Oleh : Indra Pratama

#nurdinturun #lasercheater #wasitdibayar

Hashtag diatas nampaknya sudah terlalu jamak untuk kita lihat di beberapa situs social network. Ketidakpuasan atas prestasi tim nasional sepakbola kita menjadi pemicu bagi para user untuk menghakimi pihak-pihak yang dianggap salah. Sudah menjadi kebiasaan di negara ini untuk mengharuskan diri mencari kambing hitam atas sesuatu. Ada anggapan superbodoh yang menyalahkan laser, wasit, ataupun pemain tertentu. Tapi ada pula kambing hitam yang paling umum dan rasional, yaitu terlalu dekatnya sepakbola kita dengan kepentingan-kepentingan politis.

Swoossh!!

Nah, karena kita adalah orang-orang pintar, maka kita berada pada koridor yang kedua. Sekitar 4 tahun terakhir ini, ketidakpuasan pada kinerja otoritas sepakbola Indonesia sudah mengemuka dimana-mana. Dosa-dosa kebobrokan sistem pembinaan, sistem kompetisi, transparansi keuangan, dan fleksibilitas berlebihan peraturan-peraturan banyak diumbar di berbagai kesempatan. Dan semua dosa itu dianggap bermuara pada satu sebab : kedekatan PSSI dengan seuatu kelompok kepentingan atau kelompok politis tertentu. Berangkat dari hal itu, banyak yang menyarankan agar sepakbola di negeri ini dipingit sejauh mungkin dari kepentingan-kepentingan politik.

Tetapi pada sejarahnya Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia ternyata sudah merupakan organisasi politis sejak dilahirkan.  Atau lebih tepatnya organisasi politis yang bermediumkan sepakbola untuk mencapai tujuan politisnya. Hehe.. Kenapa bisa gitu?

Ketika berbicara tentang sejarah PSSI, tentunya tidak bisa tidak harus membahas Soeratin Sosrosoegondo, ialah pendiri dari induk olahraga terpopuler di Indonesia ini.

Soeratin dilhirkan di Yogyakarta pada 17 Desember 1898. Ia terlahir dari keluarga yang berpendidikan. Ayahnya adalah seorang guru Kweekschool. Maka tak heran apabila riwayat pendidikan yang dienyam Soeratin cukup mentereng untuk ukuran seorang pribumi. Puncaknya pada tahun 1920 ia mendapat beasiswa untuk sekolah teknik ke Jerman setelah tamat dari Koningen Wilhelmina School di Jakarta. Namun kisahnya dengan sepakbola Indonesia akan dimulai pada tahun 1928, ketika ia kembali ke Hindia Belanda setelah setahun sebelumnya menyelesaikan pendidikannya selama tujuh tahun di Sekolah Teknik Tinggi di Hecklenburg, Jerman.

Soeratin Sosrosoegondo

Sebagai lulusan luar negeri, tentunya Soeratin tidak memerlukan waktu banyak untuk mendapat pekerjaan yang layak setibanya di tanah air. Ia diterima bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda “Sizten en Lausada” yang berpusat di Yogyakarta. Pada awal-awal masa kerjanya, Soeratin mendapat zona nyaman (yang sangat nyaman) yang hanya bisa diimpikan pribumi lain. Ia langsung tercatat sebagai satu-satunya pribumi yang menduduki posisi penting di perusahaan, mengepalai banyak proyek. Sampai dua buah peristiwa menyeretnya keluar dari kursi goyangnya..

Bermula saat ia menikahi seorang gadis cantik bernama Raden Ayu Srie Woelan. Soeratin pun berkenalan dengan kakak dari Srie Woelan, yaitu Soetomo, atau lengkapnya Dr.Soetomo. Pria yang “membangunkan” rakyat pribumi Hindia Belanda, dengan mendirikan tonggak terpenting sejarah bangsa ini, yaitu Boedi Oetomo, duapuluh tahun sebelumnya, kala masih berstatus remaja murid STOVIA. Pergaulan dengan Soetomo pula yang membawa Soeratin kepada penyeretnya yang kedua, yaitu Kongres Pemuda ke II 1928 di Jakarta.

Dr.Soetomo

Soekarno memilih menggunakan politik keras sebagai jalan perjuangannya. Suwardi memilih mendirikan Taman Siswa, dan Mas Marco menggunakan jalur media massa. Semua memilih jalurnya masing-masing untuk berjuang. Soeratin meneguhkan diri untuk mengambil sebuah jalur yang berbeda : sepakbola. Sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa yang sudah diputuskan dalam Sumpah Pemuda, dan ia melihat sepakbola sebagai wahana terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda, sebagai tindakan menentang Belanda. Dan menyatukan pemuda dibawah satu cita-cita : Indonesia

Bond Jakarta dan Bond Solo sebelum bertanding dalam Indonesische Stedenwedstrijden 1930 di Yogyakarta (19 April 1930). Dalam pertandingan hari kedua ini, Bond Jakarta menang 3-1 dan lolos ke babak “final”.

Ia pun memulai mengejar cita-citanya,  pertemuan demi pertemuan diadakandengan tokoh – tokoh sepakbola. Dimulai dari Solo, Yogyakarta dan Bandung. Namun ditengah perjalanan ini, Belanda mulai mencium gelagat Soeratin, maka ia pun mengubah mode diplomasinya menjadi lebih sembunyi-sembunyi dan privat. Sampai akhirnya ia tiba di Jakarta ia mengadakan pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri, ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta) dan juga dengan pengurus lainnya. Muncullah dukungan terhadap ide Soeratin tentang perlunya dibentuk sebuah organisasi persepakbolaan kebangsaan.

Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ)

Gagasan tersebut pun mendapat dukungan dari para tokoh sepakbola di kota Bandung, Yogya dan Solo lewat bantuan tokoh pergerakan nasional lain seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan lain – lain. Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir seperti dengan Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).

Kemudian pada tanggal 19 April 1930, di gedung Hande Proyo (sekarang gedung Batik dekat Alun-alun Utara) Yogyakarta berkumpullah para pemuka sepakbola pulau Jawa :  VIJ diwakili Sjamsoedin – mahasiswa RHS; wakil Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta diwakili Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo; Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo oleh  Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB) oleh Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) oleh E.A Mangindaan (saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM), Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia).

Padahal pada saat itu, organisasi sepakbola resmi pemerintah Hindia Belanda pun sudah didirikan, yaitu Nederlandsch-Indische Voetbal Bond yang didirikan tahun 1919. Dan kompetisi amatir juga sudah beberapa kali digulirkan. Namun karena kesolidan dan  kerja keras Soeratin dan kawan-kawan, PSSI tampil sebagai organisasi sepakbola yang jauh lebih capable daripada NIVB.

Tim juara amatir kompetisi NIVB, SVBB (Batavia) tahun 1929.

Soeratin dkk bergerak cepat menyusun program yang pada dasarnya “menentang” berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda melalui NIVB. PSSI melahirkan “stridij program” yakni program perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa yang telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan kompetisi internal untuk strata I dan II, selanjutnya di tingkatkan ke kejuaraan antar perserikatan yang disebut “Steden Tournooi” dimulai pada tahun 1931 di Surakarta .

Kegiatan sepakbola kebangsaan yang digerakkan PSSI , kemudian menggugah Susuhunan Paku Buwono X, setelah kenyataan semakin banyaknya rakyat pesepakbola di jalan – jalan atau tempat – tempat dan di alun – alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan. Paku Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap kebangkitan “Sepakbola Kebangsaan” yang digerakkan PSSI. Stadion itu diresmikan Oktober 1933. Dengan adanya stadion Sriwedari ini kegiatan persepakbolaan semakin gencar.

Pemerintah Hindia Belanda pun kebakaran jenggot. Untuk menyaingi PSSI, maka pada tahun 1936 NIVB direformasi dan dipersolid, juga dengan berganti nama menjadi Nederlandsch-Indische Voetbal Unie (NIVU). Tapi tak urung NIVU pun membuat beberapa kebijakan dan program yang bekerja sama dengan PSSI.

Tim NIVU

Namun interaksi buruk terjadi menjelang Piala Dunia 1938. Pada tahun 1938 atas nama Dutch East Indies, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938, namun para pemainnya bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9 orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut mengundang aksi protes Soeratin, karena beliau menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian kerjasama yang disebut “Gentelemen’s Agreement” yang ditandatangani oleh Soeratin (PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta. Selain itu, Soeratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera NIVU (Belanda). Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara sepihak Perjanjian dengan NIVU tersebut.

Tim Hindia Belanda di Piala Dunia 1938

Namun tak urung juga tim hindia Belanda atas nama NIVU berlaga di Piala Dunia 1938. Ditangani pelatih Johannes Mastenbroek, pemain kesebelasan Hindia Belanda tersebuat adalah mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda. Tercatat nama Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermandji, Anwar Sutan, dan kiri luar Achmad Nawir yang juga bertindak sebagai kapten.

Eddy Meeng

Setelah Soeratin pensiun tahun 1942, juga ditandai dengan masuknya Jepang, PSSI sempat mengalami vakumnya. Sebelum pasca 1945 menjadi organisasi resmi dibawah Pemerintahan nation-state yang diidamkan para pendirinya : Republik Indonesia. Dan mengubah nama menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia pada tahun 1950

Makam Ir.Soeratin di TPU Sirnaraga Bandung. Yang kabarnya tak terurus

———————-

PSSI era Soeratin menjadi sebuah cermin bagi kita sekarang. Bagaimana sepakbola adalah pemersatu, sebuah jalan untuk membentuk sebuah bangsa. Dan tujuan-tujuan didirikannya PSSI itulah yang harus diingat kembali oleh siapapun penikmat sepakbola tanah air.

Semoga tulisan ini bisa menjadi jawaban dan solusi atas berbagai problematika sepakbola tanah air. Bagi permasalahn gesekan suporter, permasalahan profesionalitas pemain, permasalahan kompetisi, permasalahan pembinaan, permasalahan suap wasit, permasalahan politisasi PSSI dan berbagai persoalan lainnya.

Sumber Bacaan dan Gambar :

Hans Oosterwijk, Voetbal in Nederlands-Indië, 2010. Dimuat di http://indisch4ever.web-log.nl/verhalen/2010/03/voetbal-in-nede.html.

Sejarah Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), 2006. Dimuat di http://www.pssi-football.com/.

Kisah Indonesia di Piala Dunia. 2010. Dimuat di http://www.orazatachi.co.cc/2010/07/kisah-indonesia-di-piala-dunia.html

<span>Humphrey de la Croix. </span>Voetbal in Nederlands-Indië. 2008. Dimuat di http://www.indischhistorisch.nl/thema_samenleving-voetbal.htm

Gedenkboek uitgegeven ter gelegenheid van het vijfendertig-jarig bestaan van de voetbal top-organisatie in Indonesië en het vijfendertig-jarig bestaan van de Kampioenswedstrijden. 1949 .Kolff,, Amsterdam/Batavia. Diakses via http://nl.wikipedia.org/wiki/Voetbalclubs_in_Nederlands-Indi%C3%AB

Asvi Warman Adam. Soeratin Sebagai Pahlawan Nasional. 2007. dimuat di http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/112007/08/0902.htm . Diakses via http://www.opensubscriber.com/message/mediacare@yahoogroups.com/7946562.html

Ujanx Lukman. Catatan Indonesia di Piala Dunia 1938. 2010. Dimuat di http://aleut.wordpress.com/category/hindia-belanda-di-world-cup-38/.

Pradaningrum Mijarto.Voetbal’ di Batavia. 2010. Dimuat di http://the-jakmania.blogspot.com/2010/09/voetbal-di-batavia.html

NovanMediaResearch. Timnas PSSI, NIVU, dan HNVB. 2010. Dimuat di http://novanmediaresearch.wordpress.com/2010/06/29/timnas-pssi-nivu-dan-hnvb/#comment-908 (blog ini highly recommended buat pecinta sepakbola lokal!!!)

Fandy Hutari. ‘Mimpi Manis’ Piala Dunia 1938. 2010. Dimuat di http://sejarah.kompasiana.com/2010/07/02/piala-dunia-1938-pssi-ditelikung-nivu/

Baban Gandapurnama. Dana Perawatan Makam Soeratin Mandek Sejak 2007 . 2010. Dimuat di http://us.detiknews.com/read/2010/12/28/173421/1534430/10/dana-perawatan-makam-soeratin-mandek-sejak-2007

http://blog-apa-aja.blogspot.com/2010/12/orang-yang-laser-pemain-timnas.html

Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta. Soeratin. Dimuat di http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2882

semua diakses 29-12-2010