Tag: Gunung Papandayan

Peresmian Jalan Bandung – Kawah Papandayan (Jalan Tertinggi di Insulinde)

Oleh: Aditya Wijaya

Titik tertinggi jalan Bandung – Kawah Papandayan (Algemeen Handelsblad)

Beberapa waktu lalu seorang rekan di Aleut melontarkan sebuah pertanyaan terkait nama tempat di Gunung Papandayan. Dia menanyakan arti nama Ghober Hoet. Kemudian seorang rekan lainnya mencoba menjawab bahwa Ghober Hoet kemungkinan besar merupakan Bahasa Belanda di masa lalu tetapi cara penulisannya saat ini kemungkinan salah. Jika diartikan ke Bahasa Indonesia, Hoet atau Hut artinya Pondok.

Pertanyaan ini lama tersimpan di kepala saya. Hingga akhirnya terjawab dengan tak sengaja setelah selesai kegiatan Momotoran Aleut ke Perkebunan Sedep akhir Januari lalu. Sekembalinya dari Momotoran, saya mencoba mencari informasi mengenai jalan antara Bandung – Sedep – Papandayan yang dibuat oleh Bandoeng Vooruit. Hal ini biasa saya lakukan setelah melakukan Momotoran, kurang lebih untuk menambal informasi yang tidak didapatkan atau luput selama Momotoran.

Jalan menuju Kawah Papandayan dengan melewati Santosa – Sedep – Negla – Cileuleuy diresmikan pada akhir Desember 1935. Peresmian ini dihadiri oleh Residen Tydeman, Walikota Bandung saat itu J.M. Wesselink, Kepala Kepolisian Verspoor, hampir semua administratur perusahaan perkebunan terdekat, perwakilan Direksi Sedep, para-Regent dari Garut dan Cianjur, pihak-pihak yang berkepentingan dari industri hotel dan pariwisata, Salomons dari Aneta, dan lain sebagainya.

Barisan mobil yang memanjang tiba di Sedep sekitar pukul setengah sepuluh pagi. Mereka disambut hangat oleh keluarga Bertling. Musik marching band ikut menyemarakkan suasana dengan lagu-lagu ceria. Setelah menikmati secangkir kopi dan kue, mereka melanjutkan perjalanan melintasi kebun teh menuju ke kawah.

Ada sedikit kendala saat mobil dari Residen Tydeman yang memimpin rombongan mengalami kerusakan. Akibatnya mobil tersebut harus berjalan dengan sangat pelan bahkan untuk di area yang datar. Ini menyebabkan sebagian besar mobil rombongan kehabisan air sehingga ketika jalan mulai menanjak, sebagian besar mobil mengalami overheat. Terjadilah keterlambatan dan banyak mobil yang harus ditinggalkan di pinggir jalan. Para penumpangnya melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju kawah.

Jawaharlal Nehru bersama Soekarno saat mengunjungi Kawah Papandayan pada tanggal 9 Juni 1950 (Antara)

Akhirnya tibalah mereka di pinggir kawah, di tempat sebuah monumen didirikan untuk mengenang peristiwa penting ini. Pertama-tama, W. H. Hoogland, Ketua Bandoeng Vooruit, berbicara kepada para hadirin sebagai berikut:

Continue reading

Gunung-gunung di Gasibu

Oleh: Nandar Rusnandar (@nandarkhan)

Hari Minggu pagi memang asyik bila dimanfaatkan untuk sekadar jalan santai atau olah raga lari-lari kecil, di Bandung ada banyak tempat tempat yang disediakan untuk kegiatan olahraga ringan ini, salah satunya, Gasibu.

Lapangan Gasibu  sekarang sudah lebih bagus dibanding tahun-tahun kemarin, sudah tersedia jogging track berwarna biru mengelilingi lapangan utama, ditambah  dengan fasilitas  perpustakaan, taman, dan toilet yang bersih, membuat para pengunjung yang ingin melakukan aktivitas olahraga seperti bulu tangkis, senam, bermain sepatu roda, dan jogging merasa nyaman dan betah berlama-lama di sana. Selain yang datang untuk berolah raga, ada pula yang hanya sekadar ngumpul bareng keluarga atau teman-temannya sambil duduk duduk dipinggir lapangan dan menikmati jajanan makanan yang tersedia di sana.

Hari ini saya sedang ingin jogging, menikmati hangatnya matahari sambil mendengarkan lagu dari earphone saja. Setelah lari beberapa putaran, saya pun  kelelahan dan melanjutkan dengan berjalan kaki santai saja. Tak sengaja, terasa ada yang menarik pandangan saya ketika asyik jalan kaki menyusuri  jogging track ini. Batas antara area biru dan lapangan bagian dalam yang berumput ternyata dibatasi oleh sebuah jalur lempengan seperti paving block, berukuran 40 x 40 cm, berwarna natural seperti batu semen, dan terdapat lobang di bagian pinggirnya, mungkin lobang itu berfungsi untuk serapan air bila hujan turun.

Ternyata, tidak semua lempengan batu semen itu polos, ada sebagian yang bergambar. Yaa betul saja, ini seperti prasasti, di permukaan lempengan tertulis nama gunung lengkap dengan keterangan ketinggian serta siluet gunung tersebut. Saya iseng-iseng mengelilingi lempengan batu semen itu dan terkumpul ada 17 lempeng nama gunung yang dipasang mengelilingi lapangan Gasibu. Uniknya, jarak lempengan nama gunung satu dengan lainnya itu tidak sama, saya menduga arah pemasangan nama-nama gunung ini disesuaikan dengan lokasi gunung sebenarnya berada. Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑