Oleh : Fajar Asaduddin (Ajay)
Sendal sepatu yang diberikan oleh kaka saya yang selama mengikuti aleut akhirnya rusak juga akibat saya terjatuh dan kaki sayapun digigit semut merah. Panas yang luar biasa menguras semua tenaga penggiat aleut, tetapi semangat rasa ingin tahu itulah semua penggiat aleut terus melanjutkan perjalan walaupun panas yang menyerap tenaga. Perjalanan aleut tgl 7-03-2010 menelusuri jalur rel Kereta Api bandung-ciwidey.
ANGKUTAN kereta api pernah berjaya di Provinsi Jawa Barat. Pada zaman keemasannya, angkutan massal memberikan banyak andil bagi perekonomian masyarakat. Akan tetapi kemudian seiring dengan semakin banyaknya kendaraan bermotor, kereta api kalah bersaing. Banyak jalur kereta api terpaksa tak diaktifkan. Salah satunya adalah jalur Bandung-Ciwidey. Berdasarkan data, jalur Bandung-Ciwidey merupakan satu dari total lima belas jalur kereta api yang tak lagi diaktifkan dalam kurun waktu tahun 1942 hingga dekade 1970. Setelah hampir empat puluh tahun tak diaktifkan, sama seperti sejumlah bekas jalur kereta api lainnya, kini ribuan bangunan telah memadati bekas jalur kereta api tersebut. Tetapi yang saya gagumi jalur rel kereta api Bandung-Ciwidey nyaris atau relative paling utuh tak terganggu oleh tangan-tangan jahil.
Menurut buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe, jalur ini dibangun dua tahap. Pada 1918 Bandung-Kopo dan diteruskan ke Ciwidey pada 1921 oleh Perusahaan Kereta Api Negara. Jalur kereta api Bandung-Ciwidey mulai beroperasi tahun 1923. Warga di sepanjang jalur tersebut biasa memanfaatkan kereta api sebagai sarana pengiriman barang-barang kebutuhan sehari-hari, seperti beras, barang-barang kelontong, barang-barang elektronik, dan sebagainya. Saat itu, berdasarkan penuturan warga, hampir semua barang memang harus didatangkan dari Kota Bandung.
Jalur kereta api Bandung-Ciwidey dimulai persimpangan Stasiun Kiaracondong menyusur ke arah Dayeukolot, Baleendah, Pameungpeuk, dan Banjaran. Dari Banjaran ada persimpangan ke selatan, menyusuri kawasan pertanian, perkebunan, perhutanan, dan pertambangan belerang jalur tersebut berakhir di kecamatan Ciwidey. Kemudian masyarakat kota Bandung merasakan manfaat adanya jalur rel kereta api Bandung-Ciwidey itu, dan mereka pun menerima hasil dari pertanian atau produk-produk khas dari Ciwidey seperti sayur mayur, teh, dan kayu.
Di sepanjang jalur rel kereta api Bandung-Ciwidey, saya dan semua penggiat aleut menjumpai atau melihat jalur rel yang diatas bantalan-bantalannya terdapat rumah atau tempat tinggal penduduk, bangunan eks stasiun yang sudah disatukan dengan rumah penduduk, pergudangan, jembatan jalur rel kereta api yang masih kokoh walaupun sudah tua. Bahkan jembatan kereta api Ciantik satu dari 2 jembatan besar dari jalur itu pernah dijadikan lokasi pengambilan gambar(shooting) film perang produksi belanda yang berjudul “Oeroeg” pada tahun 1997 tahun lalu. D
an yang saya kagumi juga ada 3 wanita turis asing yang meluangkan waktu untuk melihat jembatan jalur rel kereta api itu.
Sumber artikel ini: Pikiran Rakyat (PR); Buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe;
Catatan: Mohon maaf bila ada kesalahan pada kata-kata atau tulisannya
Ajay diam-diam menghayati perjalanan yang berat ini ya?
itulah khas nya dari Ajay, diam-diam menghanyutkan
INILAH INDONESIA. Di jaman kemerdekaan, jangankan bikin rel kereta yang baru, jalur yang sudah ada pun ga bisa merawatnya. malah dibiarkan rusak ga karuan. Dengan dalih ga ada dana. karena dananya habis dikorupsi.