Month: September 2016

#InfoAleut: Kelas Literasi Pekan Ke-61 dan Ngaleut Gunung Sadu

Hari Jumat telah tiba. Artinya, hari ini mimin akan share dua info kegiatan mingguan Aleut yang sayang banget untuk dilewatin Yuk simak 🙂

whatsapp-image-2016-09-23-at-11-41-12-am

Kegiatan pertama minggu ini adalah Kelas Literasi Pekan ke-61 yang berjudul “Bandung Kota Buku”. Dalam rangka menyambut Hari Jadi Kota Bandung ke-206, buku-buku yang akan dibahas minggu ini adalah buku yang bercerita tentang Kota Bandung 🙂

Bagi kawan-kawan yang tertarik bergabung, bisa menghubungi nomor CP 0896-8095-4394/LINE @FLF1345R dan datang ke Perpustakaan KedaiPreanger hari Sabtu besok pukul 13.00 WIB. Aleutians yang minggu ini ga sempet baca buku juga bisa buat hadir untuk sekadar ikut menyimak dan berdiskusi kok 😀

whatsapp-image-2016-09-23-at-11-41-12-am-1

Sedangkan di hari Minggu, kita akan Ngaleut Gunung Sadu. Tepat di hari jadi Kota Bandung, kita bakal melihatnya dari ketinggian dan juga dari kejauhan. Selain itu, kita juga bakal lihat dan main di taman yang lagi hits di sana. Dijamin asik deh 🙂

Kalau kawan-kawan tertarik untuk bergabung, langsung aja konfirmasi kehadiran via SMS/WA ke nomor 0896-8095-4394 atau LINE @FLF1345R (jangan lupa pakai “@”), lalu kumpul di KedaiPreanger (Jalan Solontongan No. 20D) pukul 07.30 WIB. Saat konfirmasi, sertakan keterangan bermotor atau tidak. Bagi yang bermotor, mohon membawa dua helm ya 🙂

Jangan lupa ajak teman, pacar, istri, keluarga, tetangga, atau gebetanmu sekalian agar kegiatan minggu ini bisa dinikmati beramai-ramai. Sampai jumpa 🙂

Kampung PU di Cibangkong, Bandung

Oleh: Asep Suryana

Orang-orang pasti mengira kami para “olegun”. Hari Minggu 3 September 2016 blusukan keluar masuk gang di Kelurahan Cibangkong Bandung, melintas tempat pemakaman umum, dan menyusuri sungai yang airnya hitam pekat. Ya, dengan berbekal sedikit keterangan, waktu itu sebenarnya ingin mengetahui keberadaan Kampung Cikapundung Kolot. Salah satu kampung tua di kawasan yang menjadi Kota Bandung sekarang ketika ibukota Kabupaten Bandung pindah dari Krapyak awal abad ke-19. Konon penduduk Kampung Cikapundung Kolot ikut membantu pembuatan Jalan Raya Pos yang melintasi kota baru Bandung.

Namun apa daya para orang tua yang kami tanya selalu merujuk ke sungai Cikapundung Kolot bukan Kampung Cikapundung Kolot. Alih-alih menemukan kampung tersebut teman Komunitas Aleut yang memimpin “ekspedisi” Mang Irfan mendapat informasi dari seorang penduduk di Pasar Cibangkong bahwa ada kampung yang disebut Pulo Unrus atau dikenal juga dengan Kampung PU. Langsung bayangan kami ke Pulau Onrust di Kepulauan Seribu. Pulau Onrust pernah menjadi tempat karantina perjalanan haji zaman kolonial. Pernah juga digunakan untuk penanganan penderita kusta dan pernah juga digunakan sebagai penjara. Entah bagaimana yang benar menulis Kampung PU tersebut, karena tidak ada papan nama satupun.

Jembatan rel kereta api jalur Cikudapateuh-Ciwidey di atas kanal baru Cikapundung Kolot belakang Trans Studiao Mall. Jalur ini resmi ditutup tahun 1975 dan menjadi pembatas antara Kelurahan Cibangkong sebelah barat dan Kelurahan Maleer di sebelah timur. (Foto Agus Sidiq/Komunitas Aleut)

Continue reading

Catatan Perjalanan: Ngaleut Cikapundung Kolot

Oleh: Hendi “Akay” Abdurahman (@akayberkoar)

WhatsApp Image 2016-09-04 at 08.14.51

Kami mulai berjalan beriringan menuju Cikapundung Kolot

Saya tak mengenal betul nama-nama sungai di kawasan Bandung, hanya beberapa saja. Sungai Citarum dan Cikapundung salah duanya. Sungai Ci Tarum tentu saja saya kenal ketika guru (entah SD atau SMP) yang menyebutkan sebagai sungai terpanjang di Jawa Barat. Kedua, Sungai Ci Kapundung, saya kenal ketika saya sering melintasi Jalan Asia Afrika, lalu masuk ke Jalan Ir. Sukarno (dulu bernama Jl. Cikapundung Timur). Selain itu, saya kurang begitu kenal tentang sungai-sungai yang berada di Bandung. Apalagi di daerah lain.

Kegiatan Ngaleut di Minggu pertama bulan September sepertinya akan berjalan biasa saja. Tapi tidak bagi saya, saya yang sebelumnya mengikuti Kamisan ala Aleut, di mana rancangan kegiatan untuk hari Sabtu dan Minggu dilaksanakan di Kamis malam itu membuat saya mengetahui lebih awal informasi yang akan diselenggarakan oleh teman-teman Komunitas Aleut untuk kegiatan weekend ini. Ketika beberapa teman mungkin mengetahui informasi di hari Jum’at atau Sabtu. Saya tahu lebih awal, Kamis malam. Mungkin ini menjadi keuntungan saya mengikuti Kamisan. Sebagai catatan, Kamisan ini terbuka untuk umum juga loh, untuk semua pegiat Aleut.

Ngaleut Cikapundung Kolot. Tema untuk Ngaleut minggu itu. Berbeda dengan Ngaleut-Ngaleut biasanya yang saya ikuti. Walaupun beberapa teman sudah mengetahui tentang keberadaan kampung Cikapundung Kolot, yang mana kampung tersebut menjadi salah satu kampung tertua di Kota Bandung. Ternyata setelah saya dan teman-teman lainnya telusuri, banyak hal-hal yang tak terduga. Pun begitu dengan beberapa teman baru yang baru ikut bergabung. Mereka begitu antusias mengikuti kegiatan Minggu ini. Continue reading

Yang Asing di Kampung Cikapundung Kolot

Oleh: Vecco Suryahadi Saputro (@veccosuryahadi)

Mungkin saya terlalu lama jalan-jalan di pusat kota Bandung hingga merasa asing saat berjalan-jalan di Kampung Cikapundung Kolot. Saya asing dengan senyum ramah nan tulus yang diberikan warga kampung. Saya juga merasa asing saat mereka kenal nama dan alamat tetangga mereka.

Tidak hanya terasing saja, saya juga melihat hal-hal yang jarang saya temukan di pusat kota. Warga duduk santai di depan rumah mereka yang saling berimpitan. Tidak hanya duduk saja, mereka juga mengobrol segala hal. Ibu-ibu membicarakan gosip artis terkini. Anak-anak menceritakan sinetron atau kartun yang terkini. Bapak-bapak berbagi cerita pekerjaan dan peliharaan mereka. Continue reading

#InfoAleut: Kelas Literasi Pekan Ke-60 dan Ngaleut Sapuran-Cikudapateuh

Selamat berakhir pekan, Aleutians! Setelah minggu lalu kita refreshing di daerah Ciater, Minggu ini kita bakal balik lagi buat menyusuri sudut Kota Bandung. Ayo simak #InfoAleut-nya 🙂

whatsapp-image-2016-09-15-at-6-12-52-pm

Kegiatan pertama adalah Kelas Literasi Pekan ke-60. Kalau beberapa minggu terakhir ini Kelas Literasi ada tema tertentu, di minggu ini kita bebas dari tema. Artinya, setiap kawan bebas bawa buku apa saja yang bakal diresensi di hari Sabtu ini. Mau itu tentang sejarah, sastra, filsafat, atau buku diktat sekalipun 🙂

Bagi kawan-kawan yang tertarik bergabung, bisa menghubungi nomor CP 0896-8095-4394/LINE @FLF1345R dan datang ke Gedung Indonesia Menggugat (Jl. Perintis Kemerdekaan) pukul 13.00 WIB. Aleutians yang minggu ini ga sempet baca buku juga bisa buat hadir untuk sekadar ikut menyimak dan berdiskusi kok 😀

whatsapp-image-2016-09-16-at-2-08-13-am

Sedangkan di hari Minggu, kita akan Ngaleut Sapuran Cikudapateuh. Di Ngaleut kali ini, kita berkenalan dan menelusuri jejak salah satu perkampungan yang menjadi hidup setelah ada jalur kereta di kawasan ini. Ngaleut ini juga masih jadi bagian kegiatan Komunitas Aleut dalam menyambut Hari Jadi Kota Bandung ke-206. Dijamin seru deh 🙂

Kalau kawan-kawan tertarik untuk bergabung, langsung aja konfirmasi kehadiran via SMS/WA ke nomor 0896-8095-4394 atau LINE @FLF1345R (jangan lupa pakai “@”), lalu kumpul di SPBU Pertamina 34-40236 (Jl. Laswi No. 140, dekat perempatan Laswi-Gatsu) pukul 07.00 WIB. Disarankan menggunakan alas kaki dan pakaian yang nyaman agar bisa enjoy selama berjalan kaki nanti 😀

Jangan lupa ajak teman, pacar, istri, keluarga, tetangga, atau gebetanmu sekalian agar kegiatan minggu ini bisa dinikmati beramai-ramai. Sampai jumpa 🙂

Sungai, Sneakers, dan Jalur Menanjak Itu: Perjuangan Mencapai (dan Pulang Dari) Sanghyang Heulut

Oleh: Chika Aldila (@chikaldila)

Sepatu sneakers sudah menjadi bagian dari hidupku. Dari jaman masih duduk di bangku SD sampai dengan lulus kuliah, sepatu sneakers tidak pernah hilang dari rak sepatu (ya of course beli baru setiap 1-2 tahun sekali). Pergi ke sekolah, kampus, mall, tempat-tempat wisata lainnya, sepasang sneakers selalu menemani; well, walaupun kehadirannya seringkali tergantikan oleh flat shoes dan heels di beberapa acara tertentu. Buatku, memakai sneakers bahkan lebih nyaman daripada memakai running shoes. Karenanya, sneakers selalu jadi pilihanku ketika melakukan perjalanan jauh-dekat, basah-kering, menanjak-menurun.

Di hari Minggu 14 Agustus 2016 silam, aku dan rekan-rekan dari Komunitas Aleut melakukan perjalanan menuju Sanghyang Heuleut yang berada di daerah PLTA Saguling, Rajamandala, Kab. Bandung Barat. Di rumah aku sempat terdiam barang 10 menitan, memikirkan alas kaki apa yang harus kupakai hari itu. Aku sama sekali tidak tahu kondisi jalanan seperti apa yang akan aku hadapi. Hmm.. sandal gunung atau sneakers? Tapi nanti kaki gosong karena momotoran, sneakers aja deh. Ya, hanya karena alasan takut kaki gosong kepanasan, aku pilih sneakers. Pathetic.

Perjalanan hari itu lumayan panas. Dalam hati aku bersyukur karena memakai sneakers. Alhamdulillah, at least kaki gak gosong, pikirku sambil memandang lokasi pertama perjalanan kami, Sanghyang Tikoro. Yap, untuk mencapai Sanghyang Heuleut, ada dua lokasi shanghyang-shanghyang yang kami lewati. Sanghyang Tikoro ini, shanghyang pertama, merupakan sebuah gua yang di dalamnya mengalir sungai menuju bawah tanah. Sanghyang Tikoro seringkali dikaitkan dengan legenda Danau Bandung Purba. Terlepas dari benar atau tidaknya perihal tersebut, Sanghyang Tikoro layak untuk dikunjungi. Coba deh ke sana dan perhatikan mulut gua tersebut. Seperti mulut orang yang menganga lebar dengan aliran sungai yang seperti air minum, masuk ke tenggorokan dan pergi entah ke mana. Continue reading

Americano, Indocafe dan Secangkir Sepi

Oleh: Arif Abdurahman (@yeaharip)

coffee

1

Bisa saja saya menikamnya dengan pisau dapur, dan yang ia perbuat justru membalas senyum. Mungkin sedikit meringis, dengan tetap penuh jatmika. Sikap kalem yang hanya dimiliki para bestari, ketenangan yang serupa permukaan kopi yang sering ia bikin. Selepas maghrib, bersama saya sebagai seorang teman ngobrol yang payah, entah kenapa perbincangan kami mengarah soal perbedaan Americano dengan long black. Saya sendiri lupa penjelasannya, keduanya sama-sama kopi berair, hanya berbeda soal mana yang pertama dimasukan, air dulu, atau kopi dulu. Dia lalu bertanya tentang siapa saja penulis yang suka ngopi. Hmm, banyak sih, jawab saya, Camus, Albert Camus, dia doyan bengong di kedai kopi. Terus Flaubert, lanjut saya, dia sehari minum kopinya bisa sampai 50 gelas, dan mati karena ginjalnya rusak. Perlu dikoreksi: Bukan Gustave Flaubert, tapi Honore de Balzac, saya salah sebut. Kalau Murakami suka ngopi? tanyanya. Minum wine dan ngebir dia mah, sebut saya, langsung terpikir kalau kami berdua sudah seperti protagonis dalam novel Dengarlah Nyanyian Angin dengan dialog sok intelek ini. Dia sendiri sering memanggil saya dengan nama belakang penulis Jepang itu, entah olok-olok yang benar, karena Murakami sendiri berarti desa atas. Apakah dia mengejek kalau saya orang udik, saya yakin dia enggak tahu akan hal ini. Penulis dari rahim Kabupaten mah kebanyakan pemurung, puji seorang kawan lain, ditujukan bagi saya. Si barista mungil bernama Hamdan ini pun orang Kabupaten. Harusnya saya bersyukur dipanggil Murakami. Perbincangan kami ini berada di depan Alfamart persimpangan Jalan Asia Afrika dan Jalan Alkateri, sebelah barat Mesjid Agung. “Kopi di Alfamart lebih bagus ketimbang Circle K.”, nasihatnya suatu kali, hasil analisanya sendiri. Di malam lain, dia menanyakan sesuatu yang konyol, kalau diberi kesempatan kencan buta semalam mau sama idola K-pop siapa? Dasom member Sistar, saya asal sebut. Dia menggeleng enggak tahu siapa, tentu. Bukan kenapa-kenapa, karena idol cantik itu punya cita-cita bikin buku kumpulan esai sebelum menginjak 30. Dengan Americano racikan Hamdan, dan mungkin dia berbaik hati bakal menyetelkan musik jazz, tentu soal tulis menulis ini bakal jadi bahasan yang setidaknya bisa membuat saya bisa bicara. Klise a la drama Korea, memang; skenario yang halusinatif, iya. Continue reading

#InfoAleut Kelas Literasi Pekan ke-58 dan Ngaleut Cikapundung Kolot

Selamat berakhir pekan, Aleutians! Kabar gembira untuk kita semua, karena di hari ini seperti biasanya Komunitas Aleut bakal ngasih dua info kegiatan mingguan yang sayang untuk dilewatkan 🙂
 
WhatsApp Image 2016-08-31 at 6.15.57 PM
Kegiatan pertama adalah Kelas Literasi Pekan ke-58. Di hari Sabtu ini, beberapa Majalah Historia berbeda edisi akan diresensi dan didiskusikan pada Sabtu mendatang. Kegiatan ini merupakan bentuk apresiasi dan dukungan Komunitas Aleut terhadap Historia yang tak surut mengabarkan masa lalu sebagai pelajaran untuk masa kini.
 
Bagi kawan-kawan yang tertarik bergabung, bisa menghubungi nomor CP 0896-8095-4394/LINE @FLF1345R dan bisa memilih majalah yang tersedia di Taman Pustaka Preanger dan datang ke Taman Pers Malabar (Jl. Malabar) pukul 13.00 WIB. Aleutians juga bisa buat hadir untuk sekadar ikut menyimak dan berdiskusi kok 😀
WhatsApp Image 2016-09-01 at 11.43.13 PM
Sedangkan di hari Minggu, kita akan Ngaleut Cikapundung Kolot. Di Ngaleut kali ini, kita berkenalan dan menelusuri jejak salah satu perkampungan tertua di Kota Bandung. Ngaleut ini juga menjadi bagian kegiatan Komunitas Aleut dalam menyambut Hari Jadi Kota Bandung ke-206. Dijamin seru deh 🙂
 
Kalau kawan-kawan tertarik untuk bergabung, langsung aja konfirmasi kehadiran via SMS/WA ke nomor 0896-8095-4394 atau LINE @FLF1345R (jangan lupa pakai “@”), lalu kumpul di Halaman Luar Trans Studio Mall (Jl. Gatot Subroto) pukul 07.00 WIB. Disarankan menggunakan alas kaki dan pakaian yang nyaman agar bisa enjoy selama berjalan kaki nanti 😀
 
Jangan lupa ajak teman, pacar, istri, keluarga, tetangga, atau gebetanmu sekalian agar kegiatan minggu ini bisa dinikmati beramai-ramai. Sampai jumpa 🙂

Surat Untuk Alina yang Ditulis Dari Ranca Bayawak

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Alina sayang…

Ketiadaan alamat membuat semua surat untukmu tak memiliki tempat. Anggaplah kamu telah menjadi semesta, tidakkah siang itu kamu melihatku tengah berdiri di atap masjid itu?

Burung-burung kuntul dan blekok beterbangan dan hinggap di rumpun-rumpun bambu. Kepak mereka begitu menawan, membawa kabar jutaan mil jarak tempuh yang telah dilalui. Siapa bilang jarak begitu bekhianat? Ketiadaanmu melebihi jarak, waktu, dan segala.

Kampung berpenghuni ratusan jiwa manusia ini telah dikepung proyek-proyek raksasa. Batas-batasnya begitu jelas dan menganga. Alat berat berdiri kokoh di kejauhan, dan patok-patok wilayah setegas garis sungai yang mati itu.

Alina bara apiku…

Continue reading

Pertemuan Senja Itu, Bersama Pak Wen

Oleh: Chika Aldila (@chikaldila)

“Panggil aja Wen, Pak Wen. Hehe.” jelasnya sembari tertawa kecil saat kutanya namanya. Bapak penjual rujak tumbuk ini mulai memotong buah-buahan yang dia ambil dari kotak.

Di depan Kedai Preanger, Jl. Solontongan 20-D, inilah aku bertemu dengan seseorang yang kutetapkan layak menjadi sosok mulia KNB. Terima kasih pada Pak Ridwan yang memanggil Pak Wen ini dari dalam kedai, aku berkesempatan untuk berbincang mengenai perjalanan hidupnya, walau hanya sebentar.

“Kalau di sini mah cuma Bapak Ridwan aja yang beli rujak bapak, Neng. Yang lain mah ga ada yang mau…” ujar Pak Wen tiba-tiba saat aku sedang asyik melihatnya menumbuk buah. Aku tersenyum sedih mendengarnya.

Sudah 19 tahun lamanya beliau berjualan rujak tumbuk. Sendirian di Kota Bandung tanpa keluarga, Pak Wen hanya dapat pulang 2 bulan sekali ke kota asalnya Garut ketika ada rejeki. “Itupun palingan 2 hari, neng. Da di sana mah bapak gabisa kerja begini… Malu sama tetangga. Malu sama cucu bapak.” Continue reading

Gunung Putri, Bertukar Ingat dengan Lupa

Oleh: Hevi Fauzan (@hevifauzan)

IMG-20160807-WA0013

Berbagi waktu dengan alam, kau akan tau siapa dirimu sebenarnya

Hanya sepotong bait lagu OST-nya film Soe Hok Gie yang melintas saat saya menaiki Gunung Putri, sebuah bukit di sekitaran Lembang. Sabtu malam, 6 Agustus 2016, setelah kekalahan Persib dari Perseru 1-0.

Tanggal tersebut bertepatan dengan Hari Keantariksaan. Kami, dari Komunitas Aleut, pada awalnya ingin melihat apa yang terjadi di langit malam itu. Apa daya, polusi cahaya Lembang dan Kota Bandung tidak memungkinkan untuk itu. Ditambah lagi, langit tertutup awan, walau tidak sampai hujan.

Sore sebelumnya, saya mengalami kejadian absurd yang gak lucu sama sekali. Sudah puluhan kali saya menjadi admin untuk live tweet pertandingan Persib Bandung. Saya pernah live berdasarkan laporan via voice dan text, apalagi, live tweet berdasarkan pertandingan di TV adalah hal yang biasa. Namun di sore itu, saya buta dengan jalannya pertandingan karena memang tidak disiarkan secara langsung, baik di TV maupun radio. Alhasil, saya mendapat info dari akun official. Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑