Month: March 2018 (Page 1 of 2)

#InfoAleut: Kelas Literasi “Catatan Perjalanan” dan Ngaleut “Perbankan”

Kelas literasi pekan 136.
Aleut sudah melewati banyak perjalanan dan mengabadikannya dalam catatan perjalanan. Lalu bagaimana catatan perjalanan tersebut dirakit. Ikuti saja kelas literasi sabtu ini.
.
Konfirmasi kehadiran
Whatsapp: 0896-8095-4394 (Upi)
Line: komunitasaleut (pakai @)
.
#PustakaPreanger #Literasi #kelasliterasi #Bandung

***

Selamat siang Aleutians.
Tahukah kamu bank pertama di Hindia Belanda yang memakai sistem hipotek ada di Bandung?
.
Minggu ini kita akan menelusuri bank-bank dulu yang pernah berdiri di Bandung. Seperti apakah cerita dan kondisinya sekarang. Cari tahu jawabannya di ngaleut hari minggu.

Konfirmasi kehadiran :
Whatsapp: 0896-8095-4394 (Upi)
Line: komunitasaleut (pakai @)
.
Yuk aja keluarga, teman, pacar atau gebetan untuk berakhir pekan bareng Aleut.
See you 😊
.
#Komunitasaleut #Aleut #Ngaleut #Bandung

Jejak Sukarno di Bandung

Jejak Sukarno di Bandung 6
Foto keluarga di Gedung Indonesia Menggugat | © Fan_fin

Oleh : Rulfhi Alimudin Pratama (@rulfhi_rama)

Kata-katanya selalu dinanti. Suaranya selalu dirindukan. Sosoknya sangat dicintai. Semua seakan menahan nafas dan tak bergerak sedikit pun ketika ia berorasi. Bahkan seekor cicak pun enggan untuk bergeming. Orasinya mampu membakar semangat, bahkan janggut para pejabat Hindia Belanda terbakar dibuatnya. Tak ada yang mengalahkan pesonanya ketika naik podium. Ia Sukarno, Singa Podium.

Orasinya mampu menggerakan massa, orasinya juga yang menjebloskan ia ke penjara. Penjara Banceuy dan Penjara Sukamiskin. Semua dimulai ketika ia terjun ke dunia politik. Sukarno membuat sebuah partai, yakni Partai Nasional Indonesia (PNI). Bersama partainya Sukarno rajin menggelar karnaval-karnaval politik berupa orasi di Hindia Belanda dalam upaya menyadarkan bangsa pribumi akan bahaya kolonialisme dan imprealisme. Berkat orasinya Sukarno diganjar menginap di hotel prodeo Sukamiskin selama empat tahun. Namun ia hanya menjalani dua tahun saja karena ada keringanan hukuman berkat pledoinya dan ada andil dari tokoh-tokoh liberal di Belanda.

Continue reading

Dewata dan Imajinasi

Dewata dan Imajinasi

Perjalanan menuju Perkebunan Teh Dewata | © Komunitas Aleut

Oleh: Mey Saprida Yanti (@meysaprida)

Sudah tahu bakalan melewati jalan berbatu—yang batunya segede orok, sudah tahu pula bakalan duduk berlama-lama di motor, tapi entah setan atau malaikat dari mana yang membisikanku hingga aku keukeuh untuk ikut Ngaleut Dewata 2 ini. Mungkinkah aku berniat mencari pengalaman? Bisa jadi, apalagi Ngaleut kali ini terasa menarik karena didominasi oleh kaum hawa.  

Kami berangkat lebih pagi dengan harapan bisa pulang kembali ke Bandung lebih awal. Kali ini hanya ada satu tujuan, yakni Dewata. Jika saat Ngaleut Dewata pertama kami tiba di Rancabolang pada waktu Ashar, kini sebelum Dzuhur kami sudah sampai di sana. Seperti biasa, kebun teh Rancabolang adalah oasis setelah melewati hutan Gunung Tilu, Continue reading

Sekelumit Kisah Leendert van der Pijl di Bandung

van der pijl foto

Foto Dr. Leendert van der Pijl

Oleh : Arifin Surya Dwipa Irsyam (IG: @suryadwipa)

Kondisi Karesidenan Priangan (mencakup Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Bandung, Sukabumi, dan Bogor) yang sejuk dan sarat akan kandungan keanakaragaman hayati ternyata telah mengambil hati sekelompok ilmuwan Eropa di bidang botani. Hal tersebut dibuktikan dengan maraknya penelitian mengenai tanaman perkebunan di Priangan, juga dengan dibangunnya Herbarium Bogoriense serta ‘s Lands Plantentuin te Buitenzorg. Oleh sebab itu Bogor pernah memperoleh predikat sebagai pusat perkembangan ilmu botani di Hindia Belanda. Selain di Bogor, Kawasan Bandung ternyata juga sempat dijadikan destinasi untuk mempelajari aneka jenis tetumbuhan khas Priangan. Salah satu ahli yang berperan penting dalam mengungkap rahasia dunia flora di Bandung dan sekitarnya adalah Dr. Leendert van der Pijl. Continue reading

Dewata Itu Fana, Solontongan Yang Abadi

Tiga puluh menit menuju pukul enam, telepon berdering nyaring. Dengan kepala berat hasil tiga jam beristirahat, kuperiksa teleponku dan kuangkat. Panggilan dari seorang teman yang sudah kutitipi pesan untuk minta dibangunkan. Tentu saja, aku tidak ingin melewatkan hari besar yang sudah kunantikan. Hari Sabtu pertama di bulan Maret 2018, aku akan menjalankan salah satu perjalanan akbar bersama Komunitas Aleut: Tur Momotoran Ke Perkebunan Teh Dewata.

Karena kondisi fisik yang dirasa kurang prima, aku pun membawa persiapan ekstra agar tidak menyulitkan kawan-kawan seperjalanan. Selain itu, memang tubuhku ini lebih rapuh dalam menghadapi cuaca dingin daripada cuaca panas. Mungkin kondisi bawaan geografis. Continue reading

Hanya Ada Satu Jalan Menuju Dewata

    IMG-20180304-WA0159Jalan menuju Perkebunan Teh Dewata | © Komunitas Aleut

Oleh : Ervan Masoem (@Ervan)

Alarm berdering tepat dua jam setelah berkumandangnya adzan subuh. Ampuh juga ternyata alarm ini. Ia mampu membangunkan saya. Saya sebenarnya sempat khawatir jika tak bisa bangun pagi, sebab orang rumah sedang pergi keluar kota. Itu artinya saya harus berusaha bangun pagi sendiri.

Saya bangun pagi dan tak terlambat menuju Kedai Preanger. Momotoran ke Dewata kali ini saya berboncengan dengan Mbak Mey. Wanita yang kerap kali dibonceng oleh Mas Irfan. Namun tak ada lagi Mas Irfan, sebab ia sudah hijrah ke Ibu Kota. Mengais rezeki di sebuah media daring terkemuka. Seperti biasa kami berkumpul terlebih dahulu di Kedai Preanger. Total 12 kuda besi siap menggilas jalanan dengan jumlah serdadu sebanyak 23 orang. Kami harus berangkat dengan dresscode jas hujan, sebab pagi itu hujan sudah datang mendahului kami. Dresscode siap, kami pun berangkat menuju Lanud Sulaiman, di mana dua kawan dan satu motor menunggu kami. Kami pun sampai di Lanud Sulaiman, kini total 13 kuda besi dan 25 serdadu siap menuju Dewata.

Continue reading

Minggu Berfaedah: Pagi dan Trotoar Jl. Homan

Barangkali, siang hanyalah cara langit menghangatkan sepi. Selepas pagi, berlari dari gelap yang sunyi. Meski nanti akhirnya kembali lagi; pada sepi. –Rohmatikal Maskur

Oleh: Qiny Shonia (@inshonia)

Sempat bingung dengan apa yang harus diabadikan saat #ngaleutmerekamkota kemarin, perhatian saya tertuju pada Jl. Homan. Jalanan kecil yang sedikit terlihat berbeda dibanding jalan-jalan di sekitar kawasan Asia Afrika yang cukup padat dan ramai. Meski matahari pagi cukup hangat, Homan terlihat teduh dari seberang.

Continue reading

Susur Jejak Spoorwegen, Rel Kereta Api yang Membelah Bandung Hingga Ciwidey Bagian 2

#2 Susur jejak spoorwegen

Susur Jejak Spoorwegen, Rel Kereta Api yang Membelah Bandung Hingga Ciwidey

Oleh : Sri Evi Rezeki (@evisrirezeki)

Petualangan Susur Jejak Spoorwegen bagi saya pengalaman menembus zaman. Seolah sedang menaiki mesin waktu Doraemon. Mengaduk-aduk perasaan, menyita kekuatan.

Baca juga Susur Jejak Spoorwegen, Rel Kereta Api yang Membelah Bandung Hingga Ciwidey Bagian 1.

Istirahat di Pasirjambu

Tak terasa hari sudah siang. Perut kami mulai keroncongan. Seperti dapat membaca hasrat perut kami, panitia mengajak kami istirahat di Pasirjambu. Sebuah tempat makan dengan konsep alam. Makan di saung-saung diiringi gemericik kolam ikan dan angin yang berhembus mengantarkan wewangian dedaunan bebungaan. Continue reading

Event #MAPMYDAY, cara beda memperingati Hari Disabilitas Internasional

Event #MAPMYDAY, cara beda memperingati Hari Disabilitas Internasional

Sambutan dari perwakilan penyandang disabilitas netra pada acara pembukaan

Oleh: Erna Sunariyah (@ernasunariyah)

Ada yang sedikit berbeda pada kegiatan ngaleut yang saya ikuti bulan Desember 2017 lalu. Mungkin, ini kali pertama saya mengikuti ngaleut sejarah bersama penyandang disabilitas netra dalam rangka memperingati hari disabilitas internasional yang jatuh pada tanggal 03 Desember lalu. Acara yang diadakan Komunitas Aleut kali ini bekerja sama dengan Komunitas Tune map, salah satu komunitas yang peduli terhadap hak mobilitas tuna netra di Indonesia. Aktivitas utama mereka adalah kampanye dan advokasi terkait trotoar yang aksesibel.

Gedung Wyata Guna yang berada di jalan Padjadjaran jadi titik kumpul ngaleut kali ini. Setelah selesai registrasi ulang, para peserta diarahkan untuk berkumpul di satu titik untuk mendapat briefing awal sebelum acara ngaleut dimulai. Kami dibagi beberapa kelompok bersama 2-3 orang penyandang disabilitas netra tiap kelompoknya. Continue reading

Aku, Bung Karno, dan Bandung

Oleh : Dahlia Anggita (@dahliaanggita)

“Who is this?” tanya host sister-ku suatu hari, menerjemahkan pertanyaan host dad-ku yang tak bisa berbahasa Inggris. Mereka berdua memandang sebuah foto hitam putih yang ada di dompetku.

“Is that your grandpa?”

“He’s my first president.”

Dan raut wajah Pa – panggilan akrab ­host dad-ku – seketika berubah.

“Then why do you put his photo inside your wallet?”

Tak pernah sekali pun aku mengungkap alasan kenapa aku mengagumi Bung Karno kepada orang lain. Rasanya terlalu naif.

“I just love him,” jawabku singkat.

***

Sudah jalan dua bulan tinggal di Bandung, setiap akhir minggu aku masih bingung harus melakukan apa. Setelah sedikit melakukan riset melalui sosial media, aku menemukan akun sebuah komunitas sejarah yang mengadakan tour wisata.

Di situ tertulis “Ngabandros Jejak Sukarno di Bandung”. Continue reading

#InfoAleut: Kelas Literasi “Fotografi Jalanan” dan Ngaleut “Merekam Kota”

Buat Aleutian yang suka foto jalanan, ada kabar gembira nih

Kelas Literasi pekan ke-134 akan membahas tentang foto jalanan yang dikemas dengan tema Literasi visual. Pekan ini ada Kang @fan_fin seorang pegiat foto jalanan di kota Bandung akan membagi ilmunya seputar foto jalanan

Yuk gabung di Kelas Literasi Komunitas Aleut. Hari Sabtu, 17 Maret 2018. Acaranya dimulai pukul 13.00 wib di Museum Gedung Sate Jl. Diponegoro No.22, Citarum, Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40115

Kegiatan ini GRATIS. Tinggal konfirmasi kesertaan Aleutian ke kontak yang telah disediakan
Whatsapp: +6289680954394 (Upi)
Line: Komunitasaleut (pakai @)

#KomunitasAleut
#kelasliterasi

***

Ngaleut Merekam Kota
Hari Minggu, 18 Maret 2018
Titik kumpul di 0km Bandung

Setelah di hari Sabtu kita berliterasi seputar foto jalanan, hari Minggunya Aleutian diajak langsung turun ke jalan untuk merekam apa saja yang ditemui di sepanjang perjalanan ngaleut untuk kemudian diabadikan oleh kamera masing-masing. Kang @fan_fin masih ikut menemani kita nanti

Jangan lupa siapkan kamera atau smartphone dengan batre fullly-chargednya agar tidak terlewat momen nanti

Kegiatan ini GRATIS. Tinggal konfirmasi kesertaan Aleutian dalam kegiatan ngaleut ini ke kontak berikut
Whatsapp: +6289680954394 (Upi)
Line: Komunitasaleut (pakai @)

Susur Jejak Spoorwegen, Rel Kereta Api yang Membelah Bandung Hingga Ciwidey Bagian 1

Susu jejak spoorwegen

Susur Jejak Spoorwegen, Rel Kereta Api yang Membelah Bandung Hingga Ciwidey

Oleh : Sri Evi Rezeki (@evisrirezeki)

Susur Jejak Spoorwegen – Menyusuri jalanan lurus berbatu yang diapit pematang sawah merupakan ritual pagi saya selama tiga tahun di bangku SDN 7 Banjaran. Jalan kecil itu dibelah rel kereta api yang tak jauh dari sekolah. Berujung pada jalan raya kemudian tergelarlah alun-alun Banjaran. Sesekali jalanan sekitar rel tersebut bergetar sewaktu kereta lewat. Tak lebih dari dua gerbong dengan lokomotif, seingat saya. Gerbongnya coklat lusuh, berkarat, tua disepuh zaman. Sesekali bayangan kepala-kepala manusia nampak dari balik jendela. Sambil menyaksikannya lewat, benak saya mengira-ngira, bagaimana rasanya naik kereta?

Continue reading

Dewata dan Residensi ala Thoreau

dewata jalan makadam gunung tilu momotoran

Oleh: Arif Abdurahman (@yeaharip)

Beragam skenario horror berdesakan di ubun-ubun, beberapanya imajinasi sumbangan dari H.P. Lovecraft dan Abdullah Harahap: seorang kawan hilang diculik dedemit, jalanan yang enggan mengarah kemana pun, pohon tumbang, bandit dengan celurit karatan menghadang di depan, ada makhluk mengerikan yang mengintai di balik pepohonan, yang sembunyi dan akan tampil tepat di depan wajah saat berbalik, apakah itu ular raksasa penghuni Gunung Tilu, atau harimau siluman, atau surili bertentakel, Continue reading

Sepanjang Jalan Dewa(ta)

Sepanjang jalan dewata 1

Hutan Gunung Tilu | © Komunitas Aleut

Oleh : Rulfhi Alimudin Pratama (@rulfhi_rama)

Pedati kerbau berjalan di jalanan tengah hutan Gunung Tilu. Roda besi pedati menggilas tajamnya bebatuan. Benturan roda besi dengan bebatuan menghasikan dentuman suara. Suara yang memecah kesunyian hutan Gunung Tilu. Pedati itu membawa teh hijau hasil dari perkebunan teh Dewata menuju Rancabolang. 17 Km harus ditempuh menembus lebatnya hutan Gunung Tilu melalui jalan berbatu. Hamparan batu tersebut sengaja dihampar sebagai pelapis perkuatan jalan. Jalan tersebut dikenal sebagai jalan makadam.

Mendengar jalan makadam sontak melambungkan ingatan saya kepada mata pelajaran konstruksi jalan. Salah satu mata pelajaran yang saya ikuti ketika menempuh Continue reading

Catatan Perjalanan : Ngaleut Dewata 2

P_20180303_142237_PN
Perkebunan Teh | © Tegar Sukma A. Bestari

Oleh: Tegar Sukma A. Bestari (@teg_art)

Dikejauhan kabut mulai turun, perlahan menyelimuti perbukitan sebagai tanda hari sudah mulai sore. Hari itu, pukul 16.30 saya duduk ditemani kucing kampung berwarna abu-abu yang dekil dan tidak terurus namun cukup gemuk. Sebenarnya saya sedang menunggu satu-satunya penambal ban di kawasan ini. Di sini penambal ban adalah profesi sampingan sehingga saya harus menunggu sang tukang hingga waktu kerja usai.

Biasanya semua pekerja pulang pukul 16.00, namun khusus hari itu ada pekerjaan tambahan bagi penambal ban. Saya sabar saja menunggu, toh tidak ada pilihan lain karena untuk keluar dari kawasan kebun teh ini harus melewati 18km dengan jalan yang bisa merusak motor. Sambil sesekali melihat jam tangan saya memperhatikan cara berkomunikasi warga karena Telkomsel yang saya gunakanpun sama sekali tak bersignal. Pemilik rumah menggunakan handie talkie untuk mengabarkan kedatangan saya pada penambal ban dan yang mengejutkan ternyata kabar ini bukan saja didengar oleh penambal ban tapi oleh seluruh rumah di kawasan kampung ini. Pantas saja sudah 4 orang yang lewat menyapa saya kurang lebih dengan bahasa yang sama “aduh meni jauh ti Bandung, ke sakedap Cep tabuh 5 ge dongkap” dan sayapun hanya bisa menjawab dengan malu “muhun, pa/bu”.

Continue reading
« Older posts

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑