Month: October 2020

Pengenalan Kawasan Perkebunan di Pangalengan

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh: Reza Khoerul Iman.

Momotoran merupakan salah satu kegiatan regular Komnuitas Aleut untuk mengobservasi sejarah suatu tempat. Pada tanggal 24 Oktober 2020, tim peserta pelatihan Aleut Program Development (APD) angkatan 2020 mendapat kesempatan pertama kalinya untuk momotoran ke kawasan Pangalengan. Tujuannya adalah untuk mengobservasi jejak-jejak perkebunan tempo dulu dan beberapa tokohnya.

Untuk Tim APD 2020, ini adalah pengalaman baru momotoran dengan total memakan waktu sekitar 13 jam. Namun, bagi sebagian angkatan lama, ini mungkin kegiatan momotoran yang sudah kesekian puluh kalinya mengunjungi kawasan Pangalengan. Meskipun telah sering kali momotoran, tetapi mereka selalu mendapat hal yang baru lagi dari setiap perjalanannya, karena itu tidak ada kata bosan dalam melakukannya.

Banyak hal yang didapat oleh Tim APD 2020 dari hasil momotoran ini. Bukan hanya sebatas kisah tentang K.A.R Bosscha serta perkebunannya, namun juga pelatihan untuk peka terhadap lingkungan sekitar. Skill berkomunikasi dan kemampuan berinisiatif setiap individu juga dilatih secara tidak langsung. Melalui program momotoran ini juga dilatih kemampuan secara kelompok, seperti kemampuan berkoordinasi dan mengorganisir suatu kelompok.  Terasa program momotoran di Komunitas Aleut ini sangat banyak sekali manfaatnya, baik untuk diri sendiri maupun untuk khalayak umum. Tapi ya, semua akan kembali kepada tujuan masing-masing, apakah orang tersebut ikut hanya untuk sekadar liburan mengisi kekosongan waktu, ataukah malah hanya sekadar untuk menemukan sang pujaan hati?

Di rumah Bosscha. Foto: Reza Khoerul Iman.

Pada pertemuan hari Kamis sebelumnya, terlihat semua kebutuhan dan keinginan masing-masing peserta telah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Pembagian tugas dalam momotoranpun sudah dipersiapkan, sampai setiap orang sudah ditentukan partnerperjalanannya untuk memenuhi kelancaran komunikasi dan keaktifan semua individu. Awalnya Pak Alex berpasangan dengan Madiha, begitu juga Pak Hepi berpasangan dengan Agnia, namun ketika bergabung dengan saya dan Annisa yang menunggu di Alun-alun Banjaran, terjadi perubahan komposisi. Ternyata ini bertujuan untuk melatih komunikasi sesama anggota baru.

Continue reading

Momotoran Nyaba ka Pangalengan: Bosscha dan Makamnya.

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh : Wildan Aji

‘t Oude moedertje zat bevend

Op het telegraafkantoor

Vriend’lijk sprak de ambt’naar

Juffrouw, aanstonds geeft Bandoeng gehoor

Trillend op haar stramme benen

Greep zij naar de microfoon

En toen hoorde zij, o wonder

Zacht de stem van hare zoon

(Potongan lirik lagu “Hallo Bandoeng” – Wieteke van Dort)

Sebelum mengikuti kegiatan momotoran ke kawasan perkebunan teh di Pangalengan pada hari Sabtu pagi lalu, saya mendengarkan sebuah lagu berjudul “Hallo Bandoeng” yang dinyanyikan oleh Wieteke van Dort. Lagu ini rasanya cocok sekali untuk menemani perjalananku kali ini bersama rombongan Komunitas Aleut. Rasanya seperti akan kembali melihat masa lalu Bandung dan kawasan sekitarnya.

Anggota rombongan yang berangkat ada 14 orang menggunakan 8 motor yang berangkat dari sekretariat Komunitas Aleut di Jalan Pasirluyu Hilir, Buah Batu. Ketika waktu menunjukkan pukul 11.30, kami tiba di kawasan Perkebunan Teh Malabar, setelah sebelumnya mampir dulu ke bekas perkebunan kina di Cinyuruan, Kertamanah, dan ke Pusat Penelitian Teh & Kina di Chinchona, Cibeureum.

Perkebunanan Teh Malabar tentunya sudah tidak asing lagi sebagai tempat wisata. Perkebunan ini bisa dibilang paling terkenal dan merupakan salah satu penghasil teh terbesar di dunia pada masanya dengan kapasitas produksi mencapai 1.200.000 kg/tahun. Sejak era Hindia Belanda produksi teh dari Perkebunan Malabar sangat terkenal dan produksinya dijual di pasar Eropa. Produksi teh hitam menggunakan metode orthodox dan hanya memakai tiga pucuk terbaik. Dengan metode ini proses pengolahan teh tidak dicacah namun digiling sehingga dapat menghasilkan citarasa teh yang lebih nikmat mengalahkan kualitas teh dari Tiongkok dan Srilanka yang saat itu juga menguasai pasar Eropa. Hingga saat ini Perkebunan Teh Malabar masih beroperasi dan konsisten menghasilkan teh dengan kualitas ekspor. Untuk proses pemasarannya, 90% produksi perkebunan teh ini untuk ekspor dan hanya 10% yang dipasarkan di dalam negeri.

Continue reading

Banyak Hal yang Tidak Kuketahui tentang Pangalengan

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh : Madihatur Rabiah

Sekilas terdengar suara melewati gendang telingaku :

Biippp….biipp…biip….

Alarm telah membangunkanku dari peristirahatan semalam …..

Oh, haii.. Kenalin aku adalah anak Jakarta yang bermigrasi sementara waktu ke Bandung dalam keperluan perkuliahan. dan baru-baru ini mengenal satu komunitas yang sedikit banyaknya memiliki peran sumbangsih bagi Kota Bandung dalam meyadarkan betapa pentingnya melihat dan mengetahui lebih dalam sejarah dari suatu tempat dan lingkungan sekitar.  Tak banyak hal yang kutahui tentang Bandung karena aku masih baru saja mengenal Kota Kembang ini. Saat  aku mengenal Komunitas Aleut, sehentak kubertanya pada diri ini, dan sempat terbersit sebuah lirik lagu:

“Open your eyes “

“Open your eyes”

“Open your eyes, look up to the sky and see ………”

Kata-kata dari lagu Bohemian Rhapsody – Queen itu terngiang dalam benak dan menyadarkanku bahwa ternyata banyak hal yang belum kuketahui dalam kehidupan ini. Ditambah lagi aku yang baru sedikit saja mengenal Bandung. Semenjak mengikuti program momotoran ke Pangalengan-Ciwidey bersama Komunitas Aleut kemarin, aku baru merasakan memotoran keliling salah satu daerah terkenal di Bandug ini, dan mendapatkan banyak hal dari sana.

Sabtu pagi, 24 oktober 2020, perjalanan ke Pangalengan melewati banyak tempat yang baru kukenal, di antaranya, Banjaran –Kertamanah – Pangalengan – Malabar – Pasir Malang – Cileunca – Gambung – Ciwdey – Buahbatu.

Continue reading

Momotoran Bandung-Pangalengan-Ciwidey-Bandung

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh: Farly Mochamad

Sabtu pagi ini, saya ikut rombongan Komunitas Aleut yang mengadakan Ngaleut Momotoran sebagai bagian dari Kelas Menulis untuk para peserta Aleut Program Development (APD) Angkatan 2020. Yang menjadi tujuan adalah kawasan Pangalengan dan Ciwidey.

Pagi-pagi sekali seluruh peserta sudah berkumpul di Sekretariat Aleut di Jalan Pasirluyu. Yang berangkat dari sini ada dua belas orang menggunakan enam motor. Nanti di Banjaran, akan bergabung dua rekan lagi dari Cilampeni dan Ciwidey. Sebelum berangkat, ada briefing dulu, berbagi tugas dalam perjalanan. Jadi, nanti akan ada leader sebagai penunjuk jalan, dan sweeper, yang paling belakang, sebagai pemantau rombongan agar tidak terpencar selama perjalanan. Sementara di bagian tengah, rombongan diberikan nomor urut agar dapat selalu memantau rekan di depan atau di belakangnya sesuai nomor urut.

Di Banjaran, formasi sedikit berubah sesuai dengan arahan sebelumnya, karena ada dua motor yang akan bermasalah bila berboncengan di jalanan menanjak atau rusak.

Kawasan Pangalengan di Bandung Selatan termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung. Kawasan ini sudah sejak lama dikenal karena keindahan alamnya. Jaraknya dari Bandung lebih kurang 47 kilometer dan lebih dari setengahnya merupakan jalur jalan di kawasan pergunungan.

Secara umum Pangalengan dikenal sebagai kawasan perkebunan, pertanian, dan peternakan. Semuanya sudah berlangsung sejak zaman Hindia Belanda. Perkebunan di wilayah Pangalengan sekarang dikelola oleh pemerintah melalui PTPN VIII, sedangkan hasil peternakan, di antaranya, susu, dikelola oleh Koperasi Peternakan Bandung Selatan Pangalengan (KPBS).

Sejak pertemuan hari Kamis sebelumnya, kami sudah dibekali agar nanti di sepanjang perjalanan tidak hanya mengonsumsi pemandangan saja, tapi juga harus mencari berbagai informasi dan pengalaman yang nantinya dapat kami bagikan lagi kepada orang-orang lain. Jadi, perjalanan ini bukan perjalanan wisata, melainkan bagian dari pembelajaran, apalagi setiap peserta diberi tugas membuat tulisan dengan tema berbeda-beda.

Dalam perjalanan kami sempat berhenti sebentar untuk menyimak beberapa informasi tentang arah dan keberadaan dua kompleks gunung yang pagi itu terlihat cukup jelas. Tampak indah dari tempat kami berhenti. Di sebelah kanan jalan ada Gunung Tilu dan di sebelah kiri jalan adalah Gunung Malabar. Dijelaskan juga wilayah-wilayah yang ada di balik kedua gunung itu. Katanya buat panduan untuk mengenal arah bila kapan-kapan nyasar dalam perjalanan.

Continue reading

Bosscha dan Perkebunan Teh Malabar dalam Aleut Program Development, 2020.

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh: Annisa Almunfahannah

Oke, jadi ngebolang kali ini aku lakukan bersama dengan komunitas Aleut dengan judul Momotoran

Perjalanan kami dimulai dari Alun-Alun Banjaran sebagai titik pertemuan aku dengan teman-teman lain yang berangkat dari Rumah Aleut di Pasirluyu Hilir, Bandung. Mungkin teman-teman lain sudah menulis catatan bahwa kegiatan momotoran ini adalah bagian dari Kelas Menulis untuk para peserta Aleut Program Development (APD) 2020. Dalam kegiatan momotoran ini semua peserta mendapatkan tugas untuk membuat tulisan dengan tema yang berbeda-beda. Tugas saya menulis apa? Nah, simak saja ceritanya.

Gerbang Perkebunan Malabar. Foto: Aleut.

Singkat cerita, kami tiba di pintu gerbang Perkebunan Teh Malabar yang kini dikelola oleh PTP Nusantara VIII. Sebelumnya, kami sempat mampir dulu ke warung nasi terdekat untuk membeli bekal makan siang yang akan dimakan nanti dalam perjalanan.

Menurut artikel yang pernah aku baca, Perkebunan Teh Malabar adalah perkebunan terbesar ketiga di dunia. Setiap harinya perkebunan ini dapat menghasilkan hingga 60.000 kilogram pucuk teh dan hampir 90% dari hasil produksinya menjadi komoditas ekspor. Perkebunan ini dibuka oleh seorang Preangerplanter bernama Kerkhoven, yang kemudian mengangkat sepupunya, yaitu Karel Albert Rudolf Bosscha untuk menjadi administratur dan mengelola perkebunan tersebut. Beliau menjabat sebagai administratur selama 32 tahun sebelum wafat akibat tetanus setelah terjatuh dari kuda yang ditungganginya.

Tidak jauh dari pintu gerbang, kita bisa melihat pohon-pohon tinggi menjulang dengan batang yang terlihat sudah sangat tua. Pepohonan itu tampak mencolok di antara hamparan tanaman teh sekitarnya. Tempat itu disebut leuleweungan,yang dalam bahasa Indonesia berarti hutan-hutanan, karena memang tempat ini terlihat seperti hutan kecil dengan berbagai vegetasinya. Di sinilah tempat peristirahatan terakhir K.A.R. Bosscha. Pusara Bosscha berbentuk pilar-pilar melingkar yang terbuat dari marmer dan tiang tinggi serta kubah yang menaungi makam di bawahnya. Menurut cerita, pada masa hidupnya, Ru Bosscha senang menghabiskan waktu untuk bersantai di tempat ini, dan beliau pernah berpesan agar dimakamkan di tempat ini bila wafat nanti.

Continue reading

Ngobrol Santai bareng Junghuhn dan Alfred Cup di Cinyiruan

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh Rieky Nurhartanto

Sangat senang rasanya bisa kembali menulis walaupun beberapa tulisan yang lain belum selesai wkwkwk. Pengalaman yang sangat berharga, bisa mengenal lebih jauh tokoh luar biasa dan pohon kinanya. Perjalanan ini memang bukan yang pertama bagi saya, karena sebelumnya saya sudah pernah mengunjungi kawasan tersebut. Semakin berharga lagi sehari sebelum perjalanan ini adalah hari yang sangat spesial bagi saya.

Di sini saya menulis petualangan bersama Komunitas Aleut, tapi dengan sedikit perbedaan, karena kali ini hampir semua pesertanya adalah kawan-kawan baru. Oh iya, belakangan ini Komunitas Aleut mengadakan sebuah kegiatan pelatihan untuk umum, yaitu Aleut Program Development (APD). Dalam kegiatan ini Aleut menyelenggarakan berbagai kegiatan secara intensif dengan tujuan pembelajaran dalam berbagai bidang umum yang ditujukan untuk angkatan atau generasi muda. Saya pribadi sih sangat senang sekali dengan program tersebut karena bisa belajar, sambil bertemu, dan mempunyai sahabat-sahabat baru.

Kegiatan momotoran ke Pangalengan ini sebenarnya merupakan sambungan dari hari Kamis sebelumnya, yaitu Kelas Menulis. Kata Bang Ridwan, pada hari Sabtu tanggal 24 Oktober 2020, kami (para peserta APD 20) akan Ngaleut Momotoran ke wilayah Pangalengan-Ciwidey dengan masing-masing peserta mendapatkan tugas penulisan dengan tema yang berbeda-beda. Saya langsung merasa sangat senang sekali karena bisa kembali ke daerah favorit tempat saya niis, yaitu Pangalengan hehehe.

Oh iya, sebenernya pada hari Jumat-nya saya sudah merencanakan ingin membawa motor sendiri ke Pangalengan nanti, karena bagi saya lebih baik membonceng daripada dibonceng hahahahah. Biasanya kalo dibonceng lama-lama akan pegal pantat dan pegal pinggang juga, apalagi kalo dibonceng pake motor Beat wkwkwk. Saya sudah merencanakan akan membawa motor sepupu saya, karena saat ini kondisi motor saya kurang baik, kapas gandanya harus diganti dan akan terlalu riskan kalo tetap memaksakan memakainya. Tapi ternyata motor ternyata sepupu akan dipakai juga besok hari untuk bepergian bersama teman-temannya, tidak jadi deh membawa motor sepupu saya.

Saya segera saja memberitahu teman-teman di grup whatsapp bahwa besok saya tidak jadi membawa motor sendiri.  Agak sedikit sedih sih sebenarnya, tapi ya mau bagaimana lagi, untung saja dalam daftar pembawa motor besok ternyata masih cukup untuk membawa saya walaupun harus dibonceng.

Pada hari Sabtu, kami yang akan mengikuti Ngaleut Momotoran ke Pangalengan-Ciwidey diharuskan datang tepat waktu ke Rumah Aleut di Pasirluyu Hilir, yaitu pukul 07.00  teng. Saya bangun pukul setengah 6 pagi. Sebelum mandi, saya mempersiapkan dulu air panas yang akan dibawa dalam termos untuk bekal di perjalanan. Lumayan bisa untuk bikin kopi nanti di perjalanan. Bekal makanan saya persiapkan juga untuk makan siang nanti.

Setelah semuanya siap, kami diberi brefing singkat oleh Bang Ridwan dan Teh Rani tentang hal-hal teknis yang harus diperhatikan selama perjalanan nanti. Oh iya, sebenarnya ada dua kawan lain yang tidak ikut berkumpul di Rumah Aleut pagi itu, yaitu Reza dan Annisa, karena tempat tinggalnya masing-masing di Cilampeni dan di Ciwidey. Bang Ridwan menyuruh mereka untuk menunggu saja di kawasan Alun-Alun Banjaran.

Setelah semuanya siap, saya berpamitan kepada Ibu dan berangkat ke Rumah Aleut. Ternyata sudah ada beberapa kawan yang duduk-duduk di depan teras, di antaranya Adit dan Farly, sedangkan di dalam sudah ada Teh Rani dan Inas sedang sarapan, Oh iya seperti yang sudah saya sebutkan dalam tulisan saya yang pertama, Teh Rani ini adalah salah satu koordinator Aleut, sama seperti kang Ervan, yang kebetulan hari ini tidak bisa ikut momotoran. Bosan kali ya? Karena seminggu sebelumnya pun Komunitas Aleut baru saja mengadakan perjalanan ke Pangalengan hahahah.

Continue reading

Namanya, Bosscha.

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh: Inas Qori Aina

Setiap kali mendengar nama Bosscha, yang terlintas di pikiran saya hanyalah peneropongan bintang atau observatorium yang terletak di kawasan Lembang. Hari ini saya mengetahui bahwa Bosscha lebih dari sekadar nama itu, melainkan nama sosok yang punya cukup banyak peran bagi kemajuan Kota Bandung dan tanah Priangan.

Begini kisahnya:

Nama lengkapnya Karel Albert Rudolf Bosscha. Laki-laki kelahiran s-Gravenhage (Den Haag), 15 Mei 1865 ini merupakan anak terakhir dari enam bersaudara. Ayahnya Prof. Dr. J. Bosscha, seorang fisikawan Belanda yang kemudian menjadi direktur Sekolah Tinggi Teknik Delft. Ibunya bernama Paulina Emilia Kerkhoven, putri seorang pemilik salah satu perkebunan teh tertua di Jawa. Trah Kerkhoven inilah yang nantinya membawa Bosscha sampai di tanah Priangan.

Ke Hindia Belanda

Bosscha sempat mengenyam pendidikan dengan berkuliah Teknik Sipil di Politeknik Delft. Pada suatu waktu, Bosscha berselisih dengan dosennya hingga akhirnya Bosscha memilih untuk meninggalkan pendidikannya. Tahun 1887 ia memutuskan untuk pergi ke Hindia Belanda, usianya saat itu baru 22 tahun. Ia hendak ke perkebunan teh di Sinagar Sukabumi milik pamannya, Eduard Julius Kerkhoven. Di sinilah awal Bosscha mempelajari teknik  budidaya teh.

Sesampainya di Hindia Belanda, Bosscha tidak lantas menjadi pengusaha perkebunan. Ia sempat pergi menyusul salah satu kakaknya yaitu dr. Jan Bosscha yang bekerja sebagai ahli geologi di Kalimantan. Beberapa tahun Bosscha bersama kakaknya melakukan eksplorasi penambangan emas di Sambas Kecil. Namun pada tahun 1892 Bosscha kembali lagi ke pamannya di Sinagar.

Jan Bosscha di Sambas, Kalimantan Barat. Foto: KITLV.

Mengelola Perkebunan Malabar

Continue reading

Sensasi Ngaleut Momotoran Pertamaku

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh Agnia Prilika Riyanto

Apa yang terlintas dibenak teman-teman ketika pertama kali mendengar kata momotoran?

Mungkin kata momotoran yang satu ini bisa merujuk pada kata touring, yaitu ketika kita melakukan perjalanan bersama secara beriringan, menjelajah, dan menyusuri kota yang relatif cukup jauh menggunakan kendaraan beroda dua (sepeda motor). Bagi sebagian orang, aktivitas momotoran ini bisa menimbulkan beragam persepsi dan imajinasi, baik itu dari segi kebermanfaatan, keselamatan, dan atau hanya untuk sekadar bersenang-senang.

Bagaimana denganku? Mengapa aku sangat tertarik mendengar kata momotoran yang akan diadakan oleh komunitas Aleut?

Bukanlah yang pertama bagi komunitas Aleut mengadakan kegiatan momotoran, namun ini menjadi kali pertama bagiku dan teman-teman tim APD (Aleut Program Development) angkatan 2020 untuk melaksanakan kegiatan lapangan pertama bersama dengan menjelajahi kawasan Pangalengan – Ciwidey.

Sabtu, 24 Oktober 2020, akhirnya aku bisa menghabiskan waktuku bersama teman-teman baru, menikmati dunia luar dan merasakan sensasi momotoran ala Komunitas Aleut. Sebenarnya kegiatan ini tidak jauh berbeda dengan definisi momotoran pada umumnya seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Hanya saja momotoran ala komunitas Aleut ini memiliki ciri khas tersendiri serta selalu meninggalkan kesan dan pesan berharga bagi siapapun yang mengikutinya. Jika kamu penasaran ayo bergabung bersama Komunitas Aleut 😀

Dua hari sebelum hari keberangkatan, aku meminta izin dan meyakinkan kedua orang tuaku, bahkan bisa dibilang ke hampir seluruh anggota keluarga. Wajar saja, aku hanyalah anak rumahan yang jarang bermain jauh, sekalipun bermain jauh itu adalah kegiatan darmawisata sekolah ataupun acara-acara tertentu. Hfftt membosankan sekali. Tapi apa daya.., aku juga tak bisa memaksakan diri dan menyalahkan keadaan serta sikap orang tuaku yang kadang seakan-akan terlihat mengekang/protektif, namun sebenarnya tidak sama sekali. Aku sangat paham betul mengapa mereka begitu. Merupakan hal yang wajar bagi orang tua apabila timbul rasa khawatir dan cemas pada anaknya, apalagi jika anaknya perempuan dan sudah beranjak dewasa. Ditambah kondisi saat itu yang mungkin menurut mereka tidak memungkinkan untuk aku tetap pergi adalah karena sedang musim hujan, pandemi Covid-19, dan melihat aktivitas keseharianku yang selalu begadang.

Setelah aku menjelaskan kegiatan momotoran Aleut ini secara detail dan mencurahkan segala isi hati dan perasaan menggebu serta keinginan kuat untuk mengikuti Ngaleut, akhirnya aku mendapatkan izin dan doa restu dari kedua orang tua dan keluargaku dengan segala pertimbangan yang ada. Hehe. Berhubung tempat ngaleut momotorannya juga tidak terlalu jauh dan masih berada di satu kota tempat kelahiranku. Yups! ngaleut momotoran kali ini masih berada di sekitaran wilayah Bandung, lebih tepatnya di kawasan Pangalengan – Ciwidey. Sekitar pukul 07.00 pagi aku sudah berada di Sekretariat Aleut, begitupun teman-teman APD lainnya. Adapun 2 teman kami yang berasal dari Ciwidey dan Cilampeni (Reza dan teh Annisa) diinstruksikan untuk menunggu di Kamasan, dekat Alun-Alun Banjaran agar tidak mutar balik lagi.  Setelah semua anggota berkumpul di sekretariat, kami sempat mengadakan briefing terlebih dahulu sebelum keberangkatan untuk mengecek kembali barang-barang apa saja yang dibutuhkan, menentukan partner naik motor, dan urutan momotoran ketika di perjalanan. Terhitung ada 8 motor dengan total 14 orang yang siap berangkat menuju tempat yang dituju.

Continue reading

Asyiknya Ngaliwet Bersama Komunitas Aleut

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh: Aditya Wijaya.

Bunyi alarm membangunkan saya dari tidur lelap setelah melakukan perjalanan momotoran Pangalengan-Ciwidey kemarin bersama Komunitas Aleut. Saya bersiap untuk memacu kendaraan menuju sekretariat Aleut di Pasirluyu Hilir. Cuaca Bandung pagi hari seperti biasa dingin dan berawan. Sesampainya di sekretariat Aleut pukul 09.00 pagi, kami para peserta APD (Aleut Program Development) 2020, dengan ditemani teh Rani, bang Ridwan, dan pak Hevi, bersiap untuk melaksanakan kegiatan ngaliwet yang akan diliput oleh sebuah kanal televisi dari Jakarta.

Sambil menunggu teman-teman yang lain datang, teh Rani mebawa secercah harapan karena membeli sebungkus gorengan hangat yang memang cocok disajikan pada pagi hari. Hari semakin siang, satu persatu teman-teman berdatangan dan mulai terlihat kesibukan untuk mempersiapkan liwetan yang akan disajikan nanti. Kejadian yang membuat sedikit cemas adalah ketika teh Rani menyadari bahwa tahu dan oncom yang baru dibelinya di pasar tidak ada. Bergegaslah teh Rani dan pak Hevi menuju pasar untuk menjemput tahu dan oncom yang hilang.

Reza yang tinggal di Ciwidey pun datang membawa banyak jenis lalab yang sudah mulai jarang ditemui di pasar-pasar kota Bandung, mulai dari takokak, jotang, antanan, selada air, daun mint, dan kemangi. Tak lengkap rasanya bila ngaliwet tanpa lalab dan sambal. Soal lalab, saya sebetulnya merasa asing dengan nama-nama lalaban tersebut, karena memang sudah jarang ditemui di restoran atau warung makan biasa.

Dapur sekretariat Aleut menjadi sangat sibuk oleh teman-teman yang mempersiapkan bahan-bahan liwetan. Tugas pertama saya adalah memotong kangkung bersama pak Hevi, Ricky, Reza, dan Farly. Sementara itu, Agnia dan Madiha mempersiapkan tempe yang akan digoreng serta dibacem. Berikutnya, saya lanjutkan dengan memotong bawang merah dan bawang putih. Begini ternyata rasanya memasak, menyenangkan, ucap saya dalam hati. Setelah itu saya menggoreng tahu dan tempe, sementara Lisa menggoreng teri dan asin.

Continue reading

“Vervoloog Malabar: Riwayatmu Kini”

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh: Deuis Raniarti.

Karel Albert Rudolf Bosscha datang ke Pulau Jawa pada tahun 1887. Awalnya ia datang untuk membantu pamannya, Kerkhoven, mengelola perkebunan Sinagar, namun pada akhirnya ia mengelola perkebunan miliknya sendiri di Pangalengan. Setelah menuai kesuksesan, Bosscha dikenal sebagai orang yang sangat dermawan. Berbagai sumbangannya terus dikenang dan manfaatnya bisa dirasakan hingga sekarang. Salah satu jasanya dalam bidang pendidikan adalah pendirian Vervoloog Malabar, yaitu sekolah untuk kaum pribumi, khususnya anak para pekerja perkebunan Malabar. Sekolah ini didirikan di tengah Perkebunan Teh Malabar pada tahun 1901.

(Vervoloog Malabar. Sumber: Tropenmuseum)

Pada hari Sabtu lalu, 24 Oktober 2020, saya dan beberapa kawan dari Komunitas Aleut momotoran ke Pangalengan hingga Ciwidey, momotoran ini adalah kelanjutan dari kegiatan “Belajar Menulis”. Seluruh peserta diberi tugas membuat catatan dan liputan tentang berbagai hal yang ditemui dalam perjalanan, seperti sejarah kina dan Kebun Cinyiruan, Kebun Teh di Malabar dan Pasirmalang, tokoh-tokoh seperti KAR Bosscha atau FW Junghuhn, sampai ke pengenalan kawasan-kawasan perkebunan di sekitar Pangalengan-Ciwidey. Dalam tulisan ini saya akan menceritakan pengalaman saya ketika berkunjung ke Vervoloog Malabar.

Continue reading

Upaya-upaya Penanggulangan Wabah

Ditulis oleh Fathonil Aziz

Definisi Wabah

     Menurut Permenkes nomor 1501 tahun 2010, wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

     Menurut Center of Disease Control and Prevention (CDC), wabah atau epidemi adalah penambahan mendadak jumlah kasus suatu penyakit melebihi nilai yang diharapkan yang terjadi pada suatu populasi di suatu kawasan. Epidemi terjadi ketika agen dan penjamu yang cocok muncul pada angka yang cukup. Secara lebih mendalam, epidemi terjadi karena berbagai faktor, antara lain:

  1. Peningkatan jumlah atau virulensi dari agen
  2. Pengenalan agen baru, yang sebelumnya belum pernah terjadi
  3. Cara penularan yang semakin beragam
  4. Perubahan kerentanan faktor penjamu

     Sporadik adalah suatu keadaan dimana masalah kesehatan (umumnya penyakit)  yang ada di suatu wilayah tertentu frekuensinya berubah-ubah menurut perubahan waktu. Sedangkan endemik memiliki arti suatu masalah kesehatan secara konstan dan terus menerus muncul di suatu wilayah.

     Pandemi merupakan kasus epidemi yang telah menyebar dan terjadi di seluruh negara di dunia. Pandemi merupakan suatu kondisi serius dan mendapat penanganan khusus dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization.

     Menurut Center of Disease Control and Prevention (CDC), wabah atau epidemi adalah penambahan mendadak jumlah kasus suatu penyakit melebihi nilai yang diharapkan yang terjadi pada suatu populasi di suatu kawasan. Epidemi terjadi ketika agen dan penjamu yang cocok muncul pada angka yang cukup. Secara lebih mendalam, epidemi terjadi karena berbagai faktor, antara lain:

Pola Penyebaran Wabah

     Wabah atau epidemi dikelompokkan menurut cara penyebaran dan sumber penyebarannya dalam suatu populasi. Wabah dikelompokkan menjadi 3 jenis penyebab utama, yaitu:

  • Sumber umum
    • Titik
    • Berkelanjutan
    • Berselang
  • Diperbanyak
  • Campuran
  • Lain-lain

     Wabah dengan sumber umum adalah wabah dimana sekelompok orang terpapar agen infeksi atau racun dari sumber yang sama. Jika kelompok terpapar dalam waktu yang relatif singkat, sehingga setiap orang yang sakit melakukannya dalam satu masa inkubasi, maka wabah sumber umum selanjutnya diklasifikasikan sebagai wabah sumber titik.

     Wabah yang diperbanyak adalah wabah yang menyebar dan menular dari satu orang ke orang lain. Penularan dapat terjadi secara langsung, melalui alat, maupun melalui vektor. Pada jenis wabah ini kasus terjadi lebih dari 1 masa inkubasi. Pada epidemi ini kasus akan berkurang dalam jangka waktu beberapa generasi, baik karena jumlah orang yang rentan menurun atau akibat tindakan intervensi yang efektif.

     Beberapa bentuk wabah memiliki karakteristik wabah sumben umum dan wabah yang diperbanyak. Oleh karenanya wabah jenis ini disebut sebagai wabah campuran. Salah satu jenisnya adalah kasus Shigellosis yang mengenai 3000 perempuan yang menghadiri sebuah konser musik. Gejala baru muncul saat mereka sudah kembali ke rumah. Beberapa hari kemudian dilaporkan kasus ini meledak di sebuah area di Amerika Serikat.

Sumber Wabah

     Wabah terjadi akibat adanya sumber yang disebut sebagai agen. Agen ini akan menumpangi tubuh dari inang, dan bila telah mencapai jumlah optimum dapat menyebabkan gejala penyakit inang. Wabah dapat berbagai sumber, antara lain:

  • Zoonosis

Zoonosis merupakan penyakit yang sumber penularannya berasal dari hewan. Hewan menjadi inang sebuah agen dan kemudian menularkannya ke manusia. Hewan yang paling sering menjadi media perantara penyebaran wabah yaitu mamalia. Beberapa penyakit yang termasuk dalam zoonosis adalah flu burung (H5N1), flu babi (H1N1), SARS-Covid19, leptopspirosis, dll.

  • Keracunan Makanan

Makanan menjadi salah satu media penularan penyakit. Ini dikarenakan makanan merupakan benda yang paling mudah masuk ke dalam tubuh manusia. Makanan telah lama dikenal sebagai sumber sebuah penyakit. Sebuah pepatah Cina Kuno mengatakan, ”kamu adalah apa yang kamu makan”. Makanan yang tidak diolah dengan baik dapat menjadi sumber penyakit. Makanan yang sudah melewati masa kadaluwarsa juga menjadi racun bagi tubuh manusia. Penyakit yang ditularkan melalui makanan antara lain hepatitis A, demam tifoid, keracunan makanan, shigellosis, dll.

  • Penyakit Menular Seksual

Perilaku seksualitas telah lama menjadi salah satu proses penyebaran penyakit. Hal ini diakibatkan terjadinya interaksi lapisan mukosa antara 2 individu yang berbeda. Perilaku seksual dengan banyak orang menjadi hal yang sangat berisiko. Banyak penyakit telah lama dikenal ditularkan melalui hubungan seksual, antara lain HIV-AIDS, sifilis, gonorea, kutu kelamin, dll.

  • Wabah Nosokomial

Nosokomial diartikan sebagai segala penyakit yang ditularkan melalui rumah sakit. Rumah sakit sebagai tempat perawatan orang-orang yang memiliki penyakit menjadi tempat yang sangat rawan penularan sebuah wabah penyakit.

  • Wabah Airborne

Udara dikenal sebagai salah satu media penularan wabah penyakit yang paling mudah dan dapat menyebabkan tingkat pesakitan yang tinggi. Hal ini karena semua manusia menghirup udara sebagai upaya untuk bernapas dan mempertahankan hidupnya. Biasanya penyakit yang disebarkan melalui udara memiliki partikel yang sangat kecil.

Tahapan Wabah & Cara Pengendaliannya

     Wabah yang merupakan sebuah fenomena medis dan sosial, membutuhkan pendekatan sosial dalam proses penanganannya. Ancaman penyakit menular baru biasanya dimulai secara lokal, sehingga pemahaman dinamika penyakit menjadi kunci penting dalam usaha pemberantasan wabah penyakit. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyebaran yang lebih luas antarmanusia. Dinamika wabah penyakit terjadi dalam 4 tahap.

     Tahapan pertama dari sebuah wabah adalah pengenalan atau kemunculan wabah pada suatu komunitas. Tahapan kedua adalah penularan wabah secara lokal. Pada tahap ini terjadi penyebaran patogen. Tahapan ketiga adalah perluasan wabah ke komunitas yang lebih luas. Wabah mulai menular dari manusia ke manusia dalam skala yang luas. Pada tahap ini wabah dapat meluas hingga ke tingkat pandemi. Tahap keempat yang merupakan tahap akhir, terjadi penurunan tingkat penularan. Hal ini terjadi akibat tingkat penularan manusia ke manusia semakin menurun akibat peningkatan kekebalan tubuh pada sebuah komunitas maupun intervensi yang cukup gencar.

     Tahapan wabah tersebut menjadi kunci dalam penanganan wabah sehingga setiap tahapan wabah memiliki bentuk penanganan yang berbeda.

  • Antisipasi

Pada respon tahap awal, kemunculan wabah tidak dapat diprediksi, tetapi masih dapat diantisipasi. Antisipasi mencakup prediksi penyakit yang paling mungkin muncul dan identifikasi pemicu yang akan memperburuk dampak atau memfasilitasi penyebaran.

  • Deteksi Dini

Wabah penyakit yang muncul dan kembali muncul merupakan penyakit baru yang masih sangat minim informasinya. Oleh karena itu dibutuhkan banyak penyelidikan dan penelitian untuk mendapatkan strategi pengurangan wabah. Wabah penyakit baru juga membutuhkan intervensi baru untuk eradikasinya. Deteksi dini memungkinkan penerapan langkah-langkah penahanan yang cepat dan tepat. Hal ini merupakan kunci untuk mengurangi risiko amplifikasi dan potensi penyebaran yang sangat luas. Deteksi dini dimulai di tempat perawatan kesehatan dengan melakukan pelatihan tenaga kesehatan untuk dapat mengenali wabah penyakit potensial, melaporkan dengan cepat kejadian yang tidak biasa (seperti kelompok kasus atau kematian yang tidak biasa). Peran mereka juga untuk mengurangi risiko penularan komunitas dengan mengisolasi pasien yang sakit parah. Petugas kesehatan juga harus tahu bagaimana melindungi diri mereka sendiri dan menggunakan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi dan bagaimana menghindari wabah yang diperkuat di fasilitas perawatan kesehatan.

  • Penahanan

Penahanan yang efektif dan cepat dari wabah penyakit baru yang muncul sama pentingnya dengan deteksi dini untuk menghindari epidemi skala besar. Penahanan harus dimulai segera setelah kasus pertama terdeteksi tanpa memandang penyebabnya. Dibutuhkan profesional yang terampil untuk menerapkan tindakan pencegahan yang aman.

  • Pengendalian dan Mitigasi

Saat ancaman penyakit menular mencapai tingkat pandemi, diperlukan tindaka untuk mengurangi dampak, insiden, morbiditas,dan mortalitas, serta gangguan pada sistem ekonomi, politik, dan sosial.

  • Pemberantasan

Terdapat tiga kriteria yang perlu dipenuhi untuk memberantas suatu penyakit, antara lain harus ada intervensi yang tersedia untuk menghentikan penularannya. Kriteria selanjutnya adalah harus tersedia alat diagnostik yang efisien untuk mendeteksi kasus yang dapat menyebabkan penularan.  Kriteria ketiga adalah manusia harus menjadi satu-satunya reservoir penyakit tersebut.

Upaya Penanggulangan Wabah

Antibiotik

     Antibiotik merupakan senyawa yang memiliki efek membunuh atau menghambat perkembangan bakteri. Antibiotik telah digunakan sejak jaman dahulu kala. Catatan mengenai antibiotik pada masa lampau ditemukan pada peradaban Yunani Kuno dan Aztec. Mereka diketahui telah menggunakan daun fillix max atau pakis pria dan minyak chenopodi sebagai obat anticacing. Kandungan minyak atsiri pada chenopodium memiliki efek membunuh cacing yang mnejadi parasit dalam tubuh manusia.

     Paul Ehrlich pada 1910 meemukan antibiotik yang disebut sebagai magic bullet. Magic bullet ini mengandung senyawa salvarsan yang memiliki efek mengobati penyakit sifilis. Salvarsan merupakan senyawa turunan arsen. Penemuan Ehrlich ini bermula dari gagasannya mengenai sebuah zat yang dapat membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh manusia, tanpa menimbulkan efek bahaya bagi sel tubuh manusia.

     Tonggak sejarah penemuan antibiotik adalah saat 1928, ketika Alexander Fleming secara tidak sengaja menemukan penisilin. Alexander Fleming adalah seorang ahli mikrobiologi. Pada suatu akhir pekan, dia meninggalkan cawan petri yang bekas pengembangbiakan bakteri yangs sedang ditelitinya tanpa dicuci. Saat dia kembali ke laboratorium, dia menemukan bahwa bakteri yang dia tumbuhkan ternyata gagal tumbuh dan justru tumbuh beberapa koloni jamur disana. Jamur tersebut adalah jamur Penicillium notatum yang mengandung penisilin. Penelitian mengenai penisilin berjalan beberapa dekade hingga dapat digunakan secara luas sebagai obat antibiotik. Pada 1945 penisilin telah disebarluaskan sebagi obat antibakteri dan pada era itu menjadi era keemasan penisilin. Gerhard Domagk pada 1930 menemuka Protonsil, yang merupakan turunan dari senyawa sulfonamide.

     Pada 1943, Selman A Waksman bersama rekannya Albert Schatz berhasil mengisolasi senyawa streptomisin, yang dapat melawan bakteri tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa). Mereka menemukan bahwa pertumbuhan Mycobacterium tuberculosa di cawan petri dihambat oleh pertumbuhan bakteri Streptomyces griseus. Obat ini sampai sekarang masih digunakan sebagai obat tuberkulosis. Selman A Waksman pada 1952 dianugerahi penghargaan Nobel untuk Kedokteran atau Fisika.

Antivirus

     Antivirus merupakan senyawa yang digunakan untuk mengatasi penyakit-penyait yang disebabkan oleh virus. Antivirus memiliki kerja menghambat perkembangan virus, bukan membunuh dan merusak komponen tubuh virus. Antivirus pertama kali ditemukan pada 1974 oleh Gertrude Elion. Beliau berhasil menemukan acyclovir yang digunakan sebagai obat mengatasi penyakit herpes hingga sekarang. Perkembangan dalam penelitian dan penemuan antivirus berjalan lambat, tidak seperti antibiotik. Hal ini karena molekul virus yang sangat kecil, kendala dalam penumbuhan virus, dan tingkat perubahan komponen virus yang sangat cepat.

Vaksinasi

     Vaksin adalah sebuah senyawa yang digunakan untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Vaksin telah digunakan sejak ratusan tahun lalu. Catatan mengenai vaksin tertua ditemukan di Cina Kuno pada tahun 1500. Pada masa itu para biksu Buddha meminum bisa ular untuk membentuk kekebalan tubuh saat tergigit oleh ular berbisa. Pada masa itu pula telah dilakukan inokulasi atau penanaman virus cacar pada orang hidup. Seseorang yang telah ditanami vírus cacar terbukti memiliki kekebalan terhadap wabah cacar yang sedang menjangkiti Cina. Kaisar K’ang Hsi diketahui selamat dari wabah smallpox, dan ternyata beliau mendapat penanaman vírus cacar saat masih kecil.. Pada 1661 K’ang Hsi memerintahkan semua keluarga dan rakyat untuk dilakukan inokulasi vírus cacar agar wabah ini dapat menyelamatkan sleuruh kerajaannya. Ayah Kaisar K’ang Hsi, Kaisar Shenzi diketahui meninggal akibat cacar (small pox). Praktik inokulasi ini juga terjadi di India.

     Edward Jenner pada 1796 menguji hipotesis bahwa infeksi cacar sapi dapat melindungi seseorang dari infeksi cacar. Pada 14 Mei 1796, Jenner menyuntik James Phipps yang berusia 8 tahun dengan materi dari cacar sapi yang menjangkiti tangan gadis pemerah susu bernama Sarah Nelmes. Phipps mengalami reaksi lokal dan merasa tidak enak selama beberapa hari tetapi sembuh total. Pada Juli 1796, Jenner menyuntik Phipps dengan materi yang diambil dari luka cacar manusia baru, seolah-olah ia sedang memberi infeksi anak laki-laki itu, dalam upaya untuk menantang perlindungan dari cacar sapi. Phipps tetap sehat. Jenner selanjutnya mendemonstrasikan bahwa materi cacar sapi yang dipindahkan dalam rantai manusia, dari satu orang ke orang lain, memberikan perlindungan dari cacar.

     Louis Pasteur mengenalkan vaksin rabies dengan menumbuhkan virusnya pada kelinci. Pada 1885 vaksin ini ditanamkan pada tubuh seorang anak laki-laki berusia 9 tahun bernama Joseph Meister. Joseph kemudian diawasi selama 3 bulan berturut-turut dan ternyata dia selalu dalam kondisi sehat.

    Albert Calmette, seorang fisikawan dan bakteriologis asal Perancis bersama rekannya Camille Guerin, berhasil menemukan vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) yang berhasil menangkal wabah tuberkulosis. Awalnya mereka berhasil menumbuhkan bakteri tuberkulosis pada médium campuran gliserin, empedu, dan kentang. Pada 1921 BCG pertama kali sukses ditanamkan pada manusia. BCG memiliki keefektivan yang tingi dalam mencegah tuberkulosis meningitis.

Perlindungan Terhadap Tenaga Kesehatan

     Tenaga kesehatan merupakan pihak yang paling berisiko terkena wabah saat sebuah wabah muncul di suatu populasi. Perlindungan terhadap tenaga kesehatan menjadi hal yang sangat penting, karena tenaga kesehatan menjadi salah satu kunci dalam penanganan wabah. Baju perlindungan bagi tenaga kesehatan telah lama dikembangkan sejak 500 tahun lalu. Pada abad ke-14 dokter Pes diberi tugas untuk mendatangi rumah-rumah orang yang diduga terkena Pes untuk memeriksa dan memastikan diagnosanya. Baju Hazmat menjadi satu-satunya pelindung bagi mereka. Saat itu baju pelindung berupa jubah panjang yang terbuat dari kulit dengan topi dan masker wajah. Masker wajah terbuat dari kayu dengan lubang pada mata yang diberi kaca. Pada bagia tengahnya terdapat moncong berbentuk seperti paruh burung yang digunakan sebagi tempat menyimpan bahan aromaterapi yang dipercaya dapat menangkal wabah pes. Aromaterapi tersebut terdiri dari bunga kering, herba, rempah, kamper, dan cuka.

     400 tahun kemudian saat perang dunia pertama, pakaian pelindung kembali dikembangkan mengikuti model pakaian dokter pes. Pakaian ini digunakan untuk mencegah terjadinya kontak terhadap cairan kimia dan senjata biologis yang banyak digunakan pada PD I. Pada masa ini pakaian pelindung dikembangkan dengan model menutup seluruh tubuh dengan alat bantuan napas di bagian dalalamnya. Pada masa perang dunia kedua, produksi pakaian pelindung telah sampai pada tahap masal dan bentuk yang modern. Noddy suit yang dikembangkan oleh tentara Inggris saat itu memiliki keunggulan dapat ditarik secara cepat ke atas. Pada masa selanjutnya pengembangan pakaian pelindung mengalami loncatan yang jauh. Pakaian pelindung menjadi lebih tipis, lebih murah, lebih aman, dan hanya digunakan untuk 1 kali penggunaan.

Karantina

     Kata karantina berasal dari bahasa Italia quarantinari, yang memiliki arti 40. Kata itu pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris pada 1617 untuk merujuk pada masa selama 40 hari yang digunakan untuk menahan kapal yang diduga membawa orang yang terinfeksi. Sumber lain mengatakan bahwa kata karantina telah digunakan sejak abad 14 saat terdapat usaha menahan kota-kota pantai dari wabah pes. Saat itu semua kapal yang datang dari pelabuhan yang diduga terinfeksi, diwajibkan untuk berdiam diri di laut selama 40 hari sebelum mendarat di pelabuhan. Pada 1370 Venesia memberlakukan peraturan ini.

     Penyebutan awal isolasi terkutip dalam Alkitab Kitab Imamat yang ditulis pada abad ketujuh sebelum masehi, yang menjelaskan mengenai tata cara memisahkan orang yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran penyakit di bawah Hukum Musa.

     Pada masa perkembangan agama Islam, Nabi Muhammad bersabda mengenai karantina, ”Mereka yang memiliki penyakit menular harus dijauhkan dari mereka yang sehat”. Ibnu Sina juga merekomendasikan karantina bagi para penderita tuberkulosis. Pada tahun 706 hingga tahun 707, pemimpin Dinasti Umayyah ke-6, Khalifah Al-Walid I membangun rumah sakit pertama di Damaskus dan mengeluarkan perintah untuk mengisolasi mereka yang terinfeksi kusta. Praktik karantina kusta di rumah sakit ini berlanjut hingga tahun 1431, ketika Ottoman membangun rumah sakit kusta di Edirne.

     Pada abad 19 wabah demam kuning melanda kota-kota di Amerika Utara, terutama di Philadelphia. Pemerintah negara bagian saat itu menerapkan peraturan cordon sanitaire sebagai tindakan karantina wilayah untuk mengontrol pergerakan orang yang masuk dan keluar komunitas yang terkena dampak wabah. Saat wabah influenza tahun 1918 beberapa komunitas menerapkan perlindungan sequestrasi agar orang yang terinfeksi tidak menularkan influenza ke orang yang sehat. Sebagian besar negara di Eropa menerapkan berbagai stratgei pertahanan, termasuk isolasi, pengawasan, penutupan sekolah, gereja, gedung kesenian, dan membatasi acara masal.

Promosi Kesehatan

     Promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa yang diselenggarakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada 1986 memiliki definisi sebagai proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan kendala atas dirinya guna memperbaiki taraf kesehatannya.

     Promosi kesehatan telah dimulai sejak tahun 5000 SM saat kebudayaan India Kuno mencatatkan dalam Ayurveda mengenai higienitas personal, sanitasi, pengairan, dan tehnik yang mendukung perbaikan dalam bidang kesehatan. Kedokteran Cina Kuno sejak tahun 2700 SM telah mencatatkan mengenai higienitas, diet, hidroterapi, pemijatan, dan imunisasi. Tahun 200 SM masyarakat Mesir Kuno mengembangkan sistem dalam masyarakat untuk mengumpulkan air hujan, membuang limbah, dan menginokulasikan virus cacar untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Catatan mengenai promosi kesehatan juga ditemukan dalam kode Hammurabi dan Hukum Musa. Disana dicatat mengenai pencegahan penyakit, pembuangan limbah, dan pemisahan orang yang terinfeksi dari masyarakat sehat, terutama bagi penderita kusta. Hukum Musa juga mengajarkan mengenai hari istirahat pada setiap minggu yang juga berguna untuk alasan agama.

     Promosi kesehatan berlanjut seiring perkembangan peradaban manusia dalam berkomunikasi. Wabah yang bermunculan pada abad 18 hingga sekarang menjadikan manusia mulai memikirkan melakukan promosi kesehatan melalui poster. Berbagai poster diciptakan sebagai upaya mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya hidup sehat.

Perbaikan Kesehatan Lingkungan

     Lingkungan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam perkembangan dan pengendalian wabah. Kesehatan lingkungan, dalam hal ini sanitasi, sistem penyediaan air, dan sistem pengolahan limbah telah menjadi fokus manusia dalam mencebah munculnya penyakit. Manusia pada masa lalu membangun tempat tinggal dimana sumber air bersih tersedia melimpah, dan akses terhadap pembuangan limbahnya mudah.

     Pada masa Neolitikum telah ditemukan bahwa manusia telah mengeruk tanah untuk menemukan sumber air. Sebuah bukti ditemukan di Lembah Jazreel, Israel pada masa 6500 SM manusia telah membuat sumur air dengan mengeruk tanah di sekitar pemukimannya. Kebudayaan Mesopotamia mengenalkan pipa pembuangan yang terbuat dari tanah liat sejak 4000 SM. Bukti ini ditemukan di dekat Kuil Bel di Nippur dan Eshnunna yang digunakan untuk membuang air limbah dari situs tersebut. Kota Uruk juga memperkenalkan contoh jamban pertama yang terbuat dari batu bata sejak 3200 SM.

     Sistem sanitasi pada masa era modern mengalami banyak perkembangan. Kota-kota seperti Istambul, Roma, dan Fustat memiliki jaringan pembuangan yang masih digunakan hingga saat ini. Alih-alih mengalirkan ke sungai atau laut, kota-kota tersebut mengalirkan sistem pembuangannya ke penampungan pengolahan limbah. Pertumbuhan kota yang sangat pesat pada masa Revolusi Industri menyebabkan jalanan kota menjadi kotor dan menjadi media penyebaran penyakit. Seiring perkembangan kota di abad 19, semakin banyak kekhawatiran mengenai kesehatan masyarakat. Tren kota-kota di dunia pada masa itu adalah membangun sistem saluran pembuangan untuk mengendalikan wabah penyakit seperti tifus dan kolera. Awalnya sistem ini membuang limbah langsung ke permukaan air tanpa pengolahan. Namun pada masa selanjutya, kota-kota berusaha mengolah limbah sebelum dibuang untuk mencegah polusi air dan penyakit yang ditularkan melalui air. Selama setengah abad sekitar tahun 1900, intervensi kesehatan masyarakat ini berhasil secara drastis mengurangi kejadian penyakit yang ditularkan melalui air di antara penduduk perkotaan, dan merupakan penyebab penting dalam peningkatan harapan hidup yang dialami pada saat itu.

     Masalah sanitasi ini juga terjadi di Hindia Belanda, terutama di kampung-kampung yang banyak dihuni oleh warga pribumi. Para warga tersebut hidup di bawah garis kemiskinan dan lebih mementingkan masalah menyambung hidup dibanding kesehatan lingkungan. Kampung-kampung yang kumuh dan tidak tertata tersebut juga menjadi tempat berkembangnya wabh pada masa lalu. Pada 1920 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan Kampongverbetering atau perbaikan kampung. Kebijakan ini adalah buah dari politik etis yang dijalankan oleh Belanda dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan kesehatan warga pribumi di tanah jajahan. Kebijakan ini berhasil menata dan membersihkan kampung-kampung yang dulu dikenal kumuh dan kotor. Beberapa contoh kampung di Kota Bandung yang merupakan hasil dari kebijakan Kampongverbetering adalah kawasan Gempol, Astana Anyar, Ciateul, dan kawasan Jalan Rasamala yang ditata hingga tahun 1935. Di Kota Semarang kampung yang pertama kali berhasil ditata adalah Kampung Pungkuran pada 1929. 2 tahun kemudian pada 1931 terdapat 7 kampung yang berhasil ditata, antara lain Karangasem, Kebonsari, Pederesan, Kebonagung, Tamanharjo, Petelan, dan Rejosari. Dana yang digunakan berasal dari pemerintah pusat dan pemeritah gemeente.

Keterlibatan Pengambil Kebijakan     

Pengambil dan pemegang kebijakan, dalam hal ini pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam pengendalian wabah. Semua kegiatan dalam pengendalian wabah membutuhkan dukungan pemerintah. Kebijakan pemerintah dalam bentuk undang-undang dan peraturan menjadi payung hukum dalam penanganan wabah. Selain itu dukungan dana menjadi sangat penting.

Fathonil Azis adalah seorang dokter dan aktif di Komunitas Aleut sejak masih berstatus mahasiswa kedokteran di sebuah universitas di Bandung.

Gunung Bohong, dari Sangkuriang sampai Kereta Api Cepat

Langit di belakang Gunung Bohong berwarna merah keemasan. Rerumputan berbulu halus berwarna ungu dalam kilauannya. Dataran sawah yang luas dan luas. rumpun bambu, taman yang indah dan kampung-kampung kecil, terbentang begitu tenang di antara perbukitan rendah dan pegunungan biru di kejauhan.Sevenhuysen-Verhoeff, 1935.

Secara tidak sengaja, saya melewati pinggiran utara Gunung Bohong, dari Gadobangkong menuju Bandung. Sebelumnya, saya mengambil beberapa gambar proyek kereta api cepat di jembatan dekat stasiun untuk keperluan lomba yang diadakan pihak pembangun Kereta Api Cepat, Rabu, 14 Oktober 2020. Daerah pinggir gunung tersebut memang terasa cukup tenang karena jauh dari keramaian. Hanya sesekali saja “diganggu” oleh suara kereta api yang lewat di dekatnya.

Yang paling saya ingat di Gunung Bohong adalah sejarah tentang pembangunan rel kereta api di daerah tersebut pada tahun 1880-an. Ceritanya, perusahaan kereta api dihadapkan pada tantangan alam berupa bukit yang harus dipotong supaya rel yang terpasang rata dengan rel sebelumya.

Gambar: geheugen.delpher.nl

Gunung Bohong merupakan salah satu bukit di antara Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Bukit yang bagian timurnya dipakai sebagai lapangan tembak bagi tentara, mempunyai ketinggian 896 mdpl. Dalam sejarah geologi Bandung, Gunung Bohong merupakan salah satu bukit pematang tengah, yang membagi Danau Bandung menjadi dua. Bukit pematang ini merupakan jajaran bukit yang melintang dari arah Soreang menuju Gadobangkong. Bukit yang berjajar dari selatan ke utara ini, antara lain adalah Gunung Puncaksalam, Pasir Kamuning, Pasir Kalapa, Gunung Lalakon, Pasir Malang, Gunung Selacau, Gunung Padakasih, Gunung Lagadar, Gunung Jatinunggal, dan Gunung Bohong.

Kata bohong dalam bahasa Sunda menurut Kamus Sunda R. Satjadibrata adalah “ngomong teu sabenerna”, atau dalam bahasa Indonesia berarti “bicara tidak sebenarnya”. Menurut salah satu Cerita Sangkuriang yang ada dalam sebuah literatur kolonial, kata ini dipakai menjadi nama sebuah gunung oleh Sangkuriang yang merasa dibohongi oleh ibu yang dicintainya, Dayang Sumbi. Dituliskan, Sangkuriang yang merasa kecewa, marah, dan frustasi pergi meninggalkan proyeknya dan berdiam di sebuah gunung yang tak berpenghuni sebelum matahari sebenarnya terbit.

Gambar: geheugen.delpher.nl

Dalam bukunya yang berjudul Sejarah Kereta Api di Priangan, Agus Mulyana menceritakan bagaimana jalur kereta api di bagian kaki Gunung Bohong merupakan salah satu jalur yang terberat pembuatannya di awal tahun 1880-an. Para pekerja harus menggali tanah sedalam 14 meter supaya tanahnya sejajar sebelum dipasang rel. Penggalian ini dimudahkan oleh keberadaan aliran air yang cukup melimpah karena bisa melunakkan tanah. Sampai sekarang, jalur di bagian ini membentuk cekungan yang cukup dalam. Terdapat banyak mata air di pinggiran rel. Tak heran, kita bisa melihat tempat air yang dimanfaatkan penduduk di sana untuk mencuci, bahkan mandi.

Gunung Bohong. Foto: Pahepipa.

Dari fenomena mta air ini, kita bisa menduga Gunung Bohong punya potensi air yang cukup besar. Potensi inilah yang membuat Belanda memindahkan kompleks permakaman ke Kerkhof Leuwigajah. Pada mulanya, mereka sempat membuat permakaman di kaki Gunung Bohong. Namun, karena tanahnya terlalu basah, permakaman ini akhirnya dipindahkan.

Potongan yang dilakukan di Gunung Bohong akhirnya bukan yang terakhir. Dalam proyek kereta api cepat yang menghubungkan Bandung dan Jakarta yang sedang dalam tahap pembangunan saat ini, bukan hanya memotong Gunung Bohong, tetapi menembusnya dengan membuat sebuah terowongan. Terowongan ini menghubungkan rel kereta api cepat di kawasan Gadobangkong menuju rel yang ada di bagian selatan Gunung Bohong, tepatnya sisi jalan tol Padaleunyi.

Foto: geheugen.delpher.nl

Ketika tulisan ini dibuat, penampang bukit bagian utara memang masih belum dilubangi. Hanya ada satu eskavator yang sedang membereskan tanah di sisi gunung kecil ini. Sementara di bawah, beberapa rumah di satu perumahan sudah berganti menjadi tiang-tiang penyangga yang datang dari arah barat. Pekerjaan terowongan ini memang tersendat, setelah mendapat penolakan dari warga sekitar yang terganggu karena aktifitas pembangunan.

Gambar: KITLV.

Pembangunan terowongan dengan kode Tunnel #11 ini seolah mengulang sejarah saat rel kereta api reguler dari arah Cianjur menuju Bandung di sekitar tahun 1880-an. Jika dahulu, para pekerja hanya menggali kaki Gunung Bohong saja, kini mereka coba untuk menembusnya. Jalan tol Padalarang Cileunyi, jalur kereta api reguler, dan jalur kereta api cepat pun akhirnya mengepung Gunung Bohong. Keadaan yang membuat tempat ini, tidak lagi seperti yang digambarkan oleh Sevenhuysen-Verhoeff di atas, sebagai tempat yang menenangkan.

Ditulis oleh Hevi Abu Fauzan, member Komunitas Aleut, bekerja sebagai manajer konten di Simamaung.com. Anggota Tim Ahli Cagar Budaya tingkat Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Dapat dihubungi melalui akun sosial @pahepipa.

Mencari Haji Kurdi

Ditulis oleh: Uyung Achmar

Kurdi merupakan nama kawasan serta nama jalan dan belasan gang dalam wilayah cukup luas di sisi selatan Tegallega Kota Bandung. Wilayah Kurdi diapit Jalan Moh Toha di sisi timur serta Jalan Inhoftank di sisi barat. Adapun sisi utara dan selatan diapit oleh wilayah Pelindung Hewan dan Karasak.

Jalur utama Jalan Kurdi penuh dengan tawaran kuliner menarik. Beberapa yang cukup terkenal sejak lama yaitu Toko Roti Vitasari dan Batagor Kurdi. Di Jalan Kurdi juga ada studio senam milik Lucy Dahlia, artis terkenal awal 1990-an ketika berperan di sinetron misteri ‘Impian Pengantin’ dan pemeran Nyi Iteung di sinetron ‘Sang Kabayan’.

Oke, kembali ke inti utama tulisan ini yaitu nama wilayah Kurdi. Nama ini sebenarnya berasal dari seorang tokoh, yaitu Haji Kurdi. Nah, siapakah sosok Haji Kurdi tersebut? Mengapa wilayah tersebut menggunakan nama beliau? Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu mengusik rasa penasaran saya sejak menjadi penghuni Bandung dan tinggal di salah satu gang di wilayah Kurdi.

Bermula dari pembicaraan ringan pada grup whatsApp Komunitas Aleut, saya mendapatkan satu per satu petunjuk untuk mengenal lebih jauh tokoh ini. Petunjuk pertama adalah bahwa Haji Kurdi merupakan pemilik tanah di sekitaran Tegallega pada zaman kolonial Walanda. Info ini diperoleh kak @hanisetiarahmi dari kawannya yang merupakan salah satu cicit dari Haji Kurdi. Konon tanah milik Haji Kurdi saat itu luasnya meliputi sisi belakang kantor Kawedanaan Tegallega (sekarang Museum Sri Baduga) hingga gedung kantor Badan Pemeriksa Keuangan saat ini. Tanah yang beliau miliki kemudian diambil alih pemerintah kolonial dengan metode tukar guling karena Belanda berniat membangun beberapa gedung pada bidang tersebut. Haji Kurdi tetap menjadi juragan tanah, hanya saja wilayahnya pindah lebih ke selatan.

Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑