Month: June 2016

#InfoAleut: Ngaleut Perkebunan (Teh) Sedep (26/06/2016)

2016-06-26 Sedep

Selamat berakhir pekan, Aleutians! Hari Minggu besok kita akan… “Ngaleut Perkebunan (Teh) Sedep”.

Sesuai dengan judulnya, di Ngaleut kali ini Aleutians akan berkunjung dan main di Perkebunan Teh Sedep di daerah selatan Bandung. Selain itu, bakal ada kejutan juga di perjalanan ini. Penasaran kan? 🙂

Tertarik untuk bergabung? Langsung aja konfirmasi kehadiranmu via SMS/WA ke nomor 0896-8095-4394 atau LINE @flf1345r (jangan lupa pakai “@”) dan langsung kumpul di Kedai Preanger (Jl. Solontongan 20-D) pukul 06.30 WIB. Cantumkan keterangan bermotor/nebeng saat konfirmasi. Oh iya, masing-masing peserta juga jangan lupa siapin jas hujan yes 🙂

Jangan lupa juga ajak teman, pacar, istri, keluarga, tetangga, mantan, rekan kerja, boss, atau gebetanmu agar Ngaleut-nya semakin seru. Sampai jumpa besok! 🙂

Ramadhan yang Sama, Kita yang Berbeda

Oleh: Irfan Noormansyah (@fan_fin)

“Nguuuuuuuuuuuuuungggg”, terdengar sirine panjang pukul setengah lima pagi. Berbunyi bukan karena kebakaran, bukan pula karena ada maling masuk komplek. Suara panjang yang terdengar nyaring merupakan tanda bahwa waktu imsak sudah tiba, setidaknya begitulah tandanya di Gg. Pepaya No. 109 Cijerah Bandung.

Separuh masa kecil saya dihabiskan di tempat tersebut, begitu hari libur tiba hampir pasti saya menginap di kediaman Nenek saya di Cijerah. Bukan tanpa alasan, tempat tinggal saya yang mendiami rumah orang tua dari Ibu saya di Pagarsih tidak memiliki sepupu yang sepantar dengan saya.

Seperti banyak anak-anak kebanyakan, saya dan para sepupu selalu menyambut gembira datangnya Bulan Ramadhan, selain karena kegiatannya yang selalu ramai dengan berbagai pernak-pernik, tentunya datangnya Ramadhan berarti tak jauh dengan datangnya hari raya Idul Fitri di mana anak-anak sebaya dalam keluarga ‘nagih THR’ kepada orang dewasa.

Tak jauh dengan anak-anak lainnya, berbagai macam petasan dan kembang api pun menjadi favorite permainan saya dan sepupu, selain kartu bergambar dan ‘tazoos’ yang merupakan hadiah langsung makanan ringan ‘chiki ball’. Kadang board game macam monopoli, halma dan ular tangga pun menjadi alternatif.

Tak lupa buku agenda kegiatan Ramadhan yang ikut menemani Ramadhan saya di Cijerah yang tampaknya seluruh anak-anak di nusantara memilikinya sebagai PR untuk dikerjakan selama masa libur Ramadhan-Lebaran tiba. Dan di sinilah kreatifitas anak-anak tahun 90-an diuji: 30 khutbah dalam sebulan untuk dihadiri cukup berat buat kebanyakan orang. Apalagi bila sobat akrab berada di sisi, senda gurau yang ada dan khutbah terlupa. Saya pribadi berhasil mengisi penuh isi khutbah pada agenda kegiatan penuh dengan jujur, jujur mencatat dari TV dan Koran. Continue reading

#InfoAleut Ngaleut Ramadhan di Bandung (19/06/2016)

image

Selamat sore, Aleutians! Minggu sore besok, kita akan Ngaleut Ramadhan di Bandung loh 🙂

Di Ngaleut kali ini Aleutians akan ngabuburit dengan jalan-jalan sambil mencari tahu aktivitas warga Bandung dalam menunggu waktu buka, baik itu di Bandung baheula maupun di Bandung saat ini. Selain itu, di akhir kegiatan kita bakal buka bareng loh 󾌳

Tertarik untuk bergabung? Langsung aja konfirmasi kehadiranmu via SMS/WA ke nomor 0896-8095-4394 atau LINE @flf1345r (jangan lupa pakai “@”) dan langsung kumpul di depan New Majestic (Jl. Braga No. 1) pukul 15.00 WIB. Siapin uang juga buat beli makanan, atau bisa bawa bekal dari rumah juga kok 󾌵

Jangan lupa juga ajak teman, pacar, istri, keluarga, tetangga, mantan, rekan kerja, boss, atau gebetanmu agar Ngaleut-nya semakin seru. Sampai jumpa hari Minggu! 🙂

Persib dan Literasi Bal-balan

Oleh: Arif Abdurahman (@yeaharip)

Saat rehat babak pertama laga tandang Persib yang melawat Persiba, saya menulisi akun @simamaungdengan pertanyaan retoris sok puitis: Kenapa sepi dan rindu diciptakan? Hanya tinggal mengklik tombol tweet, beruntungnya saya bukan makhluk yang kelewat iseng. Sebenarnya, enggak masalah sih sedikit jahil dengan salah satu media daring paling akrab di telinga bobotoh ini, hitung-hitung meredakan ketegangan skor kacamata di malam itu–malam Minggu yang niscaya akan jadi jahanam jika tanpa puisi dan Persib.

Sepakbola bukan cuma sebuah permainan, bukan hanya olahraga, ini adalah satu agama, sabda seorang Diego Maradona. Meski enggak tertulis di data KTP, tapi mayoritas warga Bandung sudah bisa dipastikan beragama Persib. Menonton Persib, baik berjamaah ke stadion atau di tempat nobar, atau sendiri-sendiri di rumah masing-masing, adalah ibadah fardlu bagi bobotoh. Maka dalam kegiatan rutin Kelas Literasi Komunitas Aleut! yang rutin diadakan hari Sabtu itu mengundang kawan-kawan pesohor dari @mengbal,@stdsiliwangi, @panditfootball, kang @riphanpradipta, dan kang @dumbq_ berbagi pengalaman, ide, dan informasi seputar sepakbola Bandung dan pengelolaan situs daring yang mereka jalankan.

“Saya lahir di Kediri, dan pernah tinggal di Malang, lalu sekarang tinggal di Bandung. Jadi saya sudah juara tiga kali,” ujar seorang penulis sepakbola yang hadir sore itu, yang kemudian disambut tawa oleh kawan-kawan lainnya. “Dari pengalaman saya itu, budaya sepakbola Bandung masih yang terdepan. Di sini sangat terbuka, kritik adalah hal yang bisa terjadi setiap hari. Di Bandung warga berderet di pinggir jalan menyambut bobotoh, sesuatu yang bahkan di Malang pun tidak terjadi.” Continue reading

Presiden Seumur Hidup itu Ditetapkan di Bandung

Oleh: M. Ryzki Wiryawan (@sadnesssystem)

Di Bandung-lah Soekarno merintis perjuangannya melawan penjajah, dan di kota ini pula Soekarno menegaskan dirinya sebagai tiran. Setelah mengalami masa-masa kekacauan tak berkesudahan akibat perseteruan politik, pada tanggal 15 Mei 1963 Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menggelar sidang umum II di Bandung. Dalam sidang itu, dihasilkanKetetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963 yang mengangkat Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia seumur hidup.

13330903_10207736664869166_7651125239698858644_n

Dalam foto yang diambil saat rapat umum di Alun-alun Bandung, terlihat Presiden Soekarno mengangkat Piagam Ketetapan MPRS yang berisikan penetapannya sebagai Presiden Seumur Hidup. Bung Karno menyampaikan pidato berjudul “Sosialisme Bukan Benda yang Jatuh dari Langit”… Continue reading

#InfoAleut: Ngaleut Mengemas Pariwisata Kota Bandung Bagian Tiga (12/06/2016)

Selamat pagi, Aleutians! Gimana puasa hari ini? Masih lancar kan? Hehehe 🙂

Udah pada punya rencana ngabuburit besok belum? Kalau belum, ayo ikutan “Ngaleut Mengemas Pariwisata Kota Bandung” bagian ketiga 😀

2016-06-12 Kelas Pariwisata III 1

Kalau di kelas sebelumnya kita belajar membuat indeks objek wisata dan merancang rute, di Ngaleut kali ini Aleutians akan belajar lebih jauh lagi. Apa sih yang bakal dipelajari hari Minggu besok? Dateng aja, pokoknya dijamin seru deh 😀

Tertarik untuk bergabung? Langsung aja konfirmasi kehadiranmu via SMS/WA ke nomor 0896-8095-4394 atau LINE @flf1345r (jangan lupa pakai “@”) dan langsung kumpul di Kedai Preanger (Jl. Solontongan No. 20-D) pukul 13.00 WIB. Bawa alat tulis dan catatanmu ya 🙂

Jangan lupa juga ajak teman, pacar, istri, keluarga, tetangga, mantan, rekan kerja, boss, atau gebetanmu agar Ngaleut-nya semakin seru. Sampai jumpa besok! 🙂

Purwakarta Menyapa Dengan Senyum yang Menggoda

Oleh: Hendi Abdurahman (@akayberkoar)

Saya sempat melihat perempuan itu di tempat yang tidak begitu ramai, orang mengenalnya dengan nama Citra. Beberapa kali kami berpapasan di tengah jalan ketika saya hendak pergi ke arah timur. Saat itu, tidak pernah terlintas dipikiran saya untuk sekedar say hi dengannya, paling hanya senyum-senyum kecil. Di mata saya, Citra adalah seorang perempuan biasa, perempuan yang hanya akan saya lihat tak lebih dari dua sampai tiga kali dalam satu tahun.

“Kamu kemarin lihat si Citra datang ke sini, Jon?” tanya Hamdan.

“ Ya, saya lihat Citra mampir ke sini, kayaknya ngopi sambil nugas, pantas saja orang pada heboh tentang dia, dia sekarang beda loh, wajahnya bersih, body aduhai, pokoknya cantik lah. Andai kamu melihatnya kemarin, saya yakin kamu akan terpana dan akan pangling melihatnya, hahaha…” jawab Joni sambil menyeruput kopi hitam yang diiringi mimik muka penasaran dari Hamdan.

Obrolan mereka terdengar ke sudut ruangan. Kebetulan saat itu saya sedang makan siang di Kedai langganan yang dinamai Kedai Senja. Sudah beberapa minggu ini, di daerah saya, Citra menjadi buah bibir yang banyak orang perbincangkan. Semenjak kuliah di perguruan tinggi, Citra bisa dikatakan menjadi bunga desa di tempat kami. Bukan hanya dari tampilannya saja dia berubah menjadi lebih menarik, lebih dari itu, pesonanya sebagai seorang perempuan semakin bersinar.

Sampai suatu hari, saya dipertemukan dengan Citra. Kali ini bukan hanya berpapasan, kami ngobrol, bercanda, sharing, sampai pada curhat-curhat kecil di tempat ini. Berawal dari kedatangan Citra yang lagi ngopi sambil nugas di Kedai Senja, saya yang sedang duduk sendiri memberanikan diri untuk berkenalan lebih jauh. Kali ini kita tidak hanya senyum-senyum kecil seperti ketika kita ketemu waktu berpapasan, saya berjabat tangan dan ngobrol dengan cukup intim. Semenjak itulah saya mulai akrab dengannya.

*** Continue reading

Rias Muka Ala Purwakarta

Oleh: Irfan Noormansyah (@fan_fin)

Otot kawat tulang baja julukannya, bertengger Sabtu pagi di Stasiun Purwakarta. Tak lain dan tak bukan adalah Gatot Kaca, putra dari Bima. Tokoh yang terkenal bisa melayang di angkasa ini menyambut gagah kedatangan para tamu yang singgah di Purwakarta lewat kereta. Seringai wajahnya menunjukkan wibawa, seolah menjadi penjaga kota.

Stasiun Purwakarta menjadi langkah pertama saya di daerah yang menjadi sub-urban Kota Bandung ini. Ukurannya tak terlalu besar, namun ada yang berbeda. Di balik kereta-kereta yang sedang menunggu giliran untuk berangkat, terdapat deretan gerbong-gerbong kereta tua yang sudah menjadi bangkai, bertumpuk rapi bagaikan mainan anak yang dapat dibongkar pasang.

“Tua..

Namun Begitu Indah di Mata..

Gerbong kereta yang beragam warna..

Menjadikannya Istimewa..”

Lalu saya ingat persis, tempat inilah yang ternama di dunia maya. Tempat orang berfoto diri karena latar belakang foto yang menjadi tak biasa.

Tak lama saya diperkenalkan kepada si kembar yang berdiri tepat di samping stasiun, tak seperti kembar yang saya bayangkan layaknya kembar yang berada di negeri Paman Sam memang. Si kembar yang dimaksud adalah Gedung Kembar yang sudah berusia satu abad lebih dan merupakan salah satu bangunan heritage di Purwakarta. Nakula Sadewa namanya kini, sama seperti nama si kembar dari ceritera Mahabarata, sehingga menambah kental nuansa pewayangan di Purwakarta. Gedung Kembar Nakula Sadewa kini dipergunakan sebagai museum yang diberi nama Bale Panyawangan Diorama Purwakarta.

Buat saya yang sebenarnya cukup mengikuti perkembangan teknologi terkini, Bale Panyawangan Diorama Purwakarta merupakan satu tempat yang cukup ajaib . Sebuah buku yang menayangkan gambar bergerak di setiap lembarnya seperti Film Harry Potter dan sebuah video virtual yang berjalan dengan kayuhan sepeda sukses membuat saya merasa ndeso. Pada umumnya, Bale Panyawangan, seperti titelnya yang menyandang nama Diorama Purwakarta, menceritakan tentang daerah Purwakarta dari mulai sejarah, perkembangan kota, hingga bagaimana Purwakarta mengangkat berbagai budaya nusantara menjadi bagian dari pariwisata.

Purwakarta memang sempat menjadi saksi sejarah perlawanan rakyat Indonesia terhadap VOC, namun hanya sedemikian saja. Secara budaya dan sejarah sebenarnya tak banyak yang dapat ditawarkan sebagai aspek pariwisata. Namun, kondisi itu tak membuat sang penguasa patah arang. Wajah Purwakarta kini cantik dengan daya tarik di berbagai titik. Dengan dalih ingin mengangkat berbagai kearifan lokal yang dimiliki Nusantara, kini Purwakarta menjelma menjadi kota istimewa yang pariwisatanya tak kalah asik dengan kota-kota besar lainnya. Gapura dan corak khas Pulau Dewata dapat dengan mudah ditemukan menghiasi sudut kota. Berbagai tokoh pewayangan Mahabarata pun menjadi satu gaya yang menjadi tanda kota.

Tak mau kalah dengan tetangganya Kota Bandung, Purwakarta memiliki beberapa taman cantik yang menjadi andalan muda-mudi menghabiskan banyak waktunya di ruang terbuka. Beberapa instalasi seni di sekeliling taman menjadi primadona untuk berfoto selfie tatkala segerombol wisatawan hadir lengkap membawa tongkat narsisnya. Memang tak seramai taman dan alun-alun di Bandung, namun justru hal ini yang menciptakan faktor kelestarian lingkungan sekitar. Tak banyak sampah berserakan dan fasilitas umum relatif masih baik dan terjaga.

Beranjak dari alun-alun, saya dikenalkan kepada Citra dan Sri. Sayangnya bukan dalam wujud perempuan tinggi cantik semampai seperti yang saya khayalkan, tetapi dua nama yang menjadi taman di Purwakarta; Taman Citra Resmi dan Taman Sri Baduga. Dyah Pitaloka Citra Resmi seorang putri kerajaan Sunda yang terlibat dalam terjadinya Perang Bubat merupakan inspirasi bagaimana Taman Citra Resmi di Purwakarta dinamakan. Secara fisik, keberadaannya sangat mencolok dengan keberadaan patung dan relief yang menggambarkan ringkasan peristiwa Perang Bubat ini tertata sangat indah. Di bagian tengah taman terdapat sang boga lakon, yaitu Dyah Pitaloka Citra Resmi yang sedang beradegan akan menikam lehernya dengan pisau, sementara di bagian belakangnya terdapat relief yang menceriterakan bagaimana perang tersebut berlangsung dan memakan banyak korban.

Sri Baduga, yang tentunya bukan nama seorang wanita layaknya nama Sri di jaman sekarang, merupakan nama lain dari Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi dikenal sangat erat kaitannya dengan binatang maung (macan), karena konon di saat kehancuran kerajaan yang dipimpinnya ia dan pengikutnya berubah menjadi maung saat ditemukan sang anak, Prabu Kian Santang, di lokasi bekas kerajaannya. Bagi orang Bandung, nama Sri Baduga sendiri sudah tidak asing, karena di Bandung Sri Baduga merupakan nama museum yang terletak di Jalan Lingkar Selatan.

Untuk memasuki wilayah Taman Sri Baduga yang ternyata sangat luas wilayahnya ini (mungkin hampir seluas Monas), pengunjung harus mengitari setengah lingkaran lebih taman tersebut dari mulai titik awal di Taman Citra Resmi. Sungguh melelahkan rasanya karena ketika menemukan pintu masuk, kita harus kembali mengelilingi setengah lingkaran sebuah kolam besar untuk dapat berfoto dengan patung Sri Baduga dan keempat maung pengikutnya di titik paling dekat. Melelahkan, namun cukup pantas didapat saat melihat dari dekat megahnya patung Sri Baduga dan empat maung pengikutnya yang memancarkan air layaknya patung singa di Singapore.

Sri Baduga dan Citra Resmi hanyalah dua tokoh yang sebenarnya tidak memiliki kaitan erat dengan Purwakarta, namun diangkat oleh pemerintah setempat sebagai bagian dari pariwisata daerah. Walaupun tidak memiliki hubungan budaya dan sejarah dengan tempat-tempat wisata yang dibuat di Purwakarta, namun cara cerdik pemerintah yang mengisi kosongnya kekurangan mereka dengan berbagai konten yang menarik perlu diacungi jempol.

Tentunya kurang rasanya bila berwisata ke suatu kota tapi tak mencoba kuliner khasnya. Es Kuwut, satu kuliner menarik yang menjadi penutup kunjungan saya ke Purwakarta. Lokasinya tepat bersebrangan dengan Stasiun Purwakarta. Es Kuwut terbuat dari air perasan jeruk nipis berisikan hirbis dan selasih, agak asam namun memberikan kesegaran di bawah suhu Purwakarta yang lebih sedikit eksotis dibandingkan di Bandung.

 

Tautan asli: http://ceritamatakata.blogspot.co.id/2016/06/rias-muka-ala-purwakarta.html

 

#InfoAleut: Ngaleut Mengemas Pariwisata Kota Bandung Bagian Dua

2016-06-05 Kelas Pariwisata II
Selamat berakhir pekan, Aleutians! Hari Minggu besok (05/06/2016) kita akan melanjutkan “Ngaleut Mengemas Pariwisata Kota Bandung” loh 😀
 
Di Ngaleut kali ini, Aleutians akan belajar lebih jauh tentang cara mengemas wisata di Kota Bandung yang menarik. Pokonya dijamin seru deh 😀
 
Tertarik untuk bergabung? Langsung aja konfirmasi kehadiranmu via SMS/WA ke nomor 0896-8095-4394 atau LINE @flf1345r (jangan lupa pakai “@”) dan langsung kumpul di Kedai Preanger (Jl. Solontongan No. 20-D) pukul 13.00 WIB. Minggu ini Ngaleut-nya siang hari ya, bukan pagi seperti biasanya 😀
 
Jangan lupa juga ajak teman, pacar, istri, keluarga, tetangga, mantan, rekan kerja, boss, atau gebetanmu agar Ngaleut-nya semakin seru. Sampai jumpa hari Minggu! 🙂

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑