(waktunya) Membingkai Tak Hanya Keindahan

Oleh : Ayu ‘Kuke’ Wulandari

*catatan jalan-jalan di 16.05.2010 bersama Komunitas Aleut.. milik si anak yang tak pernah mendengarkan melainkan memotret..

ngaleut bersama Aleut

Keindahan memang layak diabadikan. Tapi apakah ketidakindahan yang juga merupakan bagian dari kenyataan hidup tak boleh dibingkai indah? Lalu dihadiahkan bagi mata-mata yang masih bisa melihat?

Mungkin saya belum sampai pada membingkai-tak-hanya-keindahan seluruh dunia. Tapi ada baiknya dimulai dengan membingkai-tak-hanya-keindahan yang dimiliki Bandung. Itu yang ingin saya dapatkan dari acara jalan-jalan ringan kali ini bersama Komunitas Aleut yang rajin ke sana-sini per minggu. Terlebih lagi garis besar rute yang akan dilalui sudah diberitahukan di awal. Hati kecil saya bilang, “Itu dia, Kuk!”

Cihampelas – Cipaganti – Wastukancana sama sekali bukan rute asing sepanjang hampir 14 tahun saya berdiam di Bandung, saya cukup sering wara-wiri dengan angkot atau berjalan kaki di jalan utamanya. Tapi akan jadi asyik kalau ditempuh melalui jalan yang tak banyak orang lain tahu kan? ^_^ Itu saya dapatkan!

Hati saya belum tergerak untuk jeprat-jepret sejak keberangkatan dari markas Aleut di Sumur Bandung. Bahkan ketika bertemu pohon Kihujan di Babakan Siliwangi yang menjadi obyek pertama bagi mayoritas kawan ngaleut. Pohon yang unik, tapi tak menggelitik ~_~ sampai akhirnya nada airnya Ci Kapundung menyapa lamat-lamat ketika rombongan kecil kami sampai di satu sisian Sabuga (Sasana Budaya Ganesha) ITB yang bersebelahan dengan sungai tersebut.

Selamat datang di kenyataan hidup!

sisian Ci Kapundung

Inilah salah satu wajah nyata Bandung yang tertutupi segala keinginan mengedepankan semua keindahan dan kenikmatan yang Bandung punya demi yang katanya memenuhi-nafas-dan-menghidupi-kota”.

Inilah salah satu wajah yang berusaha didempul terus ^_^ bukannya segera diselamatkan.

Berdasarkan apa yang saya baca di buku Wisata Bumi Cekungan Bandung, pada kisaran 60 tahun yang lalu air di sungai ini masihlah jernih, tak seperti yang bisa Anda lihat pada hasil bidikan saya. Masyarakat yang tinggal disekitarnya pada masa itu masih bisa memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan mandi dan mencuci. Tapi kini, siapa yang mau mandi dan mencuci di sana? Apalagi jika tahu inilah yang terdapat di satu sisian Ci Kapundung (lihat poto di bawah ini yaa..).

sisian Ci Kapundung

Mirisnya lagi, ketika Bang Ridwan sedang asyik memaparkan cerita di salah satu sisian gang yang kami lewati sebelum kembali ke jalan besar Cihampelas, terdengar suara “brak!!”. Ada seorang pria tak terlalu tua (kalau tak salah ingat) membuang sampah dengan manisnya tanpa merasa bersalah pada lajur nadinya Bumi. Mengenaskan! Sayang luput dari kamera mana pun.

Hemh, sampai kapan ya manusia terus menyakiti alam dan mengabaikan dengan penuh kesadaran??

Saya tak bisa membayangkan ini pun terjadi di belahan Bumi lain. Betapa alam jauh lebih tersiksa daripada saya di waktu-waktu rapuh.

Tapi jangan dikira ketika telah meninggalkan Ci Kapundung berarti tidak ada lagi ketidakindahan yang saya temukan. Masih ada. Wajah-wajah peninggalan bersejarah yang ditelantarkan dan/atau dihancurkan begitu mudahnya dengan mengatasnamakan ketidaktahuan juga (masih) memenuhi-nafas-dan-menghidupi-kota.

Apa saja?

Sebutlah pemandian Tjihampelas yang kini tertinggal puing-puing. Entah mau dibangun apa lagi di sana. Entah akan dikomersilkan sebagai apa. Padahal sumber air yang jernih murni masih mengalir bersaksikan Neptunus dan bocah-bocah sekitar yang main ke sana saban kali ada waktu. Tanpa takut. Tanpa cemas. Bahkan dijamin tanpa pengetahuan yang cukup tentang puing-puing itu. Hanya puing-puingkah yang layak diwariskan pada mereka??

puing Pemandian Tjihampelas

Belum lagi sederetan bangunan tua sepanjang rute yang dilalui. Ada yang masih berpenghuni, ada yang tidak. Ada yang masih terjaga keasliannya, ada yang tampak sudah disiapkan untuk dikomersilkan-dengan-segala-cara. Hemm, generasi muda hanya akan disiapkan dengan pemandangan komersil futuristik minimalis kah??

Beberapa Bangunan Menarik

Itu belum seberapa ^_^ temuan lainnya bahkan menurut saya jauh lebih menarik karena nyaris tergerus pembangunan demi pembangunan yang ada.

Tahukah Anda di himpitan gang kecil, terdapat satu pemakaman tua yang merekam apa yang perlahan terlupa?

Nama Pekuburan itu Tertutup Sangkar Burung

Dan yang satu ini.. ada seberapa banyak orang yang tahu masih ada sumber air bersih di sekitaran tengah kota?? Bisakah Anda menebak di mana lokasi sumur ini??

Sumur di Tengah Kota

Lalu pernahkah Anda tahu apa rasanya terjerat kabel sana-sini?? Maung ini sudah terlalu letih, bahkan untuk sekedar bertahan hidup sebagaimana yang dia inginkan.

Maung Terjerat

Keindahan memang layak diabadikan. Tapi ketidakindahan pun merupakan bagian dari kenyataan hidup yang semestinya dibingkai indah dengan harapan mampu membangunkan mata-mata yang terpejam dan dipejamkan, mampu mengetuk hati yang terlalu sibuk menepikan panggilan Bumi dan warisan waktu, mampu mengabarkan bahwa.. memang ada ketidakindahan yang menjadi jejak luka Bumi di balik segala keindahan yang terlalu sibuk dipaparkan.

Inilah hasil pembingkaian ketidakindahan saya kali ini. Kebetulan yang menjadi obyek adalah kota yang masih dilekati sebutan “Parijs van Java”. Suka tidak suka.. Bandung punya ini semua selain segala macam keindahan, kenikmatan, dan kenyamanan yang diserbu di setiap akhir pekannya.

Inilah saya yang membingkai-tak-hanya-keindahan. Semoga belum menjadi yang terakhir, karena ini sesungguhnya bukan kali yang pertama pula.

5 Comments

  1. Aisyah Azumi

    Kuke…tulisannya bagus ^,*…………samaaa…aku jg termasuk anak yg tidak suka mendengarkan…huehueheu…rada2 bandel gitu deh,,tp paling demen moto2……palagi ekspresi orang2 gitu,,,rencanana mow nulis jg ttg aleut kemaren cuman ampe skarang mood- gag daped2,,,jadilah PRnya gag dikerjain….skali lg kerenlah tulisannya,,,!!!

  2. Asep Suryana

    Hebat Ayu, dan potret “seni instalasi” yang ada maungnya bagus sekali sudah mewakili 1000 kata-kata. harimaunya seperti terjerat. Saya lupa memotret trotoar di Wastukancana depan rumah dinas Pangdam yg potnya gede-gede, sehingga trotoar sempit dan tidak nyaman seperti menyampaikan pesan “Jangan jalan di sini, ini rumah dinas Pangdam, keamanan beliau nomor satu, keamanan dan kenyamanan masyarakat …….duka teh teuing.

  3. SadnessSystem

    Wahwah,,, membacanya serasa menikmati lemon tea hangat di sore hari,,, hahaha

    • Aisyah Azumi

      plus gorengan…:D

  4. kuke

    *baru baca karena baru balik survey..

    waaaa.. terima kasih teh Ais, kang Asep n all u sadness system 😉
    terima kasih karena sudah menyukai tulisan ini heuheu..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑