NgAleut! Bandung Lautan Api! 20.03.2011

Oleh : Aditia Febriansya

Minggu 20 Maret besok Aleut! akan mengunjungi Dayeuh Kolot, untuk melihat sisa peristiwa Bandung Lautan Api.. bwt anggota Aleut harap bawa 5rb rupiah utk ganti print an materi, sedangkan yg mau daftar bawa 15 rb utk daftar dan materi.. Kita kumpul di Apotek Damai Jl. Buahbatu (sbrng Kartika Sari) jam 7.30 pagi.. konfirmasi ke 0857201048xx pake nama ya.. oiya yg mesen kaos udah ada tuh besok

Begitu pesan yang terpapar di dinding Facebook Komunitas Aleut, langsung pengen ngAleut soalnya udah bolos seminggu ga ngAleut (maklum mamah ngijinin ngAleut 2 minggu sekali).

Oke, minggu pagi setelah sholat subuh, saya siap siap mau berangkat ke tempat janjian dengan naik angkot (perdana yeuh ke Buahbatu make angkot sendirian). Pertama dari rumah naik Cimahi-Leuwipanjang sampe perempatan jl. Kopo lalu dilanjutkan pake angkot Cijerah-Ciwastra sampe jl. Buahbatu, dari situ kekeliruan dimulai, lantaran salah nanya saya malah naik angkot Kalapa-Buahbatu sampe jl. Moch. Ramdan da kata si sopirnya lewat apotik damai tempat kumpulnya, setelah sampai disana tidak ketemulah si apotiknya, lalu nanya-nanya lagi dan ternyata ada ditempat yang berlawanan arah, terpaksa jalan dan lari sampe tempat tujuan.

Foto : Depan Apotek Damai, Jl. Buahbatu

Sesampainya di apotik damai dengan hoshhoshan langsung disuruh ke rumah BR dan ternyata kaos Aleut! udah jadi! (y) langsung dipake ngAleut bajunya biar maching sama yang lain. Lalu Aleut! susur bekas peninggalan Bandung Lautan Api kita sebut BLA dimuai, pertama BR sama Kang Indra basa-basi dulu tentang latar belakang BAL tentang Moh. Toha yang meledakkan gudang mesiu milik Jepang di Dayeuh Kolot dan terjadi banyak pertumpahan darah saat BAL terjadi, lalu dilanjutkan dengan perkenalan karena ada anggota baru. Setelah basa-basi selesai Aleut! langsung caw ke Dayeuh Kolot dengan mem-booking angkot.

Sebelum ke Aleut! saya mau menjelaskan tentang Moh. Toha dan latar belakang terjadinya BAL dulu yang saya kutip dari Portopolio yang dibagiin saat kegiatan. Moh. Toha menurut isunya adalah pelaku peledakkan gudang mesiu milik Jepang yang di Dayeuh Kolot bersama Moh. Ramdan cs. Peledakan tersebut terjadi pada 10 Juli 1946 di pagi hari. Dikutip dari wikipedia, Moh. Toha lahir di jl. Banceuy, Desa Suniaraja, Bandung pada tahun 1927.

Latar belakang terjadinya Bandung Lautan Api dimulai ketika kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Jepang dan Belanda tidak mau kehilangan daerah jajahannya. Belanda pun membentuk NICA (Netherlands Indies Civil Administration) di bawah pimpinan Van der Plas di bawah tanggung jawab Inggris. Sementara itu, pihak sekutu yang memenangi PD II membentuk AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) yang terdiri dari pasukan Inggris yang bertugas antara lain:

  1. Menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang,
  2. Membebaskan para tawanan perang (interniran) di Indonesia,
  3. Melucuti dan mengumpulkan tentara Jepang untuk dipulangkan ke negerinya,
  4. Menjaga perdamaian, dan
  5. membuat data tentang penjahat perang untuk kemudian diajukan ke pengadilan pihak sekutu.

Pemerintah Indonesia yang tidak mau terus dijajah oleh Belanda mengadakan berbagai perlawanan dengan membentuk laskar penjaga keamanan umum BKR (Badan Keamanan Rakjat) yang kemudian nantinya pada 27 Juni 1947 akan menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia). Selain laskar yang dibentuk Pemerintah sebagian pemuda membentuk badan-badan perjuangan yang militan lainnya, diantaranya : PRI (Pemoeda Repoeblik Indonesia), Angkatan Pemoeda Indonesia, Hizbullah, Angkatan Muda PTT, BRRI (Barisan Pemberontak Rakjat Indonesia), LASWI (Laskar Wanita Indonesia) dan lain lain.

Kedatangan Inggris di Bandung disusul dengan ultimatum pada 27 November 1945 agar penduduk pribumi harus segera pindah ke sebelah selatan rel kereta api dengan batas waktu sampai 29 November 1945, semua pelanggaran akan ditembak mati. Ultimatum ini  dilakukan dengan tujuan agar proses pembebasan tawanan perang dan pelucutan senjata dari Jepang berjalan lancar. Namun banyak pemuda yang membangkang dan akhirnya dibombandir oleh Inggris. Lalu terjadi chaos dimana pemuda Indonesia tidak bisa membedakan bule Inggris dan bule Belanda sehingga mereka pun turut memerangi Inggris yang sebenarnya dalam misi perdamaian sampai Inggris marah dan mengeluarkan ultimatum ke-2 pada 17 Maret 1946 melalui PM Sutan Sjahrir agar pasukan bersenjata RI mundur ke Bandung Selatan sampai radius 11 km dari pusat kota sampai batas waktu 24 Maret 1946. Bila tidak dipenuhi, maka Inggris akan membombandir Bandung bagian Selatan.

Awalnya pemuda menolak mundur ke selatan sampai terjadi perundingan antara Kol. A.H. Nasution (Komandan Divisi III), Mayjen. Didi Kartasasmita (Panglima Komandemen Jawa Barat), dan PM Sjahrir yang dilanjutkan dengan perundingan antara komandan laskar pejuang di Markas Divisi III diputuskanlah untuk menuruti ultimatum untuk mundur ke selatan. Setelah itu terjadilah peristiwa Bandung Lautan Api yang dimulai dari peledakan bangunan pertama yaitu Indische Restaurant (di lokasi gedung BRI sekarang) di Grootepostweg (Jalan Raya Pos) yang sekaligus menjadi kode untuk meledakkan bangunan-bangunan lainnya.

Yak, mari kita kembali ke Aleut!

Setelah sampai di Dayeuh Kolot kita mengunjungi Monumen Mohammad Toha di sebelah Markas Batalyon Zeni Tempur 3/YW. Monumen tersebut dibangun diatas tempat bekas gudang mesiu yang diledakkan Toha. Bekas ledakkan sangat besar dan saat ini digenangi air dan menjadi tempat pemancingan umum bagi warga sekitar. Di Monumen tersebut terdapat patung dada yang wajahnya dianggap sebagai Moh. Toha lalu di samping kanan Monumen terdapat tugu yang isinya nama pahlawan yang ikut berjuang pada saat Bandung Lautan Api.

Monumen Mohammad Toha

Foto : Aleut! dan Monumen Mohammad Hatta, Dayeuh Kolot

Dari Monumen Mohammad Toha kita lanjut ke Situs Makan Leluhur Bandung masih di Dayeuh Kolot. Sesampainya disana kita bertemu dengan kuncennya yang bercerita tentang makam-makam disana. Memang benar di sana terdapat makam Ratu Wiranatakusumah (Ratu disini maksudnya Raja), makam patih, dan bupati Bandung (CMIIW).

Foto : Aleut! di Situs Makam Leluhur Bandung, Dayeuh Kolot

Dari Situs Makam Leluhur Bandung kita lanjut ke Situs Rumah Adat Sunda Bumi Alit Kabuyutan di jl. Batukarut, Ds. Lebak Wangi, Kec. Anjarsari, Kab. Bandung dengan kembali mem-book angkot. Sebelum berangkat beberapa pegiat Aleut! mengisi perut dulu karena ada yang belum sarapan ternyata. Ternyata dari Dayeuh Kolot sampai Batukarut (Banjaran ke sana lagi) jauh banget, untung ga jalan kaki, bisa-bisa kakinya pada coplok lagi.

Sesampainya di Batukarut, kita langsung mengunjungi Situs Rumah Adat Sunda Bumi Alit Kabuyutan yang berada di sisi kanan jalan. Setelah bertemu dengan Kuncennya kita baru boleh memasuki Situs tersebut. Sang Kuncen bercerita banyak hal saat itu namun karena sudah tua suara yang dikeluarkannya sangat kecil, namun informasi tetap kami dapatkan karena BR menyimak semuanya, hingga Adzan Dzuhur berkumandang. Beberapa pegiat Aleut! sholat dulu karena sholat itu tidak boleh dinanti-nanti. Setelah sholat kita kembali menyimak Bapak Kuncen dan setelahnya kita berkeliling daerah Situs tersebut. Di dalam situs tersebut terdapat Rumah Adat Sunda yang dicat putih dan kita ga boleh memasukinya karena konon didalamnya ada pusaka-pusaka lambang kebesaran agama Islam.

Foto : Aleut! di Situs Rumah Adat Sunda Bumi Alit Kabuyutan berserta Bapa Kuncen, Batukarut, Kab. Bandung

Foto : Bapa Kuncen sedang diwawancara dan Rumah Adat Sunda (Cat Putih)

Perjalanan belum selesai, setelah dari Situs Rumah Adat Sunda Bumi Alit Kabuyutan kita lanjut ke Desa Cienteun (sekarang Desa Mekarsari) dengan menggunakan angkot. Desa Cienteun merupakan daerah bencana banjir yang menimpa daerah Dayeuh Kolot karena di sana terdapat muara sungai, atau tempat bertemunya dua sungai yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum, sehingga kalau terkena hujan pasti akan banjir. Banjir tersebut tidak tanggung-tanggung, ketinggiannya bisa mencapai 2,5 meter, bujubuneng.

Foto : Muara Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum, Dayeuh Kolot

Setelahnya kita langsung ke spot yang dapat melihat dengan jelas dimana Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum menjadi 1. Sungai yang sangat lebar dan panjang membawa ribuan kubik air siap banjir. Jadi inget kata BR waktu itu “sekarang banjirnya sudah bukan musiman lagi tapi udah bisa terjadi kapan saja” bener banget, melihat air yang begitu banyak terkena hujan bisa langsung meluap dan menggenangi rumah warga. Anehnya masih ada saja warga yang menetap di sekitar area luapan air, saya juga melihat di beberapa rumah warga pun sudah siap perahu untuk mengevakuasi diri saat banjir.

“Pemandangan yang menghanyutkan” ucap BR melihat perpaduan dua sungai tersebut.

Setelah puas memandangi muara sungai kita langsung caw lagi nih ke tempat finish menggunakan angkot. Tempat finishnya di jl. Buahbatu tepatnya di Cafe KupiGayo, langsung deh seperti biasa masing-masing pegiat menyampaikan kesan-kesannya selama perjalanan dan setelah beristriahat cukup masing-masing pegiat membubarkan dirinya masing-masing.

Oh 1 hal lagi, jalur-jalur yang kita lalui menggunakan angkot itu adalah jalur pelarian pribumi saat bombardir dilakukan, jalur Napak Tilas Bandung Lautan Api sebelum jalurnya dialihkan ke Tegalega (CMIIW).

Sampai ketemu lagi di Aleut! berikutnya 🙂

sumber :

  • Portopolio Ngaleut Bandung Lautan Api dan Mohammad Toha
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Toha
  • Narasumber (Kuncen Situs Makam Leluhur Bandung dan Kuncen Situs Rumah Adat Sunda Bumi Alit Kabuyutan)
  • Guide Aleut! 20 Maret 2011
  • Foto dari Mba Kuke 🙂

 

Original Post : http://aditfebriansya.tumblr.com/post/3982052407/ngaleut-bandung-lautan-api-20-03-2011

1 Comment

  1. Asep Suryana

    Siip tulisan Adit perdana di Aleut, euy!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑