Month: May 2017 (Page 2 of 2)

Kau dan Aku Menulis Catatan Perjalanan

Oleh: Arif Abdurahman (@yeaharip)

“Nah, yang kayak gini nih bisa dibikin catatan perjalanannya,” ucap saya dengan kagok, antara kedinginan dan grogi.

Hanya ada gelap di depan sana. Kami harus balik kanan setelah sadar jalan menuju Patuahwatee yang keluar ke Kawah Putih enggak memungkinkan untuk ditembus. Kami sudah dibuat gila, tapi kegilaan kami belum cukup edan untuk memutuskan bunuh diri berjamaah melewati jalanan itu. Maka tidak bisa tidak, jalur pergi harus disusur kembali. Bedanya, ini sudah malam. Hanya ada gelap. Gelap dan rasa cekam. Namun aleutan motor yang mengular begitu rekat dan perempuan yang ada di jok belakang membuang waswas dan menambah awas saya.

Bukan hanya gelap, tapi dingin. Kemeja flannel biru kotak-kotak cocok untuk dipakai pergi kencan, tapi tidak untuk menghadapi serangan dingin Ciwidey. Solusi menumpas dingin paling ampuh saat itu, ini murni alasan fisiologis, tentu saja pelukan. “Urang cuma pake flannel teh buat modus,” canda saya. Tapi dia menolak, malu-malu tapi mau. Karena sweater bermotif tribal saya kira sama tak terlalu fungsional. Hanya dingin yang memeluk. Anehnya, saya memang dingin, tapi tak terlalu kedinginan. Perlu disyukuri pula, lewat dingin ini membantu meredakan rasa sakit di pergelangan tangan kanan karena sebelumnya jatuh di Leuweung Datar. Ada gelap, juga dingin. Dingin yang menghangatkan. Continue reading

Mendekap Cianjur Selatan lewat Ngaleut Citambur

Oleh: Hendi “Akay” Abdurahman (@akayberkoar)

Malam kian larut saat Agus, Tegar, Windy dan Upi memberikan senyumnya ketika melihat saya memarkirkan motor dan hendak menghampiri mereka. Sedangkan saya, dan juga beberapa kawan lainnya yang mulai berdatangan satu per satu, memasang raut wajah lelah. Namun, tetap dengan senyum manis yang tak mau kalah.

“Wih… anu nggeus ti Citambur,” sapa Agus.

“Laleuleus, euy,” saya menimpali.

Tanpa permisi saya menerobos masuk ke sudut ruangan kedai kopi yang sekaligus menjadi base camp Komunitas Aleut itu untuk menyimpan barang-barang bawaan. Setelah barang bawaan tersimpan, saya bergabung bersama mereka untuk ngobrol sambil menahan rasa lelah.

Saya mesti bersyukur tiba di Jalan Solontongan 20-D, Buah Batu, dengan sambutan senyum mereka. Setengah jam kemudian, saya gandakan rasa syukur itu setelah melihat postingan instagram Dudi Sugandi. Tidak seperti biasanya, kali ini postingan terakhir yang saya dapati darinya bukan tentang panorama keindahan alam atau lanskap perkotaan, melainkan tentang sebuah kecelakaan bus pariwisata di daerah yang sebelumnya saya lewati; Ciwidey. Beruntung di waktu kejadian saya sudah sampai sini, saya berkata dalam hati. Continue reading

Ngaleut Citambur: Ketika Semuanya Terasa Pas

Oleh: Angie Rengganis (@angiesputed)

“Lihat banyak banget air terjunnya,” sahut Farhan menunjuk kearah pegunungan. Ada sekitar tiga air terjun ditemui di kawasan Desa Cipelah. “Tau gak film Point Break, itu loh yang tentang extreme sports, pas si Bodhi nya lompat jatuh dari air terjun Angel Falls di Venezuela,” tambah saya mengingat-ingat film yang pernah saya tonton. Ternyata Cianjur juga punya banyak air terjun yang gak kalah menarik untuk dijelajahi. Memasuki salah satu jalan di daerah Rawaeceng, kami harus dihadapkan dengan jembatan darurat yang dibuat dari kayu karena jalan tersebut sedang dalam perbaikan.

Beberapa motor sukses melewati jembatan. Sialnya saya dan Farhan terjatuh dari motor karena permukaan jembatan yang tidak rata dan licin. Motor TRX yang kami naiki jatuh menimpa salah satu kaki saya dan otomatis badan saya juga menimpa Farhan yang posisi jatuhnya diujung bibir jembatan. Dengan responsif, Farhan langsung berpegangan ke gagang jembatan dan segera menetralkan motor. Saya sedikit-sedikit berusaha mengeluarkan kaki yang tertimpa motor. Sebelum saya mengeluarkan kaki, beberapa teman dan warga setempat bergegas membantu kami berdiri. Bobot motor TRX terbilang ringan dan fleksibel digunakan di medan ekstrim, jadi kondisi jatuh tidak terlalu jadi masalah untuk motor tersebut. Tapi untuk kami, kecelakaan kecil tadi cukup mengagetkan. Continue reading

Pengalamanku Ikut Ngaleut Gunung Hejo

Oleh: Aozora Dee (@aozora_dee)

Jarum jam menunjukkan pukul 22.00 WIB. Malam mulai larut, jalan pun sudah sepi. Dalam hati aku berteriak kegirangan “Yes, akhirnya bisa juga main jauh dan pulang malam.” Aku baru saja sampai di kosan setelah seharian ini ikut Ngaleut ke Gunung Hejo, Purwakarta, bersama Komunitas Aleut. Langsung saja aku menuju menuju kamar mandi untuk membersihkan badan, lengket sekali rasanya setelah seharian banyak berkeringat dan diguyur hujan pula. Namun begitu masuk di dalam kamar mandi aku malah melamun, otakku membawaku pada kejadian hari ini, mengulang setiap hal yang dialami.

Selama mandi aku terus teringat dan senyum-senyum sendiri ketika sadar bahwa hari ini tidak ada deringan telepon dari ibu. Ya, biasanya tiap hari beliau telepon untuk ngobrol ini itu atau hanya sekedar bertanya “sedang apa?” Seandainya aku ketahuan masih di luar pada jam itu, akan ada rentetan pertanyaan yang wajib dijawab dan kesemuanya itu adalah berdasarkan kekhawatirannya. Tapi entah mengapa pada hari itu aku lupa izin sebelum pergi.

Bunyi notifikasi di handphone menarik perhatianku. “Itu pasti spamming foto dari Ngaleut hari ini” pikirku. Benar saja. Ditinggal sebentar saja sudah ada ratusan chat yang belum dibaca. Continue reading

Catatan Perjalanan: Ngaleut Gunung Hejo

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

https://2.bp.blogspot.com/-5KpwDp9WVdo/WPnb7CF4lgI/AAAAAAAABv8/C3Tzw8qbpRoRVEB6GkkFjDXI1hYFO4rzwCLcB/s1600/Gununghejo%2B1.JPG

Beberapa bulan ini Komunitas Aleut jarang melakukan ngaleut dalam kota, diganti dengan momotoran ke beberapa tempat di wilayah Priangan, dan sesekali melakukan perjalanan jauh menyusuri pantai selatan Jawa Barat dan Banten. Konon ada yang berkomentar dengan nada sinis, keur resep ngadatangan tempat angker jeung jujurigan anyeuna mah. Barangkali benar belaka apa yang pernah dikicaukan seorang kawan, “yang berbahaya dari menurunnya minat baca adalah meningkatnya minat berkomentar.”

Minggu, 16 April 2017, melintasi 5 kota dan kabupaten (Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang), momotoran hendak menuju Gunung Héjo dan Bukit Patenggéng. Dua tempat ini terlihat jelas dari tol Cipularang, dan kerap mengundang rasa penasaran: yang satu khas hutan hujan tropis, dan satu lagi gersang berbatu.

Sekira 15 motor bersiap dari Kedai Preanger, Jl. Solontongan-Buahbatu, sementara satu motor lagi menunggu di daerah Cimindi. Perjalanan seperti biasa aduhai, kecuali ketika melintas di ruas jalan Gado Bangkong: ada razia kendaraan dari kepolisian. Beberapa kawan berdegup kencang, termasuk saya. Continue reading

Berbuatlah Untuk Bumi Kita Yang Tua

Oleh: Rulfhi Pratama (@rulfhi)

Bumi yang kita tinggali ini sudah tak muda lagi kan? Dan saya rasa jawaban Anda akan setuju dengan saya. Bumi ini sudah ditinggali ratusan generasi, baik oleh dinosaurus, manusia purba ataupun makhluk lainnya hingga sampai di masa sekarang ditempati oleh manusia kaum milenial.

Semakin tua usia maka akan rentang sekali dengan berbagai penyakit. Terlebih jika tidak bisa menjaga kondisi agar tetap prima. Tentunya bumi telah diciptakan oleh Tuhan dengan kemampuan untuk menjaga kondisinya tetap seimbang yang disebut daya dukung lingkungan. Kemampuan yang sudah cukup untuk menjalankan semua kehidupan berjalan sesuai ketentuannya.

Tetapi lambat laun kemampuan bumi itu berkurang secara “paksa”. Salah satu faktor yang paling mempengaruhinya adalah keberadaan manusia. Manusia mengolah setiap sumber daya alam yang tersedia dengan rakus. Semua digunakan tanpa memikirkan untuk dikembalikan ke alam sebagai penyeimbang. Sehingga secara perlahan bumi yang sedang pijak mengalami ketimpangan ekosistem.

Manusia yang sebenarnya didaulat Tuhan menjadi khilafah, seorang pemimpin yang bertugas menjaga agar semua tetap seimbang dan berjalan sebagai mana mestinya, malah menjadi salah satu faktor utama yang mempercepat kerusakan di bumi.

Berbicara mengenai alam, kebetulan minggu kemaren saya berkesempatan untuk momotoran bersama Komunitas Aleut untuk mengunjungi sebuah gunung di daerah Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta. Gunung Hejo namanya.  Continue reading

#InfoAleut: Kelas Literasi “Sejarah Lisan” dan Ngaleut Sekolah Tempo Doeloe

Selamat malam, Aleutians! Ini agenda #KelasLiterasi #KomunitasAleut + #PustakaPreanger Pekan ke-92, besok kita akan menemui warga lokal untuk menyimak tentang “Sejarah Lisan”. Apa, di mana, bagaimana, sila kontak saja ke nomor tercantum….

Nah, di keesokan harinya kita bakalan tempo-doeloe²an dulu setelah berlelah² beberapa waktu belakangan ini #momotoran di #JelajahPriangan. Program#Priangan masih akan terus berlanjut bareng @djeladjahpriangan.

Yang tertarik belajar bareng mengenal situasi#Bandung tempo dulu, mangga segera daftar dari sekarang. Buat kawan² yang belum pernah ikut#ngaleut dan ingin bergabung, tinggal daftarkan diri aja ke nomor kontak yang tercantum di poster..

Sampai jumpa!

Catatan Perjalanan: Ngaleut Merakdampit

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

https://4.bp.blogspot.com/-G0VHGPo81F8/WPnZJfTl03I/AAAAAAAABvg/IGgsZQpwK_kRKmk-so2t4St1xXLUaEYvgCLcB/s1600/1.JPG

Sekali waktu saya pernah naik ke bukit Batu Taréngtong di daerah Merakadampit. Bukit yang mahiwal jika dibandingkan dengan perbukitan yang ada di sekelilingnya. Meski sama-sama ditanami palawija dan tanaman bumbu, namun di bukit tersebut banyak terdapat bebatuan. Minggu, 9 April 2017, bersama rombongan yang agak banyak dari Komunitas Aleut, saya kembali ke bukit tersebut.

Perjalanan seperti biasa dimulai dari Kedai Preanger, Buahbatu. Tujuan pertama adalah Baru Ajax, bekas peternakan dan sentra susu sapi di daerah Lembang, kepunyaan P.A. Ursone—pendatang berkewarganegaraan Italia. Sentra susu sapi ini terkait erat dengan Bandung Milk Centre yang pusatnya berada di Jalan Aceh, tak jauh dari Masjid Al-Ukhuwah.

Setelah P.A. Ursone dan istrinya meninggal, kepemilikan aset yang berupa tanah dan bangunan, menjadi sengketa antara keturunan P.A. Ursone, keturunan orang kepercayaan P.A. Ursone, dan keturunan kerabat istri P.A. Ursone. Informasi ini saya dapatkan dari salah seorang cicit P.A. Ursone yang tinggal di bilangan jalan dengan nama kedokteran. Continue reading

Merakdampit dan Kegelisahan Para Penggarap Lahan Sewaan

Oleh: Anggi Aldila (@anggicau)

REPUBLIKA.CO.ID, M.A.W Brouwer (1923-1991) seorang dari negeri Belanda yang telah lama tinggal di Bandung, Jawa Barat, pernah berujar “Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum”. Pernyataan itu menjadi sangat familiar untuk sebagian warga Kota Bandung, terutama bagi yang sering melewati kawasan Asia-Afrika karena terpampang di dinding bawah jembatan penyebrangan, persis di depan Gedung PLN.

Mungkin tidak salah dengan pernyataan tersebut, tidak usah seluruh Pasundan, seputaran Bandung pun selalu menjadi tempat yang cocok untuk memanjakan mata, tidak percaya? Cobalah pergi ke daerah Merakdampit di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.

Menyusuri Kawasan Bandung Utara memang tidak akan pernah bosan. Selain soal pemandangan (terutama pemandangan langsung ke Kota Bandung), Kawasan Bandung Utara menyimpan cerita tentang kawasan Danau Bandung Purba. Continue reading

Newer posts »

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑