Revitalisasi Kawasan Wisata Kota Tua Bandung : Menghidupkan Kembali Raga Jalan Braga

(Oleh : Ridwan Hutagalung, penulis buku “Braga: Jantung Parijs van Java”)***

Jalan Braga sebagai salah satu tujuan wisata di Kota Bandung tampaknya semakin populer belakangan ini. Banyak situs di internet berupa blog dapat dengan mudah kita temui tulisan-tulisan ringan mengenai ruas jalan yang panjangnya hanya sekitar setengah kilometer ini.

Kebanyakan bercerita tentang kesan para penulisnya berjalan-jalan di kawasan Braga. Sebagian lain sedikit lebih serius dengan menyampaikan juga data-data sejarah yang berkaitan dengan perkembangan modern Jalan Braga sejak akhir abad ke-19 hingga saat ini.

Minat utama para penulis blog yang sempat mengunjungi Jalan Braga ini adalah suasana tempo dulu yang masih dapat terlihat dari sebagian kecil bangunan yang berjajar di sepanjang Jalan Braga. Kadang di lokasi atau gedung tertentu para pengunjung terlihat memerhatikan berbagai detail yang masih tersisa. Untuk diketahui, para penulis blog ini tak sedikit yang berasal dari luar kota, termasuk dari luar negeri.

Yang juga cukup menarik adalah fenomena banyaknya kelompok remaja yang mengunjungi Jalan Braga, terutama pada akhir minggu dan hari-hari libur. Sejak pagi hingga menjelang malam, berbagai kelompok remaja tampak silih berganti berjalan-jalan atau berfoto bersama di sudut-sudut Jalan Braga. Objek foto paling populer tentunya gedung-gedung tua peninggalan masa kolonial yang sebagian tampak masih kokoh berdiri dan menyisakan keindahan masa lalunya. Tak jarang pula bisa kita saksikan berbagai kegiatan pemotretan untuk keperluan fashion atau pernikahan dan bahkan untuk pembuatan film, dilakukan di sepanjang Jalan Braga dengan latar gedung-gedung tuanya.

Beberapa film nasional yang diproduksi belakangan ini memang menggunakan Jalan Braga sebagai salah satu lokasi pengambilan gambar mereka. Belum lagi perekaman video dokumenter, baik untuk keperluan pribadi ataupun lembaga tertentu, dari dalam maupun luar negeri. Tak terhitung pula artikel dan foto tentang Jalan Braga yang sudah dimuat di berbagai majalah, freemagz (majalah gratis), koran, dan berbagai terbitan lainnya. Sebuah iklan televisi swasta nasional pun sepenuhnya mengambil gambar di Jalan Braga. Tak pelak lagi, Jalan Braga memang merupakan salah satu daya tarik wisata yang cukup penting di Kota Bandung.

**

Jalan Braga sebelum abad ke-20 hanyalah jalanan becek dan berlumpur yang sering dilalui oleh pedati pengangkut kopi dari koffie pakhuis (di lokasi balai kota, sekarang) yang menuju Grote Postweg (Jalan Asia-Afrika, sekarang). Itulah sebabnya di masa lalu Jalan Braga dikenali dengan nama Karrenweg atau Pedatiweg. Menjelang berakhirnya abad ke-19, Jalan Braga mengalami berbagai perkembangan seiring dengan pembangunan kota Bandung secara umum.

Memasuki dekade pertama abad ke-20, kawasan Braga perlahan menjadi semacam pusat perbelanjaan bagi warga Eropa yang tinggal di sekitar Bandung, terutama para Preangerplanters yang biasanya berdatangan ke Bandung setelah seminggu penuh mengelola perkebunan mereka di luar Kota Bandung.

Para pekebun yang datang ini ada yang dari Jatinangor, Sumedang, Pangalengan, Ciwidey, Rajamandala, dan berbagai kawasan perkebunan lainnya yang tersebar di Priangan. Mereka sengaja datang untuk berbelanja, bersantai, dan menghibur diri dengan berbagai fasilitas yang tersedia di Bandung saat itu.

Pertunjukan musik, rumah bola, bioskop, dan toko adalah tempat-tempat utama yang mereka kunjungi. Sambil bersantai, mereka juga berbelanja berbagai keperluan sehari-hari mereka di toko serbaada yang terdapat di ujung selatan Jalan Braga, yaitu Toko de Vries (sebelah barat Hotel Savoy Homann). Untuk menikmati suasana, atau pertunjukan musik, tersedia sebuah tempat favorit, Societeit Concordia (sekarang kompleks Gedung Merdeka). Tempat ini dikenal mahal dan bergengsi. Oleh karena itu, tidak semua warga Eropa juga dapat menikmatinya. Bagi kaum pribumi lebih mengenaskan. Karena untuk sekadar melihat kegiatan di dalamnya pun tidak dapat dilakukan secara terang-terangan, paling-paling dengan pandangan sambil lalu saja.

Untuk memenuhi kebutuhan sandang, para Preangerplanters mendapatkannya dari sejumlah toko di ruas Jalan Braga yang saat itu sudah dikenal dengan nama Bragaweg. Berbagai mode pakaian, perhiasan, dan aksesori tubuh lainnya tersedia di toko-toko yang mulai bermunculan di ruas Bragaweg. Toko pertama yang berdiri adalah toko kelontong milik Hellerman, yang disusul berbagai toko dan perusahaan lain dengan jualan yang lebih spesifik seperti “de Concurrent” untuk perhiasan, “Au Bon Marche” untuk pakaian, dan “Maison Bogerijen” untuk makanan. “De Concurrent” hingga sekarang masih dapat ditemui dan barang yang ditawarkannya pun relatif masih sama, perhiasan. Sementara itu “Maison Bogerijen” sudah berganti rupa, namun tetap beroperasi sebagai restoran dengan nama Braga Permai.

Bandung memang tidak memiliki kompleks kota tua seperti di Jakarta atau Semarang. Namun, mengingat usia Kota Bandung yang juga relatif muda dibandingkan dengan Jakarta atau Semarang misalnya, tak heran bila peninggalan-peninggalan tua berupa bangunan di Bandung tak banyak yang berumur lebih dari satu abad. Dari jumlah yang sedikit ini, sebagian besar tampaknya kurang terurus, dalam keadaan kosong dan tampak kumuh. Sangat disayangkan bila penelantaran seperti ini dibiarkan berlangsung terus sehingga secara perlahan gedung-gedung itu rusak dimakan waktu dan tentunya memunculkan alasan-alasan untuk kemudian merobohkannya sekalian.

Dengan mudah dapat diperhatikan bahwa kondisi seperti ini juga terjadi di Jalan Braga. Sebagai salah satu tujuan wisata, Jalan Braga sudah cukup lama kehilangan perhatian dan ditelantarkan dalam keadaan hidup segan, mati tak mau. Beberapa gedung dibiarkan kosong dan tidak terawat. Belum lagi kepadatan lalu lintas yang membuat Jalan Braga sering dalam keadaan macet dan bising sehingga tidak nyaman untuk dilalui, apalagi dijadikan sebagai tempat bersantai.

**

Sebagai upaya revitalisasi, saat ini Pemerintah Kota Bandung sedang melakukan pembenahan Jalan Braga yang dimulai dengan penggantian jalan aspal dengan susunan batuan andesit. Penggantian badan jalan ini tak lepas dari kritik, terutama karena kualitas jalan aspal di Jalan Braga termasuk yang sangat baik. Seorang pemilik toko di Braga bahkan mengatakan belum pernah mengalami sedikit pun kerusakan jalan di Braga sejak 25 tahun terakhir ini. Akan tetapi, penggunaan bahan batu andesit pun dianggap tak memiliki relevansi sejarah.

Sebelumnya, harapan pernah digantungkan pada kehadiran Braga Citywalk, namun tampaknya hingga saat ini Braga Citywalk belum memberikan pengaruh yang signifikan pada pengembangan Jalan Braga. Lokasi tempat Braga Citywalk sendiri merupakan bekas lokasi pabrik perakitan mobil yang pertama di Hindia Belanda, “Fuchs & Rens”. Pabrik yang didirikan pada tahun 1919 ini juga merupakan pabrik perakitan mobil mewah Mercedes Benz yang pertama di Indonesia.

Kembali ke awal tulisan ini, bila menimbang besarnya minat masyarakat yang tumbuh belakangan ini, diharapkan revitalisasi Jalan Braga bisa lebih memerhatikan perkembangan yang ada dalam masyarakat. Misalnya, dengan menjadikan Jalan Braga sebagai kawasan pedestrian, tentunya mesti diperhatikan pula objek-objek yang akan ditawarkan kepada para calon pengunjung. Para pedestrian pasti tak ingin mendapati sebuah kompleks wisata dengan gedung-gedung kosong dan kumuh atau pusat pertokoan yang senyap karena tak banyak objek yang cukup menarik hati sehingga tak mampu membuat pengunjung bertahan berlama-lama dan berbelanja di kawasan itu.

Sejumlah usulan tentang revitalisasi Jalan Braga sudah pernah diungkapkan masyarakat melalui berbagai media, salah satunya adalah dengan menjadikan Jalan Braga sebagai sentra FO, distro, atau pusat perbelanjaan yang bergengsi seperti di masa lalu. Atau, mencontoh yang sudah dilakukan oleh beberapa kota besar di Indonesia, dengan menjadikannya sebagai kawasan wisata kota tua.

Sebagai kawasan wisata kota tua, penampilan sebagian besar gedung perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh agar dapat membawa pengunjung ke suasana khas yang hanya bisa didapatkan di Braga. Gedung yang kosong dan kumuh diperbaiki dan difungsikan kembali agar benar-benar hidup di siang hari mengimbangi suasana malam yang saat ini lebih dinamis oleh keberadaan pub, kafe, dan tempat hiburan lainnya. Bila karena alasan teknis tertentu, gedung tak bisa difungsikan, paling tidak gedung tersebut dalam keadaan terawat dan bersih. Mungkin baik pula bila di depan gedung-gedung tertentu dibuatkan plakat besi atau marmer dengan keterangan ringkas tentang sejarahnya, atau paling tidak, tahun pendirian dan nama arsiteknya.

Namun, apa pun rencana revitalisasi Jln. Braga, pasti memerlukan rancangan yang matang dan kerja sama yang melibatkan banyak pihak dan yang jangan dilupakan, para pemilik toko dan bangunan yang ada di Jalan Braga.

*Dimuat juga di Harian Pikiran Rakyat tahun 2007

17 Comments

  1. dewi

    jadi bagusnya braga digimanain kata Aleut?

    • komunitasaleut

      Penataan Braga harus memperhatikan kepentingan semua pihak, terutama para pemilik toko di kawasan Braga yg semakin terancam,,,

  2. dewi

    iya. maksudnya kasih contohnya, kegiatan seperti apa yang bagusnya bisa dilakukan di braga?

    • komunitasaleut

      Kalau oleh umum, sekarang sudah bagus.. banyak orang sudah memandang Braga sbg tempat wisata kota tua (foto2, bikin video klip, dll).
      kegiatan yang enak dilakukan di Braga kalo kata Aleut sih, ya seperti tour sejarah, karena Braga mewakili masa keemasan Bandung.. Kegiatan ini bisa ngelibatin umum, maupun pelajar, bahkan kalo bisa pejabat2 kota.. ehhe.. Tour2 lain seperti tour arsitektur juga pernah ada di Braga..

      Terus kegiatan komunitas lain seperti komunitas Bikers Brotherhood (yang emang bermarkas di Braga), serta komunitas2 seni juga sring muncul.. yang intinya tergantung pandangan yang ingin berkegiatan, apakah memandang Braga sebagai kawasan kota tua, ataukah kawasan harta karun arsitektur, ataukah simbol seni, dll.

      oh iya, tapi dengan catatan kebersihan dan kenyamanan juga harus dijaga.. 🙂

  3. pia

    yak. Jalan braga yang kalo nantinya difungsikan jadi pedestrian lebih asik kayaknya. jadi kalo bisa sih ga ada mobil yg lewat situ, kalo becak kayaknya oke

    • komunitasaleut

      Bisa juga, tapi tetep, seperti kata kita diatas, Penataan Braga harus memperhatikan kepentingan semua pihak, terutama para pemilik toko di kawasan Braga yg semakin terancam.. kasian lho mereka itu..

  4. dewi

    bagus 😀

  5. dewi

    saya setuju sama pia. braga jadi kawasan pedestrian walk. tapi jangan tiap hari, bisa berabe jalur lalu lintas kota Bandung.

    misalnya sekali dalam dua minggu dulu aja pedestrian walknya, ambil hari sabtu (atau minggu).
    dari jam 7 pagi – jam 12 malam Braga khusus untuk pejalan kaki,kendaraan gak bisa lewat.

    Terus beberapa rumah makan kayak Braga Permai dan sejenisnya ngeluarin kursi makan & meja di taro di trotoar. Jadilah cafe pinggir jalan (di dalem tetep buka). Terus pemkot naro beberapa kursi warung untuk nongkrong pinggir jalan. (btw, akibat tempat duduk publik gak ada, liat aja sekarang di braga orang nongkrong di motor-motor yang di parkir. haduuh gak banget deh)

    terus di jam-jam tertentu ada live performance art (ngelukis misalnya).
    ada kegiatan diskusi buku (di toko buku Jawa).

    ada juga live accoustic.
    PKL dilarang masuk, kecuali jalur di gang-gang braga.
    Stand-stand jualan yang barangnya gak ada di braga juga dilarang.

    alhasil, braga gak akan hectic banget dengan acara (kayak bragafest yang udah2), acaranya dikit aja dengan cafe on street & diskusi buku -ini pun dalem toko- dan ada live akustik). cukup syahdu dan bisa bikin pejalan kaki nyaman.

    kira-kira gitu kata saya 😀

    • komunitasaleut

      wah pastinya asik banget.. cuma yang harus dicari itu lahan untuk parkir kendaraan, mengingat Braga cuma kelewatan angkot dari daerah Utara dan Barat aja.. bisa juga di lahan bekas Palaguna itu..

  6. okky

    aku setuju kalo ada rencana jalan braga dijadi kawasan bersantai dengan kafe2 di jalannya… mungkin seperti gaya di eropa..
    tapi mmg agal sulit u realisasinya….
    tapi gk ada yg gk mungkin..

  7. Abby

    Rada out of topic, tapi saya lagi nyari info dimana bisa nyaritahu tentang nama jalan jaman Belanda dulu. Ada bukunya gitu?

  8. Ridwan

    @abby : hubungi saja anak2 komunitas aleut!, bisa fotokopi kok..

  9. backpacker jogja

    sudah janji sama istri..liburan ke bandung…moga lancar

  10. mamed

    dateng aja ke SEMARAK.bdg on July.. disitu bakalan ada serangkaian acara pemanfaatan ruang publik.. see you there 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑