Month: August 2023

Kisah Imhofftank di Bandung

Oleh: Aditya Wijaya

Pada tahun 1925 di Kota Bandung terbit sebuah desain baru untuk suatu sistem pembuangan dan drainase yang disusun oleh kepala insinyur H. Heetjans. Penerbitan desain ini berhubungan dengan sistem pipa sebelumnya di Bandung bagian selatan yang kondisinya memburuk, terutama akibat penduduk yang kurang memperhatikan aturan-aturan higienis. Saat itu dipikirkan perlunya suatu sistem pipa tertutup untuk saluran pembuangan tinja dan limbah rumah tangga lainnya. Untuk menekan biaya seminimal mungkin, diputuskan agar air hujan dibuang secara terpisah.

Dalam desain Heetjans itu ditekankan bahwa pembangunan sistem pembuangan baru berimplikasi pada perbaikan menyeluruh kampung-kampung. Biaya pembangunan ini memakan biaya sekitar 1 juta. Rencana pelaksanaan proyek ini akan berlangsung dalam waktu 15 tahun. Pada tahun 1926 proyek ini dimulai dan sejak saat itu ada lebih dari 100 hektar area yang telah dilengkapi dengan sistem pembuangan baru. Untuk saluran pembuangan umum dibuat pipa berbahan beton, sedangkan untuk sambungan rumah dibuat pipa dari tanah liat berlapis glasir (produk dari pabrik di Bandung). Di sisi selatan kota, air limbah dibawa ke saluran utama dan kemudian dialirkan ke tempat pengelolaan limbah. 

Pada tahun 1934 dibangun Imhofftank sebagai uji coba dan akan segera dioperasikan dengan harapan tidak perlu membangun instalasi penyaringan lanjutan. Air yang sudah disaring akan dialirkan ke kolam ikan atau sawah. Pada tahap ini proses penyaringan biologis akan terjadi.  

Uji coba Imhofftank dirancang setelah berkonsultasi dengan Laboratorium Pengolahan Air di Manggarai. Kepala laboratorium membuat perencanaan serangkaian uji coba dengan tangki baru ini. Laboratorium Baru dari Persatuan Kesehatan Hindia Belanda akan menyediakan sarana untuk keperluan itu. Hasil dari uji coba ini akan menunjukkan kondisi di mana proses pembusukan paling efektif terjadi dan berdasarkan hal itu akan dapat ditentukan bagaimana instalasi lebih lanjut akan dibangun.

Continue reading

Johan Luyke Roskott

Oleh: Aditya Wijaya

Belakangan ini saya sering mengunjungi Makam Pandu untuk melakukan inventarisasi makam-makam yang ada di sana. Kegiatan ini membuat saya harus blusukan ke seluruh area permakaman. Dalam satu kesempatan, saya menemukan sebuah nisan tua panjang yang begitu khas dan mengingatkan pada nisan-nisan yang ada di Museum Taman Prasasti, atau pada nisan-nisan yang terdapat di Makam Belanda Cisarua, Bogor.

Nisan ini bertuliskan bahasa Belanda dan mencantumkan tiga buah nama yang tersusun berurutan dari atas ke bawah:

  1. Mr. J. Luyke Roskott. Overl: 26 Nov 1914.
  2. Mevr. A. CH. Luyke Roskott, Geb: Raaff. Overl: 19 Dec 1937.
  3. Dr. Ir. Ing Rudolt Johan-Luyke Roskott. Geb: 16 Sep 1902. Overl: April 1978.

Sepanjang yang dapat saya ketahui, nisan panjang seperti ini tinggal satu-satunya saja yang tersisa di Makam Pandu. Saya juga sempat bertanya ke salah satu penjaga makam di Pandu, apakah ada nisan lain dengan bentuk seperti ini? Dia menjawab tidak ada, hanya itu saja.

Di masa lalu mungkin ada banyak nisan semacam ini, terutama ketika lokasi makam orang Eropa masih terletak di Kebonjahe sebelum dipindahkan ke Pandu. Beberapa tahun lalu, sebuah nisan panjang pernah ditemukan oleh rekan-rekan Komunitas Aleut di sebuah kampung dan saat itu sudah berubah fungsi menjadi papan cuci warga di sebuah kampung. Kembali ke nisan panjang Luyke Roskott. Saya coba telusuri dan menemukan potongan-potongan informasi, khususnya mengenai tokoh nomor tiga yaitu Johan Luyke Roskott. Berikut ini beberapa hal yang bisa saya sampaikan.

Johan ‘John’ Luyke Roskott (Aditya Wijaya)
Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑