Bandung Lautan Api .. Harta Benda dan Nyawa Dikorbankan ..

By : Asri “Cici” Mustikaati

Halo, Halo Bandung

Ibu kota periangan

Halo,Halo Bandung

Kota kenang-kenangan

Sudah lama beta

Tidak berjumpa dengan kau

Sekarang telah menjadi lautan api

Mari bung rebut kembali

Dulu sewaktu sekolah SD, lagu ini sering saya dengarkan di upacara bendera senin pagi. Halo-Halo Bandung dipilih sebagai lagu wajib pilihan selain Indonesia Raya tentunya yang benar-benar wajib dinyanyikan. Ditulis oleh Ismail Marzuki yang belakangan baru saya ketahui kalau lagu ini masih diperdebatkan siapa pencipta sebenarnya. Terlepas dari perdebatan itu, lagu Halo-Halo Bandung adalah salah satu lagu perjuangan yang mengingatkan kita pada suatu peristiwa bersejarah di kota Bandung, Bandung Lautan Api.

Hayo .. Ngaku deh .. Sering denger Bandung Lautan Api tapi ga tau gimana cerita sejarahnya? Hehe .. Wah .. Jangan-jangan berlakunya cuma buat saya aja nih. Huhu .. Gapapa deh, walaupun begitu saya tetep pengen bagi-bagi pengalaman dan pengetahuan saya dengan temen-temen semua.. Juga tentang perjalanan saya dengan komunitas Aleut! di hari minggu kemarin (21/02/10).

Minggu pagi itu saya berkumpul di Bank Jabar Banten jalan Braga jam 7 pagi. Ah senangnya karena Aleut! kedatangan banyak anggota baru! Ada temen-temen dari Sahabat Kota, ITB, Unpad, Unpas, siswa SMK, Konus, pegawai kantor sampai adik-adik yang masih duduk di bangku SD! Total peserta minggu kemarin sebanyak 29 orang lho! Walaupun peringatannya masih satu bulan lagi, tapi kobaran semangat perjuangan rakyat Bandung Selatan sudah mulai terasa.

Bandung Lautan Api terjadi pada 24 Maret 1946. Satu hari sebelumnya yaitu tanggal 23 Maret 1946 NICA (Nederlands Indies Civil Administration) dan Inggris mengultimatum TRI (Tentara Republik Indonesia) untuk mundur sejauh 11 km dari pusat kota dalam waktu 24 jam saja (pada tanggal 20 Desember 1945 pemerintah kota Bandung sudah pernah mendapatkan ultimatum ini). Pada saat itu Bandung terbagi menjadi dua wilayah. Wilayah utara dikuasai oleh sekutu dan NICA, sebelah selatan dikuasai oleh TRI dengan jalur rel kereta api sebagai batas wilayahnya. TRI yang pada saat itu dipimpin oleh Kol.A.H. Nasution yang juga Komandan Divisi III menuruti perintah pemerintah RI pusat (melalui Syarifuddin Prawiranegara) untuk segera meninggalkan kota Bandung. Padahal Markas Besar TRI yang bertempat di Yogyakarta menginginkan wilayah Bandung dipertahankan, dijaga setiap jengkalnya walaupun harus mengorbankan nyawa. Diambillah keputusan rakyat Bandung mundur, namun TRI serta laskar-laskar tetap bertahan dan berjuang mempertahankan tanah Bandung Selatan walaupun pada akhirnya ikut mengungsi karena keadaan yang tidak mungkin untuk melawan musuh. Bandung dipisahkan karena sekutu melihat semakin bersatunya kekuatan laskar dan TRI. Sekutu khawatir keinginan mereka menguasai Bandung tidak tercapai. TRI, BKR (Badan Keamanan Rakyat), Laskar Rakyat, Barisan Banteng, Barisan Merah, Laswi (Laskar Wanita), Siliwangi, Pelajar Pejuang bersama dengan rakyat berjuang mempertahankan wilayah.

Keputusan meninggalkan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) pada hari itu juga yang dihadiri oleh semua barisan perjuangan. Tindakan pembumihangusan itu sendiri diusulkan oleh Rukana yang saat itu menjabat sebagai Komandan Polisi Militer di Bandung. Setelah keputusan disepakati, Kol.A.H.Nasution menginstruksikan agar rakyat segera meninggalkan Bandung. Saat itu juga rakyat Bandung mengungsi dalam rombongan besar ke berbagai daerah seperti Soreang, Dayeuh Kolot, Cicalengka, Pangalengan. Mereka mengungsi meninggalkan harta benda, hanya membawa barang seadanya. Rakyat mundur dan Bandung siap dikosongkan. Pengosongan ini disertai dengan pembakaran kota. Rumah-rumah dan gedung-gedung dibakar oleh masyarakat dan para pejuang. Hal ini dilakukan agar sekutu tidak dapat menggunakan dan memanfaatkannya. Rakyat tidak rela kotanya diambil alih pihak musuh. Dalam situs http://www.rnw.nl/id/bahasa-indonesia/article/bandung-lautan-api-mitos-dan-sejarah dituliskan bahwa perintah mundur ini menyakiti para pejuang di lapangan. “Kami waktu itu sudah diajari oleh Jepang tentang politik bumi hangus. Dan kami tidak rela kembali dijajah. Jadi ketika kami mundur semua rumah dibakar oleh pemiliknya,” jelas Akhbar yang pada saat itu merupakan anggota Laskar Pemuda.

Bangunan pertama yang dibakar yaitu bangunan Indische Restaurant yang sekarang lokasinya sekitar Bank BRI jalan Asia-Afrika sekitar pukul 21.00 malam. Dilanjutkan dengan pembakaran gedung-gedung penting di sekitarnya termasuk juga rumah-rumah rakyat. Malam itu kobaran api memanaskan kota Bandung. Dari puncak bukit terlihat Bandung memerah. Dari Cimahi di barat sampai Ujung Berung di timur Bandung. Namun seberapa hangusnya kota Bandung, masih belum pasti. Di beberapa tulisan disebutkan gedung-gedung yang dibakar tidak begitu rusak dan masih bisa dipakai bahkan dijadikan tempat pertemuan penting serta konferensi internasional beberapa tahun kemudian (nenek saya yang mengungsi ke Pangalengan juga bercerita kalau sekembalinya dari pengungsian, rumahnya tidak terbakar sama sekali karena yang dibakar hanya rumah-rumah di pinggir jalan raya saja). Terjadi pula peledakan gudang mesiu milik sekutu di Dayeuh Kolot. Pelakunya Moh.Toha dan Ramdan dengan menggunakan granat tangan hingga mengakibatkan Ramdan tewas, namun entah dengan Moh.Toha, tewaskah atau menghilang. Sosok yang sebenarnya dari Moh.Toha pun masih diperdebatkan. Nama Moh.Toha kini diabadikan menjadi salah satu nama jalan dan tugu perjuangan di Bandung.

Nama ‘Bandung Lautan Api’ tentunya dikenal setelah peristiwa pembakaran kota Bandung. Ada yang menuliskan bahwa istilah Bandung Lautan Api berawal dari Rukana (Komandan Polisi Militer di Bandung) yang pada saat melakukan pertemuan tindakan ultimatum Inggris mengatakan “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api”. Tulisan lain menyebutkan bahwa istilah Bandung Lautan Api muncul saat tulisan Atje Bastaman dimuat di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Atje yang wartawan muda memberitakan peristiwa pembakaran kota dengan judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. (http://cingciripit.wordpress.com/2008/03/24/asal-usul-istilah-bandung-lautan-api/)

Peristiwa Bandung Lautan Api (BLA) dikenang Ismail Marzuki melalui lagu Halo-Halo Bandung. W.S.Rendra pun mengenang BLA lewat sajak yang berjudul ‘Sajak Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api’. Berikut sepenggal sajaknya ..

Bagaimana mungkin kita bernegara

Bila tidak mampu mempertahankan wilayahnya

Bagaimana mungkin kita berbangsa

Bila tidak mampu mempertahankan kepastian hidup bersama ? I

tulah sebabnya

Kami tidak ikhlas menyerahkan

Bandung kepada tentara Inggris dan akhirnya kami bumi hanguskan kota tercinta itu sehingga menjadi lautan api

Kini batinku kembali mengenang udara panas yang bergetar dan menggelombang, bau asap, bau keringat suara ledakan dipantulkan mega yang jingga, dan kaki langit berwarna kesumba.

Agar BLA tidak dilupakan dan tetap dikenang oleh masyarakat Bandung, maka dibuatlah stilasi atau monument BLA oleh Bandung Heritage dengan bantuan dari American Express. Stilasi ini berbentuk prisma segitiga, tinggi ± 50 cm, seperti monumen berukuran kecil. Di ketiga sisinya terdapat plakat jalur pengungsian BLA, teks lagu Halo-Halo Bandung, dan logo American Express. Bagian atas stilasi terdapat bunga patrakomala yang terbuat dari besi, karya seniman Sunaryo. Stilasi ini disebarkan di 10 titik di wilayah Bandung. Kesepuluh titik itu mewakili peristiwa-peristiwa penting di Bandung.

  1. Titik pertama adalah stilasi di jalan Dago tepatnya belokan Dago-Sultan Agung, depan bangunan Drikleur (Bank BTPN sekarang). Bangunan bekas kantor berita Domei ini dijadikan lokasi pembacaan teks proklamasi untuk pertama kalinya oleh rakyat Bandung.
  2. Titik ke-dua, stilasi di depan Bank Jabar Banten jalan Braga. Dulu adalah gedung DENIS Bank. Di atas gedung ini adalah tempat terjadinya perobekan bendera merah-putih-biru menjadi merah-putih oleh pemuda Bandung E.Karmas dan Moeljono.
  3. Titik ke-tiga, stilasi depan kantor Asuransi Jiwas Raya. Kantor yang dulu dikenal dengan nama NILMIJ ini sempat dijadikan markas resimen 8.
  4. Titik ke-empat, stilasi di Rumah tepatnya di jalan Simpang. Tempat perumusan dan diputuskannya pembumihangusan Bandung.
  5. Titik ke-lima, stilasi di jalan Kautamaan Istri, mengacu pada bangunan di sekitarnya yang sempat dijadikan gedung perkumpulan para pejuang dan menggambarkan kondisi Bandung yang sudah sangat gawat.
  6. Titik ke-enam, stilasi di jalan Dewi Sartika. Rumah yang ada di belakang stilasi ini adalah rumah sekaligus markas Kol.A.H.Nasution.
  7. Titik ke-tujuh, stilasi di pertigaan Lengkong Dalam-Lengkong Tengah. Merupakan pemukiman Belanda, wilayah yang dibombardir Inggris pada 6 Desember 1945.
  8. Titik ke-delapan, stilasi di jalan Jembatan Baru. Batas garis pertahanan pemuda pejuang saat Pertempuran Lengkong.
  9. Titik ke-sembilan, stilasi di kompleks SD Asmi. Bangunan ini adalah markas bagi pemuda pejuang sebelum Bandung Lautan Api.
  10. Titik ke-sepuluh, stilasi di jalan Moh.Toha depan gereja. Sebelumnya adalah gedung pemancar NIROM dimana berita kemerdekaan dan pembacaan teks proklamasi RI disebarkan ke seluruh dunia.

Dan berakhirlah acara ngaleut kami di Tugu Bandung Lautan Api di Tegallega. Untuk info lebih lengkap mengenai kegiatan ngaleut jalur BLA minggu lalu, bisa lihat tulisan teman saya di http://aleut.wordpress.com/ Ingin melihat bagaimana kondisi stilasi-stilasi itu sekarang? Boleh .. Lihat saja langsung ke titik-titik stilasi itu berada. Saya tidak akan bercerita bagaimana keadaannya, namun itulah cerminan masyarakat Bandung dalam menjaga dan menghargai sejarah kota tempat tinggalnya sendiri. Untuk jalur BLA ini, lebih nyaman bila menyusurinya dengan berjalan kaki atau bersepeda, pagi atau sore hari.

Halo, Halo warga kota Bandung …

Mari bung rebut kembali ….

Rebut kembali hijaunya, rebut kembali keasriannya, rebut kembali kecantikannya, rebut kembali ketertibannya, rembut kembali kenyamanannya .. ^^

Ref : Berbagai sumber (internet). He ..

3 Comments

  1. rgalung

    Kumaha yeuh kita urang Bandung,

    “Halo, Halo warga kota Bandung …
    Mari bung rebut kembali ….
    Rebut kembali hijaunya, rebut kembali keasriannya, rebut kembali kecantikannya, rebut kembali ketertibannya, rembut kembali kenyamanannya .. ^^”

    • komunitasaleut

      jadi malu sebagai warga Bandung.. tapi malu aja nggak cukup, mari kita lakukan yang nyata!

  2. ex sebelas

    Bandung sekarang telah melenceng jauh dari pakemnya…
    Ini terkait dengan bagaimana dan siapa yang memimpin Bandung..

    Birokrasi elite Politik, telah mendominasi hanya mementingkan Pencitraan, Gaya hidup semata..
    Sudah punah dari melihat sisi SEJARAH nya kota Bandung, yang banyak nilai HISTORIS nya…

    Bapakku salah satu saksi dan pelaku HISTORI pengosongan kota Bandung, untuk Long Marc menuju Jogjakarta, pun ikut prihatin melihat banyak sisi pengelola kota Bandung, yang hanya mengutamakan kepentingan” elit Birokrat saja…

    Sungguh” memprihatinkan.. tapi inilah faktanya..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑