Senja di Pantai Laut Selatan Pulau Jawa Bagian 1

Kata pengantar

Dalam abad ke-19, Junghuhn menjalajahi Pulau Jawa dan sebagian Sumatera. Sesuai kebiasaan ilmuwan, ia mencatat secara detail jenis tumbuhan, gunung, tanah, batu-batuan yang ia jumpai selama penjelajahannya. Bahkan, dengan liris ia menjelaskan perawakan sebuah pohon atau keadaan hutan. Kata “schoon” yang pada dasarnya

berarti: indah atau bagus, dipakai berulang kali. Tulisannya memperlihatkan kecintaanya, kegagumannya terhadap seluruh alam, khususnya alam Pulau Jawa. Meski catatannya dalam bahasa Belanda jaman dulu, tulisannya membuat kita, si pembaca, ikut melihat, mengalami apa yang ia lihat. Seolah kita ada di sampingnya di dalam hutan, di lereng gunung, di alam liar satu setengah abad lalu ketika Pulau Jawa masih penuh hutan dan binatang liar.

Dalam tahun 1902 terbit sebuah buku berisi kumpulan tulisan tentang Hindia Belanda berjudul: Oost-Indisch landjuweel, ditulis oleh orang Belanda, diedit oleh S. Kalff. Salah satu cerita diberi judul: Avond aan het zuiderzeestrand van Java = Senja di pantai laut selatan Pulau Jawa, yang merupakan pengalaman Junghuhn. Ketika buku itu terbit Junghuhn sendiri sudah lama meninggal, kira-kira 38 tahun sebelumnya. Agaknya S.Kalff mencuplik sebagian kecil dari karya Junghuhn yang terkenal: Licht- en Schaduwbeelden uit de binnenlanden van Java (1854) berisi pandangan filosofisnya dengan latar-belakang penjelajahannya di Pulau Jawa.

Di bawah ini terjemahan bebas dari Avond aan het zuiderzeestrand van Java. yang dimuat pada halaman 108-111 dari Oost-Indisch landjuweel. Buku ini sudah digitalisasi oleh Google. Di bagian awal digital copy-nya Google menerangkan bahwa buku tersebut sudah di domain umum (untuk USA). Boleh dikopi, diperbanyak namun diharap tak diperdagangkan. Untuk Indonesia berlaku Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pelindungan hak cipta berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Kalau Pencipta lebih dari satu orang maka pelindungan berlaku sampai 70 tahun setelah Pencipata terakhir meninggal dunia. Junghuhn meninggal 1864. Sehingga boleh dianggap untuk Indonesia artikel ini di domain umum. S. Kalff, meninggal 1932, ia bukan Pencipta tetapi editor. Tetapi kiranya dialah yang memberikan judul yang romantis: Avond aan het zuiderzeestrand van Java = Senja di pantai laut selatan Pulau Jawa. Siapa tak tertarik pada judul ini? Apalagi kalau lahir, besar dan tinggal di Pulau Jawa atau yang pernah menikmati keindahan pantai selatan Pulau Jawa.

Terjemahan cerita dari Junghuns

Seperti dikatakan di atas, cerita ini bagian kecil dari pengalamannya sewaktu menjelajahi Pulau Jawa. Baiknya dijelaskan apa yang terjadi terlebih dahulu. Untuk ini dipakai EBook Licht- en Schaduwbeelden uit de binnenlanden van Java, yang sudah digitalisasi oleh Project Gutenberg [EBook #52477]:

Suatu sore ketika menjelajahi pantai selatan Pulau Jawa, Junghuhn beserta rombongan berkemah di sebelah timur sebuah tanjung. Ia beserta dua anak buahnya menjelajahi lebih jauh daerah tersebut. Di sebelah barat tanjung itu mereka menemukan sebuah pantai berbukit pasir (duinen). Pantainya sepi, suram, berbentuk bulan sabit yang terbentang sampai tanjung berikutnya. Beratus-ratus kerangka dan tempurung penyu raksasa Chelonia mydas dan yang lebih jarang Chelonia imbricata berserakan di atas pantai itu. Sedangkan di langit tinggi, burung pemangsa jenis Falco- atau Haliaëtos terbang berkeliling- keliling. Ditemukan juga berbagai jejak harimau dan binatang lainnya dan tanda-tanda bekas perkelahian. Rupanya bukit-bukit pasir di pantai itu merupakan tempat bertelur penyu raksasa. Anehnya semua kerangka penyu berbaring terbalik atas punggung. Terdapat sisa-sisa kerangka yang sudah kering kena matahari. Sebaliknya, ada juga yang masih berlapis daging segar. Perut tersobek dan isinya berserakan di atas pasir, membusuk dan bau. Junghuhn pulang ke kemah dan ketika mulai malam ia beserta dua anak buah kembali ke pantai tersebut untuk mengintai.

Untuk keperluan blog ini tulisan kami bagi dua dengan judul: Senja di Pantai Laut Selatan Pulau Jawa  – Bagian 1 dan Senja di Pantai Laut Selatan Pulau Jawa – Bagian 2.

flying-35928_1280
S-Kueste

Senja di Pantai Laut Selatan Pulau Jawa

OLEH

Franz Wilhelm Junghuhn, 1809-1864.

[terjemahan bebas dari: Avond aan het zuiderzeestrand van Java]

Kami membuat keputusan melewatkan senja di pantai itu untuk mengintai apa saja yang terjadi. Sebelum balik ke bivak kami memungut telur sebisa kami bawa.

24357029784_17ef0fdbc0_oDi tanjung tempat berkemah, hutan pantai menjulang tinggi ke atas, fisiognomi tumbuhan di sini berbeda dari hutan di pantai berbukit pasir tadi. Hampir semua pohon di sini terdiri dari pohon kibunaga [1] (Calophyllum inophyllum). Daunnya yang hijau berkilau-kilau bergabung membentuk sebuah kanopi lebar dan rindang pada ketinggian 30 sampai 40 kaki [2] di atas permukaan tanah.

24603916519_ef1b750479_o

Beribu-ribu kembang putih yang menghiasi dedaunan indah pohon ini menyebarkan aroma paling harum sehingga seluruh udara berbau wangi. Tak jauh dari permukaan tanah, dahan-dahan kolosal telah mencuat keluar dari batang pohon tua. Dahan tersebut melebar ke segala sisi, ranting daunnya melengkung ke bawah sampai menyentuh tanah. Pada sebuah dahan horisontal seperti itu, sekitar 7 sampai 8 kaki di atas permukaan tanah, anak buah menyiapkan ranjang untuk kami semua. Ranting-ranting dipangkas, diletakkan berderet-deret secara melintang di atas dahan utama, kemudian ditutupi ranting tipis dan daun. Di bawah, di antara pohon-pohon telah dinyalakan api unggun. Soalnya beberapa orang telah melihat seekor buaya (Crocodilus biporcatus) di mulut kali. Seperti kita tahu, buaya meninggalkan daerah lembabnya di malam hari dan menyelinap ke atas pantai. Binatang ini bahkan lebih berbahaya dari harimau, terutama karena kulit panser yang menutupi badannya. Supaya terhindar dari bahaya, aku minta disiapkan tempat duduk seperti itu juga, tinggi, jauh dari permukaan tanah.

Tempatnya di sebuah pohon kibunaga di pinggir hutan, sebelah pantai tulang belulang tadi. Setelah makan malam, yang hidangan utamanya terdiri dari telur penyu lezat, kami naik pohon sekitar jam 6. Anak buah lainnya mendapat tugas untuk berlari kencang ke tempat persembunyian saat mendengar tembakan pertama, sambil membawa obor (ranting dan potongan kayu bernyala). Kami siap. Senja turun. Mula-mula terlihat seekor, lalu beberapa ekor penyu meninggalkan lingkungan teduh mereka. Begitu mereka di tempat kering, hanya dibelai oleh riak-riak kecil, mereka diam sebentar, merentangkan leher panjangnya lurus ke depan dan ke atas, menjuruskannya agak ke samping, selintas mengintai sekelilingnya, lalu merayap dengan cukup cepat di atas pantai, dan tanpa henti mengikuti satu garis lurus. Sebetulnya bisa dikatakan mereka mendorong dirinya maju, seraya menggunakan kaki berenangnya mengikuti jalan terpendek ke perbukitan.

(Bersambung)

[1]pohon kibunaga atau pohon nyamplung

[2]Rijlandse voet (kaki) 0.313947 m (bukunya memakai 0.31375 m)

3 pemikiran pada “Senja di Pantai Laut Selatan Pulau Jawa Bagian 1

  1. Ping balik: Senja di Pantai Laut Selatan Pulau Jawa Bagian 2 | Dunia Aleut!

Tinggalkan komentar