Oleh : Pipin Pramudia

Seperti pada biasanya ketika senggang, setiap hari Minggu kita selalu jalan jalan bersama Komunitas Aleut, entah jalan kaki di kota, di gunung, atau keliling naik angkot, wisata sejarah, kuliner, dan sebagainya sebagainya.

Minggu ini 20 maret 2011, kita ngaleut! (istilah jalan jalannya) ke daerah Dayeuh Kolot untuk mengetahui peristiwa Bandung Lautan Api dan peledakan gudang mesiu oleh Moh. Toha dan Moh Ramdan, jujur saya sering dengar nama Moh Toha dan saya juga sering lewat jalan Moh Toha, tapi baru tahu kalau Moh Toha adalah pelaku dan gugur dalam peledakan gudang mesiu di Dayeuh Kolot, usia Moh Toha ketika itu baru berusia 19 tahun.

Ternyata Moh Toha ini hingga sekarang belum juga diangkat statusnya sebagai pahlawan nasional, terjadi banyak kontroversi mengenai kebenaran Moh. Toha sebagai pelaku peledakan 1100 ton bubuk mesiu di gudang mesiu milik jepang. Ada yang mengatakan bahwa waktu itu Moh. Toha sudah tertembak dan memutuskan untuk berjibaku, ada juga yang mengatakan bahwa peledakan memang sudah direncanakan. Dikatakan ada tapi tidak ada bukti, dikatakan tidak ada tetapi banyak saksi yang menyatakan bahwa pelaku peledakan memang Moh. Toha.

Terlepas dari kontroversi tentang kepahlawan Moh. Toha, saya yakin jika beliau nya sendiri tidak membutuhkan itu.

Setelah puas berfoto foto dan berpanas panasan di Monument Bandung Lautan Api, kita mengunjungi makam makam Bupati Bandung seperti Raden Wiranatakusumah, Raden Astamanggala, dan bupati lainnya, jujur saya kurang paham dengan sejarah Bandung. Yang saya tahu hanya sedikit cerita tentang kerajaan Sunda Galuh dan Sunda Pakuan, tahu sedikit tentang Raja Linggabuana yang tahtanya diwarisi oleh anaknya Wastu Kencana yang kemudian bergelar Prabu Siliwangi. Itu tahunya juga dari novel Gajah Mada.

Oke balik ke Aleut, setelah berfoto foto di komplek makam, kita melanjutkan perjalanan ke banjaran untuk mengunjungi situs Bumi Alit, sebuah rumah adat sunda, bertemu dengan juru kunci yang umurnya mmmhh, pokoknya sudah tua lah, briefing dikit dengan bahasa Sunda yang sudah susah lagi untuk saya trace artinya, melainkan sedikit.

Saat yang paling mendebarkan adalah ketika si juru kunci mendatangi saya (yang bukan orang Sunda) mengajak saya ngobrol dengan bahasa sunda, saya tegang sekali waktu itu karena bener bener tidak terdeteksi bahasanya, saya tertawa dan senyum seolah olah saya mengerti, namun kecut sekali, tangan saya di sebelah si juru kunci melambai lambai ke kang Asep minta pertolongan. Untung kang Asep cepat datang dan menyelamatkan saya, satu satunya yang bisa saya tangkap adalah bahwa tiga tahun yang lalu datang seorang Prancis, menitipkan sebuah barang yang entah apa itu kepada beliau dan sampai sekarang tidak kunjung diambil.

Next, perjalanan berikutnya adalah melihat desa Cieunteung apa ciotong gitu di kawasan Baleendah yang selalu terendam banjir setiap terjadi hujan lebat, daerah ini terletak di pertemuan Sungai Citarum dan Sungai Cikapundung. Pergi ke kawasan ini lumayan bikin miris, rumah rumah sebagian besar sudah ditinggalkan oleh penghuninya, karena terendam banjir sedalam dua meter, sekolah kosong, dan di garasi beberapa rumah yang sudah ditinggalkan terdapat perahu. Sampah dimana mana, ketika kami mengunjungi pertemuan dua sungai tersebut, yang saya amati sampah sebagian besar berasal dari Sungai Cikapundung yang mana itu pasti berasal dari warga bandung, entah warga bandung asli entah pendatang, melihat ini rasa rasa nya pantas kalau warga yang membuang sampah seenaknya ke sungai di penjara atau dihukum dengan hukuman berat lainnya.

Setelah jalan seharian, perjalanan diakhiri dengan minum minum dan review di Kupi Gayo di daerah Buah Batu, kopi gayo presso dinginnya enak sekali :)

Sumber pendukung : dari berbagai sumber, dan foto foto segeramenyusul

Original post : http://journalight.wordpress.com/2011/03/20/mengenal-peristiwa-bandung-lautan-api-dan-mohammad-toha-bersama-komunitas-aleut/