Month: October 2015

#InfoAleut: Ngaleut Kosambi

2015-11-01 Kosambi

#InfoAleut Hari Minggu (01/11/2015) kita akan… “Ngaleut Kosambi”. Mari bersama-sama mengenal dan mencari tahu seluk beluk daerah sekitar Kosambi 🙂

Dari mana asal usul nama Kosambi? Di mana lokasi Jl. Kosambi itu? Apa saja yang ada di perjalanan selama Ngaleut nanti? Mari kita telusuri bersama 😀

Tertarik untuk bergabung? Langsung saja kumpul di Jaya Plaza (Jl. Jend. A. Yani No. 238) pukul 07.15 WIB. Bagi yang punya kamera, alat tulis, dan catatan, mohon dibawa karena kita akan mencatat berbagai hal selama Ngaleut.

Saat ngaleut nanti, usahakan untuk membawa air minum di dalam tumbler yah. Sambil ngaleut, sambil juga mengurangi jumlah sampah botol plastik.

Nah, jangan lupa untuk konfirmasikan kehadiranmu ke nomor 0896-8095-4394. Cukup kirim WA/SMS dengan format nama dan kesedian untuk ikut serta. Ingat, konfirmasi ini hukumnya WAJIB yah 🙂

BywSSCTCUAAIE_G

Untuk yang mau daftar keanggotaan, langsung aja di tempat kumpul kegiatan. Konfirmasikan kehadiranmu, hadir di tempat kumpul, lalu daftarkan keanggotaanmu dengan biaya iuran Rp 10.000,00. Voila! Kamu sudah terdaftar sebagai anggota Komunitas Aleut 😀

Sekian saja Info Aleut sore hari ini. Ayo datang dan ramaikan, karena tiada kesan tanpa kehadiranmu 🙂

Naik Sepur Sepanjang Bandung – Cicalengka

Oleh: Vecco Suryahadi Saputro (@veccosuryahadi)

All aboard! The Night Train! (James Brown – Night Train)

Ibu saya pernah menceritakan pengalamannya saat naik kereta api ekonomi ke Kebumen. Dalam ceritanya, gerbong kereta yang dinaiki ibu dipenuhi oleh penumpang dan barang bawaannya. Saking penuhnya, ibu saya yang masih berumur 10 tahun kerap tersenggol hingga jatuh. Selain oleh penumpang, penjual jajanan dan mainan ikut meramaikan gerbong dengan lapaknya!

Cerita ibu saya tidak selesai di gerbong yang penuh oleh manusia. Ibu menceritakan juga kondisi gerbong kereta api ekonomi. Saat dia masih berdiri di gerbong, ibu sering menginjak sampah basah yang berserakan di lantai. Selain sampah, dia pernah beberapa kali menginjak air minuman yang tumpah ke lantai gerbong.

Dari cerita ibu, bayangan banyaknya penumpang, lantai gerbong yang kotor, dan lapak penjual edan di gerbong kereta memenuhi pikiran saya saat hendak naik atau memilih jenis kereta api. Selain itu, karena cerita ibu juga, saya menjadi enggan bahkan anti naik kereta api ekonomi karena tidak mau berdesak – desakan di dalam gerbong.

***

Tapi pada hari minggu (18/10/2015), saya dengan terpaksa harus menaiki kereta api ekonomi jurusan Bandung – Cicalengka. Saat itu, saya naik kereta api bersama kawan – kawan Komunitas Aleut yang sedang Ngaleut Spoorwagen. Imajinasi saya mulai kembali ke bayangan buruk tentang kereta api ekonomi saat menunggu kereta api datang.

Kereta api ekonomi Bandung - Cicalengka

Kereta api ekonomi Bandung – Cicalengka

Setelah kereta api datang, saya tidak bisa langsung masuk ke gerbong kereta karena masih banyak penumpang yang turun. Saya akhirnya masuk ke kereta api setelah seluruh penumpang turun.

Saat menginjakkan kaki di gerbong, saya seperti anak kecil yang kegirangan karena mendapat angpao. Angpao yang saya dapat saat itu adalah tidak ada sampah berserakan di lantai gerbong. Sehingga lantai gerbong yang berwarna hijau muda terlihat terang dan mengkilat! Bayangan lantai gerbong yang kotor hilang dan lenyap dari pikiran saya saat melihat lantai ini.

Tapi, masih ada dua bayangan yang teringat oleh saya yakni banyaknya orang – orang dan pedagang di gerbong. Setelah beberapa menit, penumpang mulai memasuki gerbong dan memilih bangku – bangku yang menurut mereka nyaman. Tapi saya tidak menemukan pedagang yang membawa dagangan ke dalam gerbong. Selain itu, saya tidak merasa berdesakan saat para penumpang menaiki gerbong. Mereka sangat tertib!

Saat kereta berjalan, saya sempat bertanya ke beberapa penumpang yang telah menjadi pelanggan kereta. Mayoritas penumpang yang saya tanya tinggal di Cicalengka tapi bekerja di pusat kota Bandung. Karena hal itu, tiap hari mereka menaiki kereta api ekonomi yang memiliki tiket murah (hanya 4 ribu). Selain itu, mereka berbagi cerita pengalaman mereka menaiki kereta api ini. Menurut mereka, kondisi kereta api ekonomi sekarang jauh lebih bagus sehingga mereka merasa nyaman.

Komunitas Aleut di gerbong kereta api

Komunitas Aleut di gerbong kereta api

Selesai berbincang – bincang, saya mulai berkelana di dalam gerbong sembari mengisi bayangan tentang kereta api ekonomi. Ternyata setiap gerbong memiliki satu tempat sampah yang terbuat dari plastik. Selain tempat sampah, bagi manusia modern yang memiliki kebutuhan primer baru yakni stopkontak, sekarang setiap gerbong memiliki banyak stopkontak yang berfungsi.

Tapi lepas dari kebutuhan primer baru dan tempat sampah, ada hal baru yang mengingatkan saya akan anime yakni tempat duduk. Jika dalam anime seperti Yakitate Japan! atau Daily Live of Highschool Boy, kita akan menemui tempat duduk memanjang seperti di angkot.Nah, tempat duduk di gerbong kereta api ini memiliki hal serupa yakni tempat duduk memanjang.

Setelah satu jam perjalanan, kereta api akhirnya sampai di Stasiun Cicalengka dengan banyak pengalaman dan bayangan baru. Pertama, saya merasa bahagia dan ketagihan untuk menaiki kereta api ekonomi rute ini karena pemandangan alam yang disajikan selama perjalanan. Kedua, kondisi gerbong yang bersih dan tanpa sampah di lantai. Ketiga, banyak stopkontak yang berfungsi di gerbong. Keempat, tempat duduk yang nyaman mengingatkan saya dengan anime dan manga Jepang. Terakhir, ketepatan waktu kereta api yang luar biasa.

 

Sumber foto : Komunitas Aleut

 

Tautan asli: https://catatanvecco.wordpress.com/2015/10/28/catatan-perjalanan-naik-sepur-sepanjang-bandung-cicalengka/

#KelasResensi Pekan ke-4

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

1) Jalan Raya Pos Jalan Daendels (Pramoedya Ananta Toer)Jalan Raya Pos Jalan Daendels

Dengan cara bertutur yang mengalir, Pram mencoba mengulas Jalan Raya Pos yang memakan korban ribuan warga pribumi. Dari kota ke kota, tiap titik Pram ulas lengkap dengan sejarah kerajaan pra kolonial, juga potensi masa lalunya. Ada juga hal-hal yang sebetulnya tidak relevan dengan Jalan Raya Pos, tapi dipaksakan untuk ditulis; seperti kisah pribadi si penulis ketika singgah di Cirebon. Dari Anyer sampai Panarukan, Jalan Raya Pos terbentang dan menjadi warisan penting bagi infrastruktur Pulau Jawa. Dan di jalan ini pula ribuan manusia meregang nyawa.

2) Sekali Peristiwa di Banten Selatan (Pramoedya Ananta Toer)

Sekali Peristiwa di Banten Selatan

Ini adalah kisah yang disandarkan para hasil reportase singkat Pram ke wilayah Banten Selatan; sebuah masyarakat yang miskin dan tertindas. Pemberontakan panjang dari DI/TII masuk juga ke wilayah ini, dan masyarakat terseret menjadi korban. Dengan latar waktu di sekitar tahun 50-an, kisah ini mencuatkan satu kesadaran, bahwa penindasan dan kesewenang-wenangan dapat dilawan dengan persatuan dan gotong royong. Dan kebenaran, walau bagaimanapun harus diperjuangan. Pram menulis “Di mana-mana aku selalu dengar; yang benar juga yang menang. Itu benar. Benar sekali. Tapi kapan? Kebenaran tidak datang dari langit, dia mesti diperjuangkan untuk menjadi benar.”

3) Larasati (Pramoedya Ananta Toer)

Larasati

“Kalau mati dengan berani. Kalau hidup dengan berani. Kalau keberanian tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita.” Roman “Larasati” memotret kehidupan revolusi pasca proklamasi. Di dalamnya terhampar kisah yang tidak hanya bait-bait kepahlawanan, namun juga sisi-sisi lain yang kerap terabaikan, seperti; kemunafikan, pengkhianatan, dan percintaan. Para pelaku revolusi, semuanya begulat di pusaran-pusaran seperti itu. Revolusi dalam narasi yang dibangun oleh Pram, bukanlah sebuah periode suci yang steril dari polusi omong kosong, bahkan sebaliknya. Pram dengan brilian menyigi revolusi dari kacamata manusia-manusia republik.

4) Humor-humor Sufi (Massud Farzan)

Humor-humor Sufi

Baru-baru ini di media sosial muncul kata “kurang piknik”, sebagai sindiran bagi orang-orang yang, di antaranya; jika berbeda pendapat cepat tersulut emosi. “Piknik” sebagai laku bersenang-senang adalah bentuk latihan untuk mengendurkan urat syaraf. Dalam perspektif lain, “piknik” juga kerap diartikan sebagai memperkaya wawasan dan berlatih mengontrol emosi. Dari sini, frase “kurang piknik” kemudiaan dilekatkan. Sufi sebagai orang yang telah mencapai derajat tertentu dalam koridor keagamaan, dalam teks-teks yang hadir di keseharian, sering tampil dengan luwes, punya selera humor yang bagus, namun mencuatkan petuah-petuah yang tak menggurui. Buku yang ditulis oleh Massud Farzan ini mencatat hal yang demikian.

5) Manėhna (Sjarif Amin)

Manehna

Syarif Amin alias Moehammad Koerdie adalah seorang sastrawan Sunda yang sekaligus salah satu tokoh perintis pers Indonesia. “Manėhna” adalah salah satu karyanya dari sekian banyak buku yang telah ia lahirkan. Buku ini berbahasa Sunda, bercerita tentang momentum. Tentang waktu yang tersia-siakan, dan tak akan pernah kembali lagi. Adalah seorang pemuda yang hatinya patah sebab tidak jadi menikah dengan kekasihnya. Kegagalan itu disebabkan karena si pemuda tidak bisa memanfaatkan momentum dengan baik. Ketika waktu telah lewat sedetik, maka sedetik sebelumnya telah menjadi masalalu yang tak bisa disinggahi lagi.

6) Suara Penyair (Kahlil Gibran)

Suara Penyair

Gibran di Indonesia begitu ramai diperbincangkan dan diapresiasi. Beberapa grup band lokal tak segan untuk mengadopsi dan mengadaptasi syair-syairnya ke dalam lirik lagu. Lebih dari itu, bahkan ada yang mengutipnya secara langsung dan terang-terangan. Penyair kelahiran Lebanon ini memang begitu memesona. Cinta ditakar dalam diksi-diksi dan kisah yang menggetarkan. Kebijaksanaan hidup dihamparkan dalam syair-syair yang memukau. Di Indonesia, Gibran adalah salah satu penyair asing yang karya-karyanya begitu terkenal, dan mungkin yang paling populer.

7) Tuan Tanah Kawin Muda (LEKRA)

Tuan Tanah Kawin Muda

Lembaga kebudayaan yang diisi oleh para seniman organik ini, sekurangnya dalam satu dekade kejayaannya telah menggoreskan riwayat penting dalam sejarah Indonesia. Lekra bekerja dan menggarap ladang-ladang kebudayaan yang mata airnya digali dari kehidupan rakyat sehari-hari, dari mulai seni rupa, tari, drama, lundruk, puisi, dll. “Tuan Tanah Kawin Muda” merupakan kumpulan catatan yang menjelaskan hubungan Lekra dengan seni rupa.

8) Perang, Cinta, dan Revolusi (Anton Kurnia-ed)

Perang, Cinta, dan Revolusi

Perang selamanya menyajikan kekerasan dan penderitaan. Kumpulan cerita pendek dalam buku ini menghamparkan kengerian kisah perang dari berbagai sudut pandang. Manusia yang hadir di pusarannya tak bisa menghindar, namun selalu diberi insight sebagai mata pisau. Kiranya sehimpunan kisah yang terbuhul dalam buku ini semacam catatan kontemplasi. Perenungan dari dari riwayat perang yang berparade di sepanjang titian zaman. Sebuah antologi yang hadir untuk melihat masa lalu, namun ditujukan agar  masa kini tidak segelap waktu ke belakang.

9) Anak Tanah Air (Ajip Rosidi)

Anak Tanah Air

Ajip kerap menulis cerita pendek dan novel yang disandarkan pada kisah hidupnya sendiri, “Anak Tanah Air” pun demikian. Jika kita membaca “Hidup Tanpa Ijazah”, memoarnya yang diterbitkan pada ulang tahun dia yang ke-70, maka kisah yang diceritakan di novel ini persis seperti yang dituturkan pada buku memoar, hanya saja tokoh-tokoh yang hadir diberi nama lain. Dalam berbahasa, Ajip pun tak hendak membagus-baguskan dengan bunga-bunga, ia begitu datar. Novel ini sendiri membicarakan para seniman di pusaran politik Indonesia, yang akhirnya membuat mereka terkutub-kutub.

10) Baruang ka nu Ngarora (Daeng Kanduruan Ardiwinata)

Baruang ka Nu Ngarora

Buku ini menceritakan tentang perbedaan kelas sosial yang berimbas kepada perlakuan yang merugikan kepada pihak lain. Ujang Kusen, Nyi Rapiah, dan Aom Usman adalah tokoh-tokoh yang dibangun oleh Ardiwinata untuk menjelentrehkan persoalan ini. Periode ketika menak dan rakyat jelata jaraknya begitu jomplang, Ardiwinata—yang punya darah Makassar, menuliskannya dalam cerita yang begitu menohok. Buku yang terbit pertama kali pada masa Balai Pustaka ini, menambah daftar kisah tentang pertentangan kelas, sesuatu yang selama ini dikenal berasal dari tanah Minang, cerita “Siti Nurbaya” misalnya. “Baruang ka nu Ngarora” kiranya pengecualian, kisah dari tanah Sunda yang menyoroti ketimpangan kelas. [ ]

 

Tautan asli: http://wangihujan.blogspot.co.id/2015/10/kelas-resensi-pekan-ke-4.html

#InfoAleut: Ngaleut Spoorwegen

2015-10-18 Spoorwegen socmed

#InfoAleut Hari Minggu (18/10/2015) kita akan… “Ngaleut Spoorwegen Bersama Railfans Bandung”. Mari bersama-sama mengenal dan mencari tahu seluk beluk perkeretaapian di Bandung 🙂

Tertarik untuk bergabung? Langsung saja kumpul di Stasiun Bandung (Jl. Kebon Kawung) pukul 07.00 WIB. Harap datang tepat waktu, karena kita harus mengejar jadwal kereta api. Bawa uang Rp 15.000,00 untuk tumpak sepur 😀

Saat ngaleut nanti, usahakan untuk membawa air minum di dalam tumbler yah. Sambil ngaleut, sambil juga mengurangi jumlah sampah botol plastik 🙂

Nah, jangan lupa untuk konfirmasikan kehadiranmu ke nomor 0896-8095-4394. Cukup kirim WA/SMS dengan format nama dan kesedian untuk ikut serta. Ingat, konfirmasi ini hukumnya WAJIB yah 🙂

BywSSCTCUAAIE_G

Untuk yang mau daftar keanggotaan, langsung aja di tempat kumpul kegiatan. Konfirmasikan kehadiranmu, hadir di tempat kumpul, lalu daftarkan keanggotaanmu dengan biaya iuran Rp 10.000,00. Voila! Kamu sudah terdaftar sebagai anggota Komunitas Aleut 😀

Sekian saja Info Aleut pagi hari ini. Ayo datang dan ramaikan, karena tiada kesan tanpa kehadiranmu 🙂

Komunitas Aleut, Mencintai Sejarah Kota dengan Cara Berbeda

Reporter: Dian Rosadi

 

Komunitas Aleut, mencintai sejarah kota dengan cara berbeda

Komunitas Aleut Bandung. ©2015 Merdeka.com/Dian Rosadi

Merdeka.com – Kota Bandung dikenal sebagai kota yang banyak menyimpan peninggalan sejarah. Berbagai warisan peninggalan Belanda dapat dengan mudah dijumpai di berbagai sudut kota. Sebagian besar peninggalan tersebut berwujud bangunan bergaya arsitektur zaman kolonial. Namun sayangnya, sebagian masyarakat belum sepenuhnya tahu atau bahkan tidak mengenal beragam peninggalan sejarah tersebut.

Adalah Komunitas Aleut yang mencoba ingin membangun kesadaran masyarakat untuk mengenal sejarah. Aleut sendiri merupakan kata dari bahasa Sunda yang artinya berjalan beriringan. Nama Aleut diambil karena setiap berkegiatan, aktivitas mereka selalu dilakukan bersama-sama saat mempelajari sebuah tempat bersejarah.

Uniknya komunitas ini mempelajari sejarah dengan cara mendatangi langsung tempat-tempat bersejarah yang dituju. Metode ini dinilai cukup efektif untuk memberikan pengetahuan baru bagi anggota yang ingin belajar sejarah secara langsung.

“Sejarah itu bukan melulu soal proklamasi, sumpah pemuda. Sebenarnya banyak di Kota Bandung juga menarik dibicarakan. Jadi sejarah itu lebih fun, enggak harus melulu belajar tentang tahun, tokoh-tokohnya yang harus hafal siapa aja,” ujar salah seorang Koordinator Komunitas Aleut Arya Vidya Utama saat berbincang dengan Merdeka.com di Sekretariat Komunitas Aleut, Jalan Solontongan, Kota Bandung, Sabtu (3/10)

Komunitas yang berdiri sejak 2006 ini banyak menggelar kegiatan. Setiap hari Minggu, Komunitas Aleut rutin mendatangi lokasi-lokasi bersejarah. Hampir seluruh lokasi bersejarah di Kota Bandung telah disambangi oleh komunitas ini. Sebut saja kawasan Asia Afrika, Braga dan lokasi-lokasi lainnya.

“Kita ngumpul di satu titik untuk briefing dulu, diberi pengantarnya dulu dan biasanya sebelum memulai kegiatan itu kita ada sesi perkenalan, asal dari mana, kuliah atau kerja di mana, setelah itu baru kita jalan. Rutinnya kegiatan ini dilakukan setiap Minggu. Namun ngaleutnya di luar hari Minggu juga ada, kalau akses yang agak sulit biasanya di hari kerja,” kata Arya.

Tak hanya Kota Bandung saja, beberapa tempat di daerah pendukung Bandung seperti Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, wilayah Bandung Selatan beberapa kali telah disambangi. Bahkan sejumlah lokasi bersejarah yang di luar wilayah Bandung Raya, seperti Cirebon juga tak luput dari kunjungan komunitas ini.

Saat ini jumlah anggota aktif Komunitas Aleut sekitar 100 orang. Selain berkegiatan dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah, komunitas ini juga menggelar kelas resensi buku. Kelas resensi buku ini digelar setiap hari Sabtu. Setiap anggota komunitas diwajibkan membaca salah satu jenis buku yang dipilih sesuai minatnya.

Nantinya masing-masing anggota menjelaskan isi buku yang dibacanya tersebut kepada anggota lain. “Jadi setiap hari Sabtu ada kelas resensi buku. Kita sharing buku-buku yang dibaca oleh setiap anggota. Tak melulu harus buku soal sejarah, bisa filsafat, militer, cerpen, buku apapun pokoknya,” ucapnya.

Tak hanya itu, komunitas ini juga sempat beberapa kali mendatangkan narasumber yang diundang secara khusus untuk membahas salah satu topik. Topik yang dibahas juga beraneka ragam.

“Kita juga pernah ngobrol dengan orang-orang yang cukup ahli, misalnya Kimung pernah kita undang untuk belajar tentang karinding,” katanya.

Salah satu tujuan utama dari Komunitas Aleut yakni membangun kesadaran warga untuk mencintai kotanya dengan mengenal sejarah. Namun penyampaiannya dikemas dengan cara lebih menyenangkan.

“Utamanya lebih ke kesadaran tempat tempat bersejarah. Dengan kenal kan lebih cinta kotanya. Setelah cinta pasti lebih menjaga kotanya. Itu sih tujuan kita seperti itu, kenal, cinta jaga. Selain itu, di Bandung banyak yang bukan asli orang Bandung, bisa dia kuliah ataun cuma kerja di Bandung. Kita harapkan semangat ini bisa mereka bawa ke kota mereka masing masing. Jadi ketika mereka meninggalkan Bandung. Semangat itu bisa dibawa dan bisa menular,” katanya.

Untuk menjadi anggota dari komunitas ini cukup mudah. Anggota cukup melihat rencana kegiatan yang diposting di media sosial Komunitas Aleut. Cukup follow akun twitter @komunitasaleut, Instagram @komunitasaleut, fan page Facebook Komunitas Aleut.

Setelah itu cukup mengkonfirmasikan kehadiran kepada nomor telepon yang tertera. Setelah itu tinggal datang ke lokasi titik kumpul yang telah ditentukan. Untuk informasi lebih detail juga bisa mengankses laman www.aleut.wordpress.com. Setiap anggota baru dikenakan biaya pendaftaran Rp 10 ribu untuk satu tahun plus mendapat pin keanggotaan.

[mtf]

Obrolan di Pasar Cihaurgeulis

Oleh: Arya Vidya Utama (@aryawasho)

Seorang anak kecil terlihat tidak tenang. Beberapa kali ia merengek kepada ibunya yang sedang asik berbelanja. Pertanyaan “Mah, kapan kita pulang?” terus menerus ia lemparkan sambil menutup hidung. Satu-dua kali ibu muda ini masih menjawab pertanyaan anaknya, lalu kemudian tak lagi menggubris rengekan yang terus datang tanpa henti.

“Berapa umurnya, Bu?”, tanya penjual daging sapi yang sedang melayani. “Baru empat tahun, Pak. Bulan depan masuk TK.”, jawab si ibu. Obrolan di antara keduanya terus berlanjut, mulai dari cerita tentang anak paling kecil si penjual daging sapi yang tahun depan akan masuk kuliah hingga membahas mahalnya biaya sekolah sekarang ini.

Rengekan anak kecil itu berhenti, berganti dengan air mata yang meleleh membasahi pipinya. Rupanya kaki si anak menginjak genangan air sisa hujan semalam. Isakan tangis mulai terdengar perlahan. Sadar akan situasi ini, sang ibu langsung menggendong anaknya dan menghentikan pembicaraan.

“Si kecil baru pertama kali ke pasar ya, Bu?”, tanya penjual daging sambil memberikan setengah kilo daging sapi kepada ibu muda itu. “Iya pak, tadi sebelum pergi mendadak ngerengek pengen ikut. Padahal biasanya mah ga pernah mau”, jawabnya sambil memberikan selembar uang lima puluh ribuan”.

Isakan tangis akhirnya berhenti setelah keduanya pergi meninggalkan pasar. Di atas becak, anak kecil itu berujar: “Kok ibu mau sih belanja di tempat kayak gitu? Kan bau, udah gitu becek lagi.”.

***

Masih segar di dalam ingatan saat saya masih duduk di bangku taman kanak-kanak dan awal sekolah dasar. Saat fisiknya masih bugar, alm. Eyang sering mengajak saya ke Pasar Cihaurgeulis untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Mulai dari beli ayam potong, buah-buahan, hingga keset ataupun lap pel. Sebagai hadiah karena mau menemani berbelanja, Eyang kerap kali membelikan saya mainan. Mainan ini terkadang jadi bahan perdebatan kecil antara Ibu dan Eyang karena mainan di kamar saya semakin menumpuk. Continue reading

Pertempuran Cihaurgeulis

Pada tanggal 3 Desember 1945, seorang pemuda bekas Heiho bernama Slamet memimpin penyerangan ke sekitar Cihaurgeulis sampai ke depan Gedung Sate. Musuh menangkis penyerangan itu hingga terjadi pertempuran yang seru. Pertempuran itu berlangsung hingga tentara sekutu didesak mundur. Rumah – rumah yang mereka tempati dibakar habis oleh para pejuang. Akhirnya, pertempuran berhenti karena persediaan peluru para pejuang habis.

Tidak lama dari berhentinya pertempuran itu, seorang Jepang dengan mobil tangki air datang ke jalan yang diduduki pasukan Slamet. Lalu, orang Jepang itu memberikan bantuan peluru ke pasukan Slamet. Selesai proses penyerahan itu, mobil tangki dengan supirnya pergi dari medan pertempuran.

Setelah mendapat bantuan peluru, pertempuran di Cihaurgeulis kembali dilanjutkan. Serangan dari pasukan Slamet menusuk jantung posisi tentara sekutu. Karena serangan itu, pertempuran berakhir dengan korban yang banyak dari pihak musuh. Sedangkan pihak kita tidak mengalami korban jiwa. [ ]

Car Free Day: One Stop Community and Society Public Space

Oleh: Irfan Arfin (@Fan_Fin)

SAM_5415

“Hari Bebas Kendaraan Bermotor” atau lebih dikenal dengan sebutan car free day, hari ini telah banyak hadir di kota-kota besar di Indonesia, yang diadakan setiap pekan pada hari Minggu. Kegiatan ini mula-mula hadir di Jakarta pada tahun 2001, dan masih berupa evenvt tahunan belum menjadi rutin mingguan seperti sekarang. Niatan awal dari kegitan ini adalah untuk mengurangi emisi gas di kota-kota besar. Kira-kira tahun 2009 atau 2010, intensitas car free day makin meningkat, dan mulai diikuti kota-kota besar lainnya termasuk Kota Bandung.

Di Kota Bandung, kegiatan ini berawal dari ruas Jalan Dago yang kemudian diikuti Jalan Merdeka, Jalan Buah Batu, dan yang terbaru adalah Jalan Asia Afrika. Karena terpilih sebagai jalan yang pertamakali digunakan untuk car free day, Jalan Dago—dilihat dari jumlah pengunjung dan hal-hal lain, bisa dibilang paling adalah yang paling hidup. Pada awalnya, kegiatan ini diadakan sebagai salah satu agenda lingkungan hidup. Continue reading

#InfoAleut: Ngaleut Cihaurgeulis

2015-10-11 Cihaurgeulis 2

#InfoAleut Hari Minggu (11/10/2015) kita akan… “Ngaleut Cihaurgeulis”. Mari bersama-sama mengenal dan mencari tahu tentang daerah sekitar Cihaurgeulis dan Muararajeun 🙂

Tertarik untuk bergabung? Langsung saja kumpul di Masjid Pusdai (halaman parkir motor) pukul 07.00 WIB. Bagi yang punya kamera, alat tulis, dan catatan, mohon dibawa karena kita akan mencatat berbagai hal selama Ngaleut 😀

Nah, jangan lupa untuk konfirmasikan kehadiranmu ke nomor 0896-8095-4394. Cukup kirim WA/SMS dengan format nama dan kesedian untuk ikut serta. Ingat, konfirmasi ini hukumnya WAJIB yah 🙂

BywSSCTCUAAIE_G

Untuk yang mau daftar keanggotaan, langsung aja di tempat kumpul kegiatan. Konfirmasikan kehadiranmu, hadir di tempat kumpul, lalu daftarkan keanggotaanmu dengan biaya iuran Rp 10.000,00. Voila! Kamu sudah terdaftar sebagai anggota Komunitas Aleut 😀

Sekian saja Info Aleut pagi hari ini. Ayo datang dan ramaikan, karena tiada kesan tanpa kehadiranmu 🙂

Berkenalan dengan Realisme Magis

Oleh: Arif Abdurahman (@yeaharip)

“Saat kita menemukan dunia ini terlalu buruk,” sabda novelis Gustave Flaubert, “kita butuh mengungsi ke dunia lain.” Maka Gabriel Garcia Marquez menemukan dunia lain itu dalam fiksi. Ya, kita bakal menikmati keasyikan akan penemuan sebuah dunia yang hilang, petualangan masa silam lewat pengembaraan sebuah semesta dari novel-novelnya penulis kelahiran Kolombia ini.

Begitu pula ketika menyelami Cantik Itu Luka-nya Eka Kurniawan – yang notabene banyak terinspirasi dari Marquez dan penulis Amerika Latin lain yang hobi membenturkan pemaparan realisme dengan unsur fantasi. Nah, novel realisme magis inilah yang saya pilih untuk Kelas Resensi Buku Lisan Komunitas Aleut pekan ke-13. Dan dua minggu sebelumnya pun saya menunjuk novel dengan spesies sama dari Haruki Murakami, Kafka on The Shore.

Ah ternyata realisme magis sungguh lezat. Apalagi ketika mencicipi kedua novel tadi, saya sukses dibikin ngaceng berkat unsur stensilannya Eka dan hentai khas Murakami. Ajaib dan nyata! Continue reading

#InfoAleut: Ngaleut Jalan Djuanda

2015-10-04 CFD Dago

#InfoAleut Hari Minggu (04/10/2015) kita akan… “Ngaleut Jalan Djuanda”. Mari bersama-sama mengenal dan mencari tahu tentang daerah Jl. Ir. H. Djuanda dari kaca mata kekinian

Tertarik untuk bergabung? Langsung saja kumpul di Jl. Sumur Bandung No. 4 pukul 07.00 WIB. Gunakan pakaian dan alas kaki yang nyaman supaya enjoy saat ngaleut

Nah, jangan lupa untuk konfirmasikan kehadiranmu ke nomor 0896-8095-4394. Cukup kirim WA/SMS dengan format nama dan kesedian untuk ikut serta. Ingat, konfirmasi ini hukumnya WAJIB yah

BywSSCTCUAAIE_G

Untuk yang mau daftar keanggotaan, langsung aja di tempat kumpul kegiatan. Konfirmasikan kehadiranmu, hadir di tempat kumpul, lalu daftarkan keanggotaanmu dengan biaya iuran Rp 10.000,00. Voila! Kamu sudah terdaftar sebagai anggota Komunitas Aleut

Sekian saja Info Aleut sore hari ini. Ayo datang dan ramaikan, karena tiada kesan tanpa kehadiranmu

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑