Month: March 2016 (Page 1 of 2)

Petilasan Ki Ageng Mangir

Oleh: Nurul Fatimah (@nurulf90)

image

Adalah Mangir, sebuah desa yang diyakini menjadi desa tertua di Kabupaten Bantul. Desa ini tidak bisa lepas dari sejarah tokoh Ki Ageng Mangir yang dikenal karena perseteruannya dengan Panembahan Senopati, Raja Mataram.

#InfoAleut: Ngaleut Jejak Bandung Lautan Api (27/03/2016)

2016-03-27 BLA 2
Selamat hari Sabtu, Aleutians. Belum punya rencana di hari Minggu pagi (27/03/2016) besok? Yuk ikutan aja Ngaleut Jejak Bandung Lautan Api 😀
#InfoAleut Dalam Ngaleut Jejak Bandung Lautan Api, kita akan menyusuri setiap titik yang punya peran penting saat Bandung Lautan Api 1946. Di mana aja sih? Peran penting apa yang berkaitan dengan BLA? Penasaran kan? 🙂
Daripada nanti nyesel, langsung aja konfirmasi kehadiranmu melalui WA/SMS (WAJIB) ke 0896-8095-4394 atau LINE @flf1345r (jangan lupa pakai “@”) dan langsung kumpul di Taman Braga (Depan BJB Braga) pukul 07.00 WIB. Gunakan alas kaki dan pakaian yang nyaman, juga siapkan payung atau jas hujanmu mengingat cuaca Kota Bandung lagi susah ditebak 😀
Yuks gabung dan jangan lupa juga ajak teman, pacar, keluarga, tetangga, mantan, rekan kerja, boss, atau gebetanmu. Tiada kesan tanpa kehadiranmu~

Monumen Bandung Lautan Api

Oleh: Irfan Noormansyah (@fan_fin)

image

24 Maret 1946, langit Bandung tak secerah hari ini.
Kepulan asap hitam dan jilatan api merah membara mewarnai jengkal udara di kota ini.
Ratusan ribu warga kota Bandung membakar bangunan dan tempat tinggalnya untuk melindungi Kota Bandung dari penjajah.

70 tahun berselang, Kota Bandung telah lahir kembali dengan membawa banyak perubahan dan inovasi. Sebuah tugu berbentuk kobaran api bertengger kokoh di Lapangan Tegallega, sebagai pengingat untuk mereka yang hidup di masa sekarang dan di masa yang akan datang.

Karya-karya Irfan yang lainnya bisa dilihat di http://instagram.com/fan_fin

Kelaparan di Teras Cikapundung? Tak Perlu Khawatir!

image

Teras Cikapundung sekarang jadi satu tempat kekinian baru yang lagi ramai diserbu warga Bandung. Nah, kalau kawan-kawan dilanda rasa lapar pas lagi main di sini, langsung aja jalan ke arah bukit di sebelah utara. Makanan dan minuman yang dijual di sini dijual dengan harga wajar, dijamin ga akan bikin tekor!

Tapi, jangan heran kalau warung-warung ini ga bisa kawan-kawan temui di hari biasa, karena hanya buka di akhir pekan dan libur nasional.

#InfoAleut: Ngaleut Teras Cikapundung (20/03/2016)

2016-03-20 Teras Cikapundung 2
Selamat berakhir pekan, Aleutians! Masih bingung mikirin rencana untuk menghabiskan waktu di hari Minggu? Kalau belum, ayo ikutan aja Ngaleut Teras Cikapundung (20/03/2016) besok 😀
#InfoAleut Dalam Ngaleut Teras Cikapundung, kita akan menyusuri setiap titik yang ada di pusat keramaian baru di Kota Bandung. Ada apa aja sih? Penasaran? Makanya jangan sampai ga ikutan 🙂
Tertarik? Silahkan konfirmasi kehadiranmu melalui WA/SMS (WAJIB) ke 0896-8095-4394 atau LINE @flf1345r (jangan lupa pakai “@”) dan langsung kumpul di Jl. Sumur Bandung No. 4 pukul 07.00 WIB. Peserta diharapkan membawa alat tulis, karena akan ada beberapa hal yang akan dicatat. Gunakan alas kaki dan pakaian yang nyaman, juga siapkan payung atau jas hujanmu mengingat cuaca Kota Bandung lagi susah ditebak 😀
Yuks gabung dan jangan lupa juga ajak teman, pacar, keluarga, tetangga, mantan, rekan kerja, boss, atau jodoh khayalan. Tiada kesan tanpa kehadiranmu~

#InfoAleut: Kelas Resensi Copywriting (19/03/2016)

2016-03-19 Copywriting 2

Hari ini, Sabtu (19 Maret 2016) di #KelasResensi Komunitas Aleut, akan diadakan Kelas Copywriting. Apa itu Copywriting? Mari cari tahu dan belajar bersama 🙂

Seperti halnya meresensi buku, di sini pun kawan-kawan akan belajar mencerna dan memahami teks dari artikel tentang copywriting, mengembangkannya menjadi sebuah pengetahuan baru, dan sedikit menulis dari pengetahuan tersebut. Meskipun sedikit, tapi mudah-mudahan mampu memahaminya dengan baik.

Tertarik? Konfirmasikan kehadiranmu (WAJIB) ke nomor 0896-8095-4394 (SMS/WA) atau melalui akun LINE @flf1345r (jangan lupa pake @ yah) dan langsung saja datang ke Kedai Preanger di Jl. Solontongan No. 20D (dekat SMAN 8 Bandung) pukul 13.30 WIB. Tidak ada syarat khusus, apabila memang tertarik untuk menyimak dan berdiskusi, silahkan datang 🙂

M.I. Prawirawinata

image

Di lokasi ini pernah berdiri sebuah Toko Buku dan Percetakan M.I. Prawirawinata, toko buku dan percetakan pertama yang dimiliki oleh seorang pribumi.

Setelah berhenti beroperasi pada pertengahan 1930-an, bangunan yang berada di ruas Jl. Lembong ini beralih fungsi menjadi hotel.

Skandal Homoseksual di Bandung

Oleh: M. Ryzki Wiryawan (@sadnesssystem)

Kasus pencabulan bukanlah suatu hal baru di Indonesia. Pada masa kolonial, kejadian tersebut turut dianggap sebagai suatu aib. Suatu kisah menarik mengenai itu diungkap dalam buku “Vaarwel, Tot Betere Tijden: Documentatie over de ondergang van Ned-Indie” yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Djambatan dengan judul “Selamat Tinggal, Sampai Jumpa Pada Masa yang Lebih Baik” karangan B.J. Bijkerk.

Ceritanya pada suatu malam, seorang pelajar Hogere Burger School (setingkat SMA) berteriak-teriak dan gugup sekali datang ke kantor polisi. Ia melaporkan telah diserang oleh seorang Eropa yang ingin melakukan hubungan seks dengannya.

Beberapa waktu kemudian, skandal seks itu terbongkar setelah polisi menangkap basah seorang pejabat tinggi Eropa di sebuah hotel Tionghoa di Bandung. Saat ditangkap, ia tengah melakukan perbuatan tidak senonoh dengan seorang bocah pribumi (Terwijl deze ontucht pleegt met een Inlands jongetje). Sang pelaku segera dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi. Polisi kemudian menghubungi Residen Priangan dan Gubernur Jawa Barat yang kemudian menjatuhkan skorsing terhadap pejabat tersebut.

Sang pejabat lantas menanggalkan jabatannya dan atas kemauan sendiri naik kapal meninggalkan Hindia Belanda. Namun ketika kapal tersebut singgah di Makassar, pejabat tersebut diringkus polisi dan dibawa ke Batavia. Atas perintah jaksa agung, sang pejabat kemudian diganjar hukuman penjara selama satu setengah tahun di Sukamiskin.

Setelah itu, Gubernur Jenderal Tjarda van Stackenborgh Stachouwer memerintahkan razia besar-besaran terhadap pelaku Homoseksual. Terjadilah seorang direktur sekolah MULO di Bandung melakukan bunuh diri dengan membuka keran gas di rumahnya karena takut ditangkap polisi dan malu terhadap keluarganya atas perbuatannya. Sang direktur ini terkenal pula sebagai penulis buku kanak-kanak terkemuka sekaligus organisator tonil (drama) untuk remaja. Di lingkungan masyarakat Bandung dia dikenal sebagai orang terpandang… Siapa sangka ternyata dia homoseksual. Siapakah namanya tidak disebutkan dalam buku karangan Bijkerk…

5921_10207059144611583_1335001387785258445_n

 

Tautan asli: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10207059144611583&set=a.1311775149011.2041323.1069614412

Bangunan Swarha

image

Bangunan ini berada di Jl. Asia-Afrika, beroperasi sebagai hotel sekitar awal 1950-an. Pada saat perhelatan Konferensi Asia-Afrika 1955, gedung ini digunakan sebagai tempat menginap para kuli tinta. Setelah sekitar satu dekade beroperasi, hotel ini kemudian tutup.

Lantai dasar bangunan ini masih digunakan untuk berjualan kain, sedangkan 4 lantai ke atasnya dibiarkan kosong begitu saja. Sempat ada perbaikan di beberapa kamar untuk keperluan syuting film layar lebar.

Beli Buku di Jl. Cikapundung Barat

image

Di tengah perjalanan #Ngaleut Toko Buku dan Percetakan Tempo Dulu siang tadi, @teg.art dan @tiarahmii menyempatkan diri untuk membeli buku di emper Jl. Cikapundung Barat.

Kawasan ini dikenal sebagai salah satu sentra buku dan majalah bekas sejak sekitar 1960-an. Harga buku yang ditawarkan bervariatif, mulai dari puluh ribu hingga ratusan ribu rupiah.

Foto: @fajarasaduddin

Gedung Indonesia Menggugat

image

Gedung Indonesia Menggugat, dulunya berfungsi sebagai pengadilan. Nama gedung diambil dari judul pledoi Sukarno dengan judul sama yang ia tulis selama mendekam di Penjara Banceuy.

Nah, lokasi ini merupakan titik kumpul kegiatan Ngaleut Toko Buku dan Percetakan Tempo Dulu hari Minggu besok. Sudahkah Aleutians memastikan diri bergabung?

Foto: Arya Vidya Utama (@aryawasho)

#InfoAleut: Ngaleut Toko Buku dan Percetakan Tempo Dulu (13/03/2016)

Selamat berakhir pekan, Aleutians. Masih bingung mikirin rencana untuk menghabiskan waktu di hari Minggu? Kalau belum, yuk kita Ngaleut Toko Buku dan Percetakan Tempo Dulu hari Minggu (13/03/2016) besok 😀
 
2016-03-13 Toko Buku dan Percetakan
#InfoAleut Dalam Ngaleut Toko Buku dan Percetakan Tempo Dulu, kita akan menyusuri jejak beberapa toko buku dan percetakan yang pernah dan mungkin masih ada di Kota Bandung. Penasaran? Yuk ikutan buat cari tau bareng 🙂
 
Tertarik? Silahkan konfirmasi kehadiranmu melalui WA/SMS (WAJIB) ke 0896-8095-4394 atau LINE @flf1345r (jangan lupa pakai “@”) dan langsung kumpul di Gedung Indonesia Menggugat (Jl. Perintis Kemerdekaan) pukul 07.00 WIB. Gunakan alas kaki dan pakaian yang nyaman, juga siapkan payung atau jas hujanmu mengingat cuaca Kota Bandung lagi susah ditebak 😀
Cara Gabung Aleut-1C
 
Yuks gabung dan jangan lupa juga ajak teman, pacar, keluarga, tetangga, mantan, rekan kerja, boss, atau jodoh khayalan. Tiada kesan tanpa kehadiranmu~

Peran Karel Frederik Holle dalam Perkembangan Literasi Sunda

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Karel Frederik Holle adalah salah seorang yang ikut dalam rombongan pelayaran warga Belanda yang dipimpin oleh Guillaume Louis Jacques van der Hucth pada tanggal 25 September 1843. Rombongan yang berlayar dari Belanda itu hendak menuju tanah harapan di timur jauh, yaitu sebuah negeri koloni yang bernama Hindia Belanda. Ia yang waktu pelayaran masih berusia 14 tahun, pada perjalanannya menjadi salah seorang pengusaha perkebunan di Priangan atau Preangerplanters yang sukses.

Mula-mula ia menekuni pekerjaan sebagai seorang klerk di Kantor Residen Cianjur, kemudian di Kantor Directie van Middelen en Domeinen di Batavia. Setelah bekerja selama sepuluh tahun, ia rupanya tidak merasa puas. Maka kemudian ia memutuskan untuk berhenti dan meninggalkannya pekerjaannya. K.F. Holle lalu diangkat menjadi Administratur Perkebunan Teh di Cikajang, Garut. Setelah itu lalu membuka Perkebunan Teh dan Kina Waspada (Bellevue) di kaki Gunung Cikuray.

Dalam menjalankan pekerjaan barunya di bidang perkebunan, K.F. Holle ternyata tertarik dengan literasi dan kebudayaan Sunda. Dalam keseharian, seperti yang tertulis dalam buku Kisah Para Preangerplanters karya Her Suganda, K.F. Holle selalu berbicara dengan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar dalam pergaulannya sehari-hari dengan masyarakat dan penguasa setempat. Tak hanya itu, ia pun kerap berpakaian menyerupai kaum pribumi, seperti memakai sarung dan kerepus.

Di tempat barunya ia berteman dengan Moehamad Moesa (Hoofd Penghulu Limbangan), juga dengan R.A. Lasminingrat, salah seorang putri Moehamad Moesa yang kemudian menjadi tokoh pendidikan dan sastrawan wanita Sunda. Berkat dorongan K.F. Holle, Lasminingrat berhasil mengarang dan menerjemahkan beberapa buku. Selain itu, salah seorang murid K.F. Holle, yakni Hasan Mustapa (Hoofd Penghulu yang pernah bertugas di Aceh dan Bandung), kemudian menjadi sastrawan Sunda yang berhasil melahirkan banyak karya.

Salah satu langkah penting yang pernah dilakukan K.F. Holle yaitu mendorong kawan-kawan pribuminya untuk berkarya. Moehamad Moesa, berkat persahabatan dengannya berhasil membuat beberapa karya yang dituangkan dalam buku, di antaranya : “Wawatjan Woelangkrama” (1862), “Wawatjan Dongeng-dongeng Toeladan” (1862), “Woelang Tani” (1862), “Wawatjan Satja Nala” (1863), “Wawatjan Tjarios Ali Moehtar” (1864), “Elmoe Nyawah” (1864), “Wawatjan Woelang Moerid” (1865), “Wawatjan Woelang Goeroe” (1865), “Wawatjan Pandji Woeloeng” (1871), dan “Dongeng-dongeng Pieunteungeun” (1887).

Di bawah pengawasannya, selain karya Moehamad Moesa, ada juga penulis pribumi lain yang berhasil melahirkan karya, di antaranya; Adi Widjaja, patih daerah Limbangan di Priangan, dan Bratawidjaja, mantan patih daerah Galuh di Kabupaten Sukapura (Tasikmalaya). Produksi buku-buku berbahasa Sunda yang berada dalam pengawasan K.F. Holle kira-kira berlangsung sampai 1880-an. Buku terakhir yang terbit di bawah pengawasannya adalah “Pagoeneman Soenda djeung Walanda” (Buku Percakapan Sunda Belanda), terbit pada tahun 1883. Dan yang terakhir dieditnya adalah “Mitra noe Tani” (Sahabat Petani) terbit tahun 1896.

Di bidang sejarah, K.F. Holle pernah menulis karangan tentang Dipati Ukur. Dari beberapa versi cerita tentang Dipati Ukur yang beredar di masyarakat, ia menulis tentang bupati Imbanagara dan Bagus Sutapura yang diceritakan memegang peranan penting dalam penumpasan pemberontakan Dipati Ukur terhadap Kerajaan Mataram dan reorganisasi pemerintahan di wilayah Priangan.

Tahun 1877, ia mentranskripsikan Prasasti Geger Hanjuang di Tasikmalaya yang tertuang dalam tulisannya yang berjudul “Beschreven Steen uit de Afdeeling Tasikmalaja Residentie Preanger”. Tulisan-tulisan lainnya banyak dijumpai dalam majalah Tijchrift van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Indische Gids, dan Tijdschrift van Landbouw en Nijverheid, yakni majalah pertanian dan kerajinan.

Dengan kemampuannya membaca bahasa Sunda Kuna, Holle juga sempat berusaha membaca prasati Batutulis yang ada di Buitenzorg (Bogor). Tahun 1869, hasil penelitiannya ditulis dengan judul “De Batoe Toelis te Buitenzorg”. Dalam tulisannya ia menyimpulkan bahwa Pakuan didirikan oleh Sri Baduga.

Salah satu bukunya yang paling populer, yang ia tulis bersama A.W. Holle (adiknya) adalah “Tjarita koera-koera djeung monyet”. Cerita fabel ini kemudian menyebar secara luas di kalangan masyarakat Sunda dengan judul “Sakadang Kuya jeung Sakadang Monyet”. Cerita ini kerap didongengkan kepada anak-anak menjelang tidur. Buku tersebut dianggap sebagai pelopor buku pegangan siswa di Jawa Barat yang diterbitkan pada tahun 1851 oleh Lange & Co, sebuah penerbit swasta di Batavia.

Apa yang dilakukan K.F. Holle di bidang literasi, menurut Mikihiro Moriyama dalam buku “Semangat Baru; Kolonialisme, Budaya Cetak, Dan Kesastraan Sunda Abad ke-19” merupakan salah satu dari gerakan penemuan, pemurnian, dan pendayagunaan bahasa Sunda, setelah dua abad sebelumnya dianggap tidak ada karena pengaruh kekuasan Mataram. Sepanjang abad 17 dan 18, bahasa tulisan yang dipakai dan berkembang di Tatar Sunda adalah bahasa Jawa. Hal ini tak lepas dari dikuasainya tanah Priangan oleh Kerajaan Mataram dari Jawa, dampak “penjajahan” Mataram ini terjadi di berbagai lini kehidupan, salah satunya adalah bahasa. Maka tak mengherankan jika selama hampir dua abad kesastraan Sunda berkembang menurut estetika Jawa.

Kondisi terpinggirkannya bahasa Sunda akibat pengaruh Jawa tersebut, juga pernah dikeluhkan oleh Moehamad Moesa dalam sebuah tulisan :

“Basa Soenda noe kalipoet / tanda jén kalipoetan / boektina di Soenda sepi / hanteu aja boekoe woengkoel basa Soenda / Réja maké doewa basa / Nja éta salah-sahidji / Malajoe atawa Djawa.” (Moesa 1867: 5)

“Bahasa Sunda yang tersembunyi / tanda bahwa ia tersembunyi / adalah bahasa Sunda dipencilkan / tidak ada buku yang ditulis / hanya dalam bahasa Sunda / kebanyakan ditulis dalam dua bahasa / yaitu salah satu di antara / bahasa Melayu atau Jawa.”

Bahkan kenyataan ini membuat pemerintah kolonial Belanda pada mulanya menganggap bahwa di Pulau Jawa tidakak ada bahasa etnik lain selain bahasa Jawa. Barulah kemudian pada abad ke-19, para intelektual Belanda yang berstatus pejabat pemerintah kolonial, penginjil, dan partikelir yang hidup pada abad itu, menemukan bahasa Sunda sebagai sebuah bahasa mandiri yang memiliki kosa kata dan struktur tersendiri, yang artinya berbeda dengan bahasa Jawa yang sebelumnya dianggap sebagai bahasa tunggal.

Apa yang di lakukan K.F. Holle dalam pergaulan sehari-harinya yang banyak tercurahkan terhadap budaya dan literasi Sunda, terutama persahabatannya dengan Moehamad Moesa, juga karena ia sendiri menjabat sebagai penasehat kehormatan pemerintah Hindia Belanda untuk urusan pribumi, kemudian melahirkan prasangaka dan kecurigaan, baik dari kalangan pribumi maupun dari pihak Belanda. Mikihiro Moriyama menyebut hal ini dengan kalimat yang tepat, yaitu “paduan ganjil antara oportunisme, persahabatan, dan keingintahuan.”

Namun bagaimanapun, peran K.F. Holle dalam perkembangan literasi Sunda kiranya tak dapat diabaikan begitu saja. Ketika ia meninggal dunia pada tahun 1896, anak lelaki Haji Moehamad Moesa yang bernama Kartawinata, menulis satu buku kecil yang ternyata menandakan berakhirnya suatu zaman. Ya, zaman yang ditinggalkan K.F. Holle dengan segala kecintaan dan peranannya terhadap perkembangan literasi Sunda. [ ]

 

Tautan asli: http://wangihujan.blogspot.co.id/2016/03/peran-karel-frederik-holle-dalam.html

« Older posts

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑