Oleh: Wisnu Setialengkana (@naminawisnu)
Cerita ini bukan cerita tahun ini. Ini adalah kisah di tahun 2009, di saat saya memperoleh kesempatan ‘belajar hidup’ di Negeri Singa alias Singapura. Entah mengapa saya ingin bercerita tentang berpuasa di negara yang memiliki kode telpon +65 yang sering kali saya sebut bila bepergian ke Singapore.
Mayoritas muslim di Singapura adalah etnis Melayu, sekitar 15% dari populasi penduduk Singapura yang didominasi oleh etnis Tionghoa sebesar 77%. Dengan kondisi seperti itu, maka suasana menjalankan ibadah puasa Ramadhan di Singapura pun tak ada bedanya dengan suasana di luar bulan Ramadhan. Hal ini tentu berbeda dengan suasana Ramadhan di Indonesia yang selama sebulan akan beradaptasi dengan jadwal berpuasa.
Aktivitas perkantoran tidak ada perubahan apapun dari segi jam kerja. Tidak ada pengurangan jam masuk atau jam keluar kerja. Semuanya normal, tidak ada dispensasi. Saya bahkan tetap harus naik ke kapal di tengah hari yang terik dikarenakan saya harus memnyampaikan dokumen penting. Di waktu dini hari pun saya tetap masih harus mengawasi proses bunker di lautan lepas. Continue reading