Oleh : Ujanx Lukman

Sebuah pernyataan yang sering kita dengar dari para ibu-ibu shopaholic tentang tempat belanja yang berada disepanjang jalan tersebut.  Jalan ini mempunyai sebuah pasar yang katanya teramai se-Asia Tenggara, yaitu Pasar Baru dan jejeran toko-toko yang menjajakan segala kebutuhan. Lalu sesederhana itukah seorang Otista atau nama lengkapnya Oto Iskandar Dinata didalam perjuangan kemerdekaan Indonesia??

 

Oto Iskandar Dinata

 

Tokoh yang lahir di Bojongsoang pada tanggal 31 Maret 1887,  merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional. Dengan julukan “Si Jalak Harupat” yaitu ayam jago yang keras dan tajam kalau menghantam lawan, kencang dalam berkokok dan selalu menang kalu diadu. Oto Iskandar Dinata mengawali pendidikannya dari sekolah rendah (SD), HIS (Hollandsch Inlandsche School), HIK/(Hollandsch Inlandsche Kweekscholl (sekolah pendidikan calon guru) dan HKS/Hogere Kweekschool (sekolah guru tingkat atas) lalu menjadi guru dan aktif pada kegiatan sosial dan politik bahkan menjadi ketua berbagai organisasi seperti Paguyuban Pasundan, Badan Pembantu Prajurit Peta dan Heiho, wakil ketua Boedi Oetomo cabang Bandung, anggota BPUPKI, PPKI dan menjadi Mentri negara pada kabinet RI pertama, dll. Beliau juga pernah menjadi anggota Volksraad (DPR zaman Hindia Belanda) yang aktif menyuarakan keadilan dan mengkritisi pemerintah kolonial.

 

Untuk menyebarluaskan ide dan cita-cita perjuangan mencapai kemerdekaan, Oto memindahkan surat kabar Sipatahoenan dari Tasikmalaya ke Bandung (1931) agar lebih luas jangkauannya. Pada jaman pendudukan Jepang beliau juga mendirikan Badan Usaha Pasundan dan memimpin surat kabar Tjahaja.

 

Oto Iskandar Dinata memiliki sifat sederhana, jujur, cerdas berdaya inisiatif dan bijak ini tercermin dalam beberapa kegiatan seperti pada saat waktu senggang beliau sering beristirahat di saung ranggon dan memeriksa keadaan padi yang akan dipanen dengan turun langsung (bobolokot leutak) disawah miliknya  di Bojongsoang (Sjarif Amin atau Mohammad Koerdie; saumur jagong, 1983).

 

Olahraga kesukaan beliau adalah sepakbola, bahkan pernah menjadi ketua Persib bersama Suprodjo sebagai sekretaris. Walau sudah menjadi tokoh pergerakan hobi tersebut masih dijalaninya. Pada 16 Mei 1932 Otista berpartisipasi dalam pertandingan antar-veteranen. Elftal (kesebelasan) Otista berhadapan dengan elftal Husni Thamrin. Menurut Koerdie (orang kepercayaan Otista) beliau sosok yang rendah hati dimana ia tidak segan untuk menginap bersama dalam satu kamar penginapan yang sederhana dan penuh dengan nyamuk, serta mau mengunjungi ‘seniornya’ tanpa melihat latar belakang pilihan politik.

 

Sebagai seorang tokoh Nasional, beliau pasti mempunyai kharisma dan orator yang unggul. Pelukis BArli yang pernah menjadi kontributor Sipatahoenan mengabadikan Otista sedang berpidato penuh semangat dalam ongres Paguyuban Pasundan XXV, tahun 1940

 

Persatuan yang kami kehendaki boleh dibandingkan dengan jari tangan, kalau dipersatukan yang teguh, menjadi ‘Ketupat Bengkulu’!

 

Hadirin lalu bertepuk tangan riuh, suaranya bergemuruh tanda setuju pada ucapannya. Otista juga yang mempelopori pekik “Merdeka” dengan tangan kanan dikepal sebagai salam nasional.

 

Namun sangat disayangkan akhir hayat beliau sangat tragis, Otista diculik oleh Lasykar Hitam atas tuduhan sebagai mata-mata NICA pada 10 desember 1945. Sepuluh hari berselang Otista dibunuh di Pantai Mauk Tangerang, lalu tanggal 20 Desember disepakati sebagai hari wafat beliau. Latar belakang penculikan tersebut simpang siur karena pada saat itu aparat hukum yang menyelidiki ditolak oleh pengadilan. Namun berdasarkan kesaksian para terdakwa yang mengaku tidak tahu siapa Otista, mereka hanya dibekali informasi bahwa Otista adalah “mata-mata musuh yang menjual kota Bandung satu miliun” namun tidak jelas dalam bentuk rupiah atau gulden.Menurut penuturan yang harus diverifikasi, Otista merupakan salah seorang yang menerima dana titipan Jepang ketika sekutu tiba di Indonesia, mungkin inilah yang menjadi sumber tuduhan tersebut.

 

Monumen makam Otista

 

Karena keberadaan jasad beliau yang misterius, maka sebagai penghormatan terhadap beliau tahun 1952 Pemprov Jabar dan sejumlah tokoh perjuangan mengambil segumpal pasir Pantai Mauk untuk kemudian “dimakamkan” di Pasir Pahlawan Lembang.

 

Seorang tokoh nasional, asli Bandung yang jarang diekspos dan ditelusuri keberadaannya. Membuat kita sadar, kepada siapa idola kita saat ini ?? Justin Bieber, SM*SH, Agnes Monica, atau Ariel yang terekspos karena sensasi dan aksi.

 

Masih banyak tokoh nasional asli Bandung yang berjuang demi kemerdekaan yang kita nikmati saat ini, tetapi apakah kita mengenal atau mengetahuinya ?? itu yang harus dijawab dengan coba menelusuri kisah-kisah tersebut dari teman, orang tua atau tetangga kita, semoga dari kisah tersebut dapat mengambil pelajaran untuk kita terapkan dan teladani ..  Amin

 

 

Sumber : Teropong, Pikiran Rakyat tgl 24 Desember 2007