makam lainnya yang tersebar di situs ini. Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑