Oleh: Hendi “Akay” Abdurahman (@akayberkoar)
Kami mulai berjalan beriringan menuju Cikapundung Kolot
Saya tak mengenal betul nama-nama sungai di kawasan Bandung, hanya beberapa saja. Sungai Citarum dan Cikapundung salah duanya. Sungai Ci Tarum tentu saja saya kenal ketika guru (entah SD atau SMP) yang menyebutkan sebagai sungai terpanjang di Jawa Barat. Kedua, Sungai Ci Kapundung, saya kenal ketika saya sering melintasi Jalan Asia Afrika, lalu masuk ke Jalan Ir. Sukarno (dulu bernama Jl. Cikapundung Timur). Selain itu, saya kurang begitu kenal tentang sungai-sungai yang berada di Bandung. Apalagi di daerah lain.
Kegiatan Ngaleut di Minggu pertama bulan September sepertinya akan berjalan biasa saja. Tapi tidak bagi saya, saya yang sebelumnya mengikuti Kamisan ala Aleut, di mana rancangan kegiatan untuk hari Sabtu dan Minggu dilaksanakan di Kamis malam itu membuat saya mengetahui lebih awal informasi yang akan diselenggarakan oleh teman-teman Komunitas Aleut untuk kegiatan weekend ini. Ketika beberapa teman mungkin mengetahui informasi di hari Jum’at atau Sabtu. Saya tahu lebih awal, Kamis malam. Mungkin ini menjadi keuntungan saya mengikuti Kamisan. Sebagai catatan, Kamisan ini terbuka untuk umum juga loh, untuk semua pegiat Aleut.
Ngaleut Cikapundung Kolot. Tema untuk Ngaleut minggu itu. Berbeda dengan Ngaleut-Ngaleut biasanya yang saya ikuti. Walaupun beberapa teman sudah mengetahui tentang keberadaan kampung Cikapundung Kolot, yang mana kampung tersebut menjadi salah satu kampung tertua di Kota Bandung. Ternyata setelah saya dan teman-teman lainnya telusuri, banyak hal-hal yang tak terduga. Pun begitu dengan beberapa teman baru yang baru ikut bergabung. Mereka begitu antusias mengikuti kegiatan Minggu ini. Continue reading