Month: February 2015 (Page 2 of 2)

#InfoAleut: Ngaleut Toko Buku Tempo Dulu

2015-02-08 Toko Buku Tempo Dulu

Dalam rangka menyambut Hari Pers Nasional tanggal 9 Februari nanti, hari Minggu (08/02/2015) kita akan Ngaleut… “Toko Buku Tempo Dulu”!

Selain menelusuri sisa-sisa toko buku di zaman Hindia Belanda, kita akan melihat sisa kantor surat kabar berbahasa Melayu pertama di Indonesia. Apa nama surat kabarnya? Siapa pemiliknya? Siapa Bapak Pers Nasional itu? Mari kita cari tahu bersama 😀

Tertarik untuk bergabung? Langsung saja kumpul di depan Landmark (Jl. Braga No. 129) pukul 07.30 WIB. Bawa alat tulis, siapa tahu ada hal penting yang menarik untuk dicatat. Jangan lupa, konfirmasikan kehadiranmu ke nomor 0896-8095-4394. Cukup dengan SMS dengan format nama dan kesedian untuk ikut serta. Ingat, konfirmasi ini hukumnya WAJIB yah 🙂

Cara Gabung Aleut

Untuk yang mau daftar keanggotaan, langsung aja di tempat kumpul kegiatan. Konfirmasikan kehadiranmu, hadir di tempat kumpul, lalu daftarkan keanggotaanmu dengan biaya iuran Rp 10.000,00. Voila! Kamu sudah terdaftar sebagai anggota Komunitas Aleut.

Sekian saja info Aleut siang hari ini. Ayo datang dan ramaikan, karena tiada kesan tanpa kehadiranmu 😀

Mesjid Agung, Oase Di Tengah Keramaian

Oleh: Deris Reinaldi

Pasti semua urang Bandung tau mesjid yang satu ini. Mesjid ini bernama Mesjid Raya atau lebih dipikawanoh dengan nama Mesjid Agung. Mesjid yang terletak di Alun-alun Kota Bandung ini semula dikelola oleh Pemerintah Kota Bandung namun pada awal tahun 2000-an Mesjid Agung berpindah pengelolaannya ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Awal mulanya Mesjid Agung dibangun untuk memenuhi syarat sarana perkotaan karena kala itu di sekitar Alun-alun telah ada penjara, kantor pemerintahan serta pasar, sehingga atas prakarsa Wiranatakusumah II (Dalem Kaum) dibangunlah Mesjid Agung. Ketika Bandung masih sepi, suara adzan dari Mesjid Agung terdengar sampai Dayeuh Kolot,. Sekarang suara kumandang adzannya seperti adzan di Madinah. Mesjid Agung terdiri atas beberapa pengurus yang merupakan tokoh masyarakat, pegawai Dinas, akademisi, dan lain-lain. Ada juga karyawan yang berjumlah 40 orang yang bekerja full time. Mesjid Agung merupakan salah satu mesjid yang termasuk ke dalam BPIC (Badan Pengelolaan Islamic Centre) Provinsi Jawa Barat.

DSCN3214

Kini Mesjid Agung sangat ramai bahkan jumlah jama’ahnya meningkat hal ini dikarenakan adanya shelter Bandros (Bandung Tour On Bus) di Alun-alun serta diresmikannya Alun-alun yang telah direnovasi pada akhir tahun 2014. Ketika siang hari atau hujan, masyarakat yang sedang berada di Alun-alun berteduh di Mesjid Agung. Terkadang ada juga yang sekedar istirahat.

Ketika menjelang lebaran, banyak warga yang menitipkan zakatnya di Mesjid Agung bahkan ada juga yang berasal dari luar kota. Begitu pula ketika menjelang Idul Adha, banyak yang menitipkan hewan kurbannya baik dari dalam maupun luar kota Bandung. Tak heran proses penyembelihan hewan kurban di sini terkadang menjadi lama karena banyaknya hewan kurban dan sedikitnya penyembelih.

Mesjid Agung membuat beberapa orang merasa nyaman dan tentram ketika beribadah di sini. Kondisi ini menyebabkan beberapa orang rutin melaksanakan solat Jum’at di Mesjid Agung meskipun dari luar Bandung seperti Padalarang. Selain kegiatan solat berjamaah, di Mesjid Agung sering diadakan berbagai kegiatan keagamaan. Dalam sebulan ada 40 Majelis Ta’lim dari berbagai golongan melaksanakan kegiatan seperti ceramah atau pengajian. Ada juga bimbingan Ibadah haji yang diselenggarakan disini yang dikelola oleh KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah haji), serta ada kegiatan lain yang diselenggarakan oleh remaja Mesjid Agung.

Kini Mesjid Agung tidak ramai lagi oleh para pedagang yang membanjiri halaman mesjid . Dulu, keberadaan pedagang kaki lima seringkali mengotori halaman mesjid dan mengganggu orang yang keluar masuk mesjid. Banyaknya jama’ah menyisakan berbagai masalah yang mesti diperbaiki agar jama’ah merasa nyaman ketika berada di mesjid. Masalah tersebut diantaranya peminjaman alat solat seperti mukena setiap harinya pasti ada yang hilang. Hal ini terjadi mungkin karena pada belakang mukena terdapat bordiran dengan tulisan Mesjid Raya Provinsi Jawa Barat sehingga menarik untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.

Masalah lainnya adalah shaf ketika waktu solat berjama’ah tiba. Ketika waktunya solat jama’ah, seharusnya jama’ah mengisi shaf terdepan terlebih dahulu sehingga rapi. Karena jika tidak, jamaah yang mengisi shaf belakang terganggu oleh yang keluar masuk mesjid. Begitu pun dengan kaum wanita yang solat, seharusnya mengisi tempat yang telah disediakan yang mana tempatnya tertutup agar tidak terlihat auratnya.

Masyarakat yang menumpang istirahat pun terkadang mengganggu dan menimbulkan polusi udara dan suara, yang mana bau tubuh dan obolan atau teriakan anak kecil yang berisik. Ada juga anak-anak dan atau remaja yang lari-lari didalam mesjid dan ada juga yang berselfie ria sehingga hal ini mengganggu sekali untuk jama’ah yang beribadah.

Para Kontributor Tulisan (Foto: Arya Vidya Utama)

Masalah di bidang sarana pun menjadi permasalahan. Masjid Raya memiliki perpustakaan yang seharusnya menjadi taman bacaan untuk pengunjung tapi tidak ada buku dalam perpustakaan ini. Adanya toilet sungguh menolong masyarakat di Mesjid Agung maupun disekitarnya, akan tetapi di sekitaran toilet itu ada penunggu kotak amal sehingga masyarakat berasumsi bahwa harus membayar untuk menggunakan toilet. Padahal sebenarnya itu bersifat sukarela dan seikhlasnya.

Semoga Mesjid Agung lebih baik dan semakin baik dalam segala aspek sehingga jama’ah tetap atau bahkan meningkat karena merasa nyaman, tentram dan aman ketika beribadah. Untuk masyarakat, diharapkan agar lebih sadar bahwa mana yang hak dan mana yang bukan hak. Serta harus lebih tertib lagi ketika di mesjid karena ketertiban ada timbal baliknya untuk kita semua. Untuk pengurus dan atau karyawan pun lebih maksimal lagi dalam pengelolaan mesjid dan lebih tanggap apabila ada persoalan apapun.

Kontibutor:

Irfan Teguh Pribadi

Deris Reinaldi

Taufik N

Kukun Kusnandar

Syamsul Arifin

Sumber Foto:

Deris Reinaldi

Irfan Teguh Pribadi

Arya Vidya Utama

 

Tautan asli: https://derisreinaldi.wordpress.com/2015/02/03/mesjid-agung-oase-ditengah-keramaian/

Pelesir Ke Balai Kota Bandung

Balai Kota Bandung (Foto: Wisnu Setialengkana)

 

Sejak Bandung mendapatkan status gemeente (kota) dari Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1904, secara resmi Kota Bandung memiliki balai kota. Layaknya balai kota di kota lain, Balai Kota Bandung merupakan jantung pemerintahan Kota Bandung. Berbagai kebijakan Kota Bandung diambil dari tempat ini.

Selain sebagai pusat pemerintahan, Balai Kota Bandung juga digunakan sebagai tempat berinteraksi warga Bandung. Di sebelah utara Kantor Walikota terdapat sebuah taman yang bernama Taman Balai Kota. Di akhir pekan kita akan melihat ramainya warga Bandung yang beraktivitas di taman ini, mulai dari latihan menari, parkour, bermain sepak bola, berolahraga, berfoto, kumpul komunitas, atau hanya sekedar menikmati keramaian taman bersama pasangan.

***

Sebelum menjadi pusat pemerintahan, Balai Kota Bandung merupakan gudang kopi milik Andreas De Wilde. Andreas De Wilde adalah seorang tuan tanah dan pernah menjadi Asisten Residen Priangan pada tahun 1812. De Wilde menguasai tanah yang membentang dari Cimahi ke Cibeusi (daerah Kabupaten Sumedang) dan dari Gunung Tangkubanparahu hingga ke Jalan Raya Pos. Artinya, lebih dari setengah dari luas wilayah Kota Bandung saat ini dulunya dikuasai oleh De Wilde. Berbekal pengalamannya sebagai petugas pengawas perkebunan kopi di wilayah Garut, De Wilde menjadikan kopi sebagai komoditas utama di perkebunannya. Selain perkebunan kopi, di atas lahannya ia juga berternak sapi.

Kiprah Andreas De Wilde di Hindia Belanda berakhir cukup tragis. Di era pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen, kepemilikan tanahnya dibatalkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda. De Wilde akhirnya jatuh miskin dan memutuskan untuk kembali ke Belanda. Kepemilikan tanahnya jatuh ke Pemerintah Hindia Belanda.

Pada tahun 1906 di bekas lahan gudang kopi, berdiri sebuah kantor bergaya VOC. Bangunan ini termasuk salah satu bangunan tertua di Kota Bandung, namun bangunan ini dirobohkan untuk pembangunan Gemeente Huis (Balai Kota) di sisi selatan Atjehstraat (Jl. Aceh) yang dibangun pada tahun 1927. Kemudian di tahun 1935, dibanguun sebuah bagunan baru yang menghadap ke arah Pieter Stijhoffpark. Bangunan ini sekarang kita kenal sebagai Kantor Walikota, sedangkan bangunan yang menghadap ke Jl. Aceh kini menjadi bangunan berlantai dua dan terakhir menjadi Kantor DPRD Kota Bandung sebelum akhirnya pindah ke Jl. Sukabumi.

Sedangkan sebuah taman yang berseberangan dengan Gementee Huis adalah sebuah taman yang awalnya bernama Pieter Sitjhoffpark. Taman ini dibangun pada tahun 1885 untuk mengenang jasa Pieter Sitjhoff, Asisten Residen Priangan yang berjasa besar bagi pembangunan Kota Bandung. Sitjhoffpark, atau Pieterspark, dilintasi oleh Kanal Ci Kapayang yang membelah taman di sisi selatan. Di tengah Pieterspark terdapat sebuah gazebo yang dulu sering digunakan orkes musik berpentas di dalamnya.

Selain dikenal dengan nama Pieterspark atau Sitjhoffpark, taman ini juga dulu dikenal sebagai Kebon Raja. Penamaan ini muncul karena para di seberang timur taman terdapat Kweekshcool (sekolah guru). Murid yang bersekolah di sini kebanyakan adalah para menak, sehingga sekolah ini juga dikenal dengan nama Sakola Raja. Di jam istirahat, para murid Sakola Raja sering berkumpul di Pieterspark dan kemudian muncul lah penamaan Kebon Raja. Nama ini berubah lagi menjadi Taman Merdeka di tahun 1950-an dan kembali berubah di tahun 1996 menjadi Taman Dewi Sartika seiring penempatan patung dada Dewi Sartika di sisi barat daya taman.

***

Komplek Balai Kota Bandung secara keseluruhan dalam kondisi yang cukup baik. Kebersihan taman yang setiap harinya buka dari jam 05.00 hingga pukul 20.00 ini cukup terjaga. Tidak ada lagi sampah di Kolam Badak Putih walaupun di sekitar tempat pedagang kaki lima berjualan masih terlihat sampah bekas jajanan yang dibeli para pengunjung. Hal ini bisa jadi disebabkan karena memadainya jumlah tempat sampah yang tersedia. Terlihat beberapa tempat sampah cukup penuh terisi, walaupun sampah organik dan non-organik belum terpilah dengan baik.

Kondisi Komplek Balai Kota terus menerus baik selama dua tahun terakhir. Namun ada satu hal yang masih menjadi PR bagi pengelola Komplek Balai Kota atau Pemerintah Kota Bandung, yaitu ketersediaan toilet. Hanya ada satu toilet yang tersedia, yaitu toilet yang berada di dekat Posyandu. Pada saat kami berkunjung jam 8 pagi, toilet belum juga dibuka meskipun taman sudah bisa diakses pengunjung sejak jam 5 pagi. Belum lagi kondisi toilet yang sempit dan agak kotor. Semoga saja toilet umum di Taman Balai Kota yang sedang dibangun mampu menyelesaikan masalah keterbatasan toilet ini.

Komplek Balai Kota Bandung memiliki beberapa objek menarik yang bisa dikunjungi oleh para pengunjung, antara lain:

Patung Badak Putih

Patung Badak Putih (Foto Wisnu Setialengkana)

Patung Badak Putih (Foto: Wisnu Setialengkana)

Patung ini ditempatkan di Taman Balai Kota pada tahun 1981. Badak putih sendiri merupakan salah satu mitologi di Tatar Sunda. Konon, jika di suatu wilayah terdapat paguyangan (pemandian) badak putih, wilayah tempat mandi badak itu cocok untuk dijadikan pusat pemerintahan. Karena badak putih menjadi perwujudan lokasi pusat pemerintahan dan Balai Kota Bandung adalah pusat pemerintahan Kota Bandung, maka sepertinya itulah alasan mengapa ada patung badak putih yang ditempatkan di Taman Balai Kota.

Di hari dan jam tertentu, air mancur di kolam ini akan menyala. Cobalah datang ke taman ini pada hari Minggu jam 08.30 seperti yang kami lakukan kemarin. Air mancur menjadi daya tarik tersendiri karena sudah cukup lama air mancur di kolam ini tidak menyala.

Babancong

Babancong atau Gazebo Taman Balai Kota (Foto: Arya Vidya Utama)

Babancong atau Gazebo Taman Balai Kota (Foto: Arya Vidya Utama)

Nama babancong memang lebih dikenal di Alun-alun Kota Garut. Babancong menurut kamus Bahasa Sunda memiliki arti bangunan di sekitar alun-alun yang digunakan para pembesar/pemimpin. Bangunan gazebo di tengah ini seringkali disebut babancong karena bentuknya yang mirip dengan Babancong yang ada di Garut, walaupun belum ditemukan asal muasal mengapa gazebo ini disebut babancong.

Babancong di Taman Balai Kota ini bisa dibilang salah satu bangunan tertua yang masih berdiri. Di zaman Hindia Belanda, orkes musik bermain di di dalam babancong ini untuk menghibur para pengunjung. Sekarang babancong digunakan pengunjung untuk berlatih menari.

Gembok Cinta

Gembok Cinta (Foto: Arya Vidya Utama)

Gembok Cinta (Foto: Arya Vidya Utama)

Tak perlu jauh-jauh ke Korea Selatan, Rusia, atau Jerman untuk memasang gembok cinta. Sejak bulan September 2014, Kota Bandung memiliki tempat untuk memasang gembok cinta yang berlokasi di Taman Balai Kota. Memang belum banyak gembok yang terpasang di tempat ini, namun banyak pengunjung yang sengaja berfoto di depan tempat ini karena dianggap menarik dan unik. Menurut Pak Abdullah, salah satu warga yang kami wawancarai, tempat ini bisa dijadikan para pasangan untuk membuat sejarah/kenangan.

Kami juga berhasil mewawancarai salah satu pasangan yang memasang gembok di tempat ini. Mereka adalah Saeful (73) dan Dahlia (49), pasangan yang sudah puluhan tahun menikah. Ini adalah kali kedua mereka memasang gembok setelah sebelumnya mereka juga memasang gembok di sini. Sepasang muda-mudi asal Bengkulu juga berniat untuk memasang di tempat ini, namun rencana mereka gagal karena tak adanya gembok. “Saya kira ada yang menjual gembok di tempat ini.”, ujar Adi (21) bersama Mita (19). Sontak salah satu Aleutians berkata “Ah, peluang bisnis yang menjanjikan nih!”.

Patung Dada Dewi Sartika

Patung Dada Dewi Sartika (Foto: Arya Vidya Utama)

Patung Dada Dewi Sartika (Foto: Arya Vidya Utama)

Raden Dewi Sartika adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum wanita, diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966. Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Atas jasanya dalam bidang Pendidikan, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.

Sekitar patung dada Dewi Sartika sering digunakan beberapa komunitas untuk beraktivitas. Di bagian depan patung terdapat plakat peresmian patung. Sayangnya di sekitar patung dada tidak terdapat penjelasan tentang siapa Dewi Sartika, sehingga keberadaan patung kurang diindahkan karena kurangnya pemahaman pengunjung tentang Dewi Sartika.

Tanda “Taman Balai Kota”

Tanda Taman Balai Kota (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Tanda Taman Balai Kota (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Tanda “Taman Balai Kota” kini menjadi salah satu tujuan pengunjung untuk berfoto di Komplek Balai Kota. Tanda ini cukup menarik dengan tulisan berwarna merah dan putihnya. Di belakang tanda terdapat 5 buah patung ikan mujair di tengah kolam yang pada jam tertentu disembur oleh air mancur. Selain tanda ini, hamparan tanaman yang berada di belakangnya juga menjadi objek favorit para pengunjung yang datang untuk berfoto. “Memang apa alasannya banyak orang berfoto di sini?”. Tak perlu penjelasan, karena foto di bawah ini akan menjelaskan alasannya.

Sentra Jajanan Kaki Lima

Pedagang di Sisi Barat Taman Balai Kota (Foto Mega Marina)

Pedagang di Sisi Barat Taman Balai Kota (Foto: Mega Marina)

Kelaparan saat berkunjung di Komplek Balai Kota? Tak perlu khawatir. Di sayap kanan dan kiri patung badak putih pengunjung dapat menemui beberapa penjual makanan seperti cuanki, seblak, dan kerak telor. Dengan harga makanan yang terjangkau, berkisar dari Rp 1.000,00 hingga Rp 10.000,00, pengunjung dapat bermain di Komplek Balai Kota tanpa khawatir jika lapar melanda. Namun ingat, buang sampah bekas makanan dan minuman anda ke tempat yang sudah disediakan.

Gedung Balai Kota

Gedong Papak (Foto: Arya Vidya Utama)

Gedong Papak (Foto: Arya Vidya Utama)

Kurang rasanya jika berkunjung ke Komplek Balai Kota Bandung tanpa berfoto atau sekedar mampir ke sebelah utara Taman Balai Kota untuk melihat kantor Walikota dan Wakil Walikota Bandung. Gedung karya arsitek E.H. de Roo dengan gaya art deco pada tahun 1935 ini sering juga disebut gedong papak karena berbentuk persegi. Sayangnya pemandangan pengunjung saat menikmati gedung akan sedikit terganggu dengan adanya pembangunan apartemen di Jl. Merdeka yang kebetulan persis sejajar dengan Gedung Balai Kota.

Bandung Command Center

Bandung Command Center (Foto: detik.com)

Bandung Command Center (Foto: detik.com)

Terhitung 2014 kemarin, Bandung memiliki sebuah pusat komando layaknya milik Kapten Kirk di film Star Trek. Fungsi utama pusat komando itu adalah mengawasi kerja pegawai negeri sipil dalam melayani publik, memasok data lengkap dari dinas serta badan, serta memantau kondisi kota lewat kamera pengawas yang rencananya akan dipasang di 1.000 titik di Kota Bandung.

Menurut penuturan salah satu pekerja di Komplek Balai Kota Bandung, Command Center dapat dikunjungi oleh umum. Namun sebelum melakukan kunjungan, pengunjung harus izin terlebih dahulu kepada protokolnya. Bandung Command Center terbuka untuk umum dari Senin-Jumat.

***

Sayangnya kondisi sarana pendukung Komplek Balai Kota secara umum berada dalam kondisi kurang baik. Lampu penyeberangan yang ada di dekat gerbang utama Komplek Balai Kota Bandung menyala namun tidak berfungsi pada saat kami berkunjung ke sini. Walaupun tombol penyebrangan sudah ditekan, lampu tetap menyala hijau.

Ujung Zebra Cross-nya di... Pot Bunga? (Foto: Arya Vidya Utama)

Ujung Zebra Cross-nya di… Pot Bunga? (Foto: Arya Vidya Utama)

Zebra cross yang terdapat di sekeliling komplek ini juga penempatannya dapat dipertanyakan. Tepat di seberang Komplek Balai Kota Bandung, zebra cross berakhir persis di pot bunga. Selain itu di ujung pot juga terdapat pedagang yang menutupi, sehingga penyebrang harus melompati pot bunga saat menyeberang. Zebra cross yang terdapat di sudut Jl. Wastukencana-Jl. Aceh dan Jl. Aceh-Jl. Merdeka pun penempatannya kurang tepat, karena zebra cross berada di dekat belokan di mana kendaraan diperkenankan untuk belok kanan langsung. Penempatan ini dapat membahayakan keselamatan penyebrang.

Zebra Cross yang Berada Persis di Belokan Kanan Langsung Jl. Aceh-Jl. Merdeka (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Zebra Cross yang Berada Persis di Belokan Kanan Langsung Jl. Aceh-Jl. Merdeka (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Dudukan Tiang di Trotoar Sekitar Balai Kota Bandung (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Dudukan Tiang di Trotoar Sekitar Balai Kota Bandung (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Kondisi trotoar di sekeliling Komplek Balai Kota Bandung sebetulnya cukup baik, namun di beberapa titik terdapat dudukan tiang lampu yang tak terpakai. Dudukan ini membahayakan pejalan kaki karena bisa membuat tersandung. Satu segmen trotoar yang paling baik dan layak adalah di segmen samping utara Komplek Balaikota.

Trotoar Baru dan yang Lagi Pre-wed (Foto: Arya Vidya Utama)

Trotoar Baru dan yang Lagi Pre-wed (Foto: Arya Vidya Utama)

Trotoar di segmen ini memang masih belum selesai dibangun, namun kita sudah dapat menikmati keindahan taman kecil yang ada di tengah trotoar. Saat kami menyusuri trotoar ini, terlihat sepasang kekasih sedang melakukan foto pre-wedding. Ini adalah pembuktikan bahwa secara estetika trotoar di samping utara Komplek Balai Kota sudah sangat baik.

Penggunaan batu andesit sebagai lantai trotoar juga sudah sangat tepat. Pejalan kaki tak perlu khawatir dengan licinnya lantai saat hujan atau saat basah. Alangkah baiknya jika trotoar ini dijadikan percontohan untuk trotoar lainnya di Kota Bandung.

Tangga Jembatannya Terlalu Curam (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Tangga Jembatannya Terlalu Curam (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Keadaan sarana penunjang yang paling buruk adalah jembatan penyebrangan, baik itu jembatan penyeberangan yang berada di Jl. Merdeka maupun di Jl. Wastukencana. Anak tangga kedua jembatan ini terlalu curam, tidak cocok bagi lansia dan kaum difabel. Sehingga hanya penyebrang yang berfisik prima saja yang bisa menggunakannya,. Ubin yang terpasang di jembatan pun banyak yang terlepas dan kondisinya yang kotor. Tak heran jika tak banyak penyebrang yang menggunakan jembatan ini.

***

Balai Kota Bandung dan Taman Balai Kota sekarang telah menjadi ruang publik yang nyaman bagi warga Bandung untuk beraktivitas. Perbaikan sarana penunjang seperti toilet, jembatan penyeberangan, dan trotoar akan membuat Balai Kota Bandung dan Taman Balai Kota menjadi lebih baik lagi. Siapa tahu jika perbaikan ini dilakukan, Balai Kota Bandung dan Taman Balai Kota bisa menjadi percontohan balai kota lain di Indonesia maupun luar negeri.

_____

Referensi:

Kunto, Haryoto. Wajah Bandung Tempo Doeloe. 1984

Katam, Sudarsono. Album Bandung Tempo Doeloe. 2010

Data dikumpulkan pada tanggal 1 Februari 2015

 

Kontributor:

Para Kontributor Tulisan (Foto: Arya Vidya Utama)

Para Kontributor Tulisan (Foto: Arya Vidya Utama)

Arya Vidya Utama (@aryawasho)

Hani Septia Rahmi (@tiarahmi)

Canda Asmara Savaka (@candraasmoro)

Intan Zariska Daniyati (@daniyaintan)

Alifia Rachmantia S.

Rizka Fadhilla (@rizka_fdhilla)

Nita Rosmiati

Mega Marina

Diva (@divaar)

Tengku Imelda Febrina Azis

Wisnu Setialengkana (@naminawisnu)

Iyan Supiyani (@AangIanzHolic)

Fajar Nugraha (@fajarjeyabey)

Deris Reinaldi

Dimas

Christian Evander Y. Lenussa (@vndrlenussa)

Ade Sopyan (@dez_sopyan27)

Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Taufik N. (@abuacho)

Min Fadly Robby (@adlynalin)

Arif Abdurahman (@yeaharip)

Novrizal Aji (@rzalznov)

Ryzki Wiryawan (@sadnesssystem)

Mohamad Salman (@vonkrueger)

Kaayaan Trotoar di Sabudeureun Balěkota

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Eta motor ulah ngalangan sapedah atuh!

Eta motor ulah ngalangan sapedah atuh!

Balěkota di dieu tangtu waě Balěkota Bandung, sabab ti kamari gě kuring nulis těh ngeunaan Bandung waě. Iwal ti ěta, catetan ieu gě saěstuna lain ngan ukur ngomongkeun trotoar wungkul, aya ogě ngeunaan Cikapayang jeung jambatan pameuntasan, nu sakaběhna kabeneran aya di sabudeureun balěkota.

Ngeunaan trotoar, kuring kungsi ngalaman sababarahakali kajadian nu piambekkeun. Lain sakali dua kuring sok hog-hag jeung nu tarumpak motor, dalah kungsi rěk gelut sagala. Basa kuring masih kěněh digawě di Jakarta, mun kabeneran keur leumpang di trotoar, tuluy jalan macět, tah ěta nu tarumpak motor těh saking ku belegug-belegugna sok rajeun naraěk kana trotoar bari nglaksonan nu keur laleumpang. Mun batur mah sok nyaringkah diusir ku sora klakson těh, tapi keur kuring cadu. Sabab naon?, da trotoar mah jang leumpang jelema, lain jalan motor. Tah kusabab ngarasa bener, kuring tara ěpěs měěr.

Tunggul urut tihang

Tunggul urut tihang

“Na ari sia teu nyaho yěn trotoar těh paragi leumpang jelema?”, ceuk kuring setengah nyengor kanu nglaksonan. Tapi da ěta mah dasar belegug, dikitukeun těh lainna ngarti kalahka malik muncereng bari sesentak. Mun teu dihalangan ku nu laleumpang mah boa geus digaplok tah jelema těh. Tapi alhamdulillah, salila anyeuna kuring cicing di Bandung mah, pangamalam kitu těh can kungsi ka sorang deui. Mun bisa mah ulah nepika kaalaman deui.

Kamari poě ahad kuring jeung sababaraha babaturan ngahaja mapay-mapay trotoar nu aya di sabudeureun balěkota. Teu kudu dicaritakeun deui ari taman nu di jero mah, sabab saměměhna kungsi kuring tulis. Mun diteges-teges mah tětěla trotoar těh aya dua jinis; nu kahiji nu warnana oranyeu (teu caang-caang teuing sabenerna mah), jeung nu kadua nyaěta nu keur dibangun disagigireun Cikapayang, nu dijieun tina batu anděsit.

Nu oranyeu mun seug baseuh kahujanan sok matak paur sabab jadi leueur. Jalma nu laleumpang kudu ati-ati pisan dina kaayaan kitu mah, sabab mun melěng saeutik waě balukarna matak picilakaeun. Ari sual kaěndahan mah nu warna oranyeu těh geus cukup, dan sabenerna mah nu ngaranna trotoar teu kudu ginding-ginding teuing, basajan gě teu nanaon asal aman jeung genah dipakěna.

Beusi renjul genep siki

Beusi renjul genep siki

Ari nu dijieun tina batu anděsit mah leuwih seuseut mun kahujanan těh. Hal ěta kusabab batu anděsit mah aya pori-porian nu matak cai ogě bisa nyerep. Anyeuna trotoar nu tina batu anděsit karěk ngan ukur nu aya di sagigireun Cikapayang wungkul, nu sějěnna teuing bakal diganti atawa moal.

Mun dilik-ilik, trotoar sabudeureun Balěkota mah saěstuna geus alus jeung lumayan ěndah, ngan hanjakal di sababaraha juru masih kěněh aya kakurangan nu matak ngabahayakeun ka nu laleumpang. Contona waě nu deukeut Jalan Merděka, di ěta trotoar aya tunggul urut tihang, teuing tihang nanahaon, tapi sigana mah urut tihang rambu-rambu lalu lintas. ěta tunggul těh diantep waě, mun aya jalma melěng tuluy titajong, moal boa ngagoak sabari tijolongjong. Nyak reuwas nyak nyeuri tangtuna gě.

Jalan cai

Jalan cai

Salian ti ěta, aya ogě beusi laleutik nu renjul sagedě-gedě ramo. Sanajan jangkungna mah paling gě ngan ukur dua atawa tilu sěnti, tapi angger wě matak jadi mamala. Komo mun aya nu kabeneran leumpangna nyěkěr, tuluy nincak beusi ěta, tangtuna matak bohak dampal sukuna. Teuing urut nanahaon ěta beusi těh, siga cang sapatu měngbal waě koatka genep jumlahna gě. Hal leutik samodel kieu, nu lolobana mah tara kaperhatikeun, boh ku pamarěntah atawa ku rahayat biasa, teu bisa diantep waě. Kudu aya lěngkah nu seurieus pikeun ngabebenah, ěngkě sugan ku kuring rěk dilaporkeun ah ka walikota, sugan wě diperhatikeun bari tuluy diberěskeun.

Teu jauh ti trotoar, malah mah ngarěnděng pisan, aya sababaraha jalan aspal nu gigirna ngahaja dibolongan jang jalan cai. Tapi kusabab lombangna teu ditutupan ku samodel kawat panyaringan, ěta jalan cai teh sawaktu-waktu bisa nyilakakeun. Da sa sapatueun mah asup ka ěta jalan cai těh. Jelema nu keur leumpang bisa waě sabeulah sukuna digebros kana ěta lombang. Alusna mah ditutupan ku kawat nu jarang, ngarah cai angger bisa kapiceun, nu leumpang ogě bisa aman.

Tehel nu peupeus

Tehel nu peupeus

Aya sababaraha těhel trotoar (nu warna oranyeu těa) nu peupeus. Tapi kaayaanna ceuk panempo kuring mah teu pati matak nyilakakeun, ngan baě katempona teu pati ngeunah, sareukseuk těa meureun ceuk basa Uruguay mah. Lěbar trotoar nu belah kulon jeung nu belah wětan sihorěng běda.  Nu belah wětan mah leuwih leutik, paling loba gě ngan ukur cukup jang duaan. Beda jeung nu di belah kulon, di dinya mah rada lega meueusan, moal pati pasěrěd-sěrěd lamun dipakě silih kalěng ku tiluan ogě. Tapi měmang trotoar nu anyar mah, nu dijieun tina batu anděsit těa, legana ampir sarua jeung nu belah kulon.

Ti mimita Pamarěntah Kota Bandung ngayakeun prohram “Jumaah makě sapědah”, di jalan sabudeureun balěkota dijieun jalan heuseus jang nu make sapědah. Sanajan dijieunna ngan ukur digarisan wungkul ku cět warna bodas, tapi ěcěs yen ěta těh jalan paragi sapědah. Tapi nyak kitu těa di urang mah, kana kasadaran těh meni mahal pisan, ěta wě jalan nu geus puguh jang sapědah tapi angger sok aya motor nu nincak jeung ngahalangan ka nu keur sasapědahan.

Pameuntasan pas pengkolan pisan

Pameuntasan pas pengkolan pisan

Hal anu penting ogě nyaěta ngeunaan pameuntasan, boh anu di luhur (jambatan) atawa nu di handap nu katelahna zebra crosstěa. Panětěan dina jambatan tětěla lungkawing pisan. Tong boro jang jalma nu aya kakurangan pisik, malah jang jalma nu ragana sěhat tur sampurna ogě ěta panětěan těh matak hariwang.

Anapon pameuntasan nu di handap, loba nu posisina lebah pengkolan pisan. Hal ieu matak ngagokan nu keur tumpak kandaraan, nu antukna matak nyilakakeun. Tapi aya ogě sebenerna zebra cross nu di jalan lempeng, tapi di urang mah ngahargaan ka nu laleumpang těh masih kěněh kurang. Kuring nyaksian pisan sorangan, aya hiji kulawarga (indung jeung tilu anakna) nu rěk meuntas di jalan Merděka, da ěta asa ku hěsě sabab nu marawa kandaraan siga embung měrě kasempetan pisan jang nu rěk meuntas.

Mun di belah kulon anyeuna mah aya pameuntasan nu rada alus. Di ěta pameuntasan těh aya alat pikeun ngahurungkun lampu jeung sirineu. Jadi lamun ku urang dipencět ěta alat, teu kungsi lila lampu lalu lintas keur nu tarumpak mobil jeung motor ngadadak jadi beureum, anu hartina jalma nu leumpang bisa tuluy meuntas. Tapi duka teuing ku naon, basa kuring jeung babaturan ngilikan ěta alat, sihorěng keur rusak, teu bisa dipakě. Padahal kaitung anyar kěněh pisan ěta alat těh. Atuh antukna nu rěk mareuntas kapaksa ngacung-ngacungkeun leungeun jang ngeureunkeun mobil jeung motor.

Meni hese rek meuntas ge

Meni hese rek meuntas ge

Poe Ahad kamari mah di sebrang balěkota, tegesna di jalan Merděka, aya sababaraha nu daragang kadaharan. ěta wě kaambeu aya nu meuleum satě sagala. Teuing pědah ku ramě meureun, da saapal kuring ari poe-poe nu sějěnna mah tara aya teu sing nu daragang lebah dinya těh. Nyak katempona mah lumayan ramě ogě nu mareuli, keur aralus milik sigana mah tukang dagang těh.

Di saparat trotoar těa, runtah mah měmang aya, ngan saeutik pisan, malah kaitung beresih sakitu mah trotoar těh. Hal ěta teu aněh sabab loba wadah runtah nu nyampeu nu bisa dipakě ku nu laleumpang. Alus ari kitu těa mah, komo deui pan ieu mah puseur pamarěntahan Kota Bandung, piraku wě ari kalotorna mah, asa kabina-bina.

Ari nu pang anyarna jeung pang ěndahna nyaěta trotoar nu ngarěmpět jeung Cikapayang. ěta jalan cai těh keur dibebenah ku taman nu matak betah nempona. Saliwat mah siga di luar nagri, da ěta wě Cikapayang gě makě dipapantěs ku batu hirup sagala. Ceunah mah batu-batu ěta těh jang ngahěrangkeun cai, minangka nyaring kokotor meureun. Ari lampu tamanna makě dipapantes ku patung maung leutik sagala, ěta maung těh keur jěngkě sabari ngagaur. Teuing naon hartina, meureun siloka jang Persib ěta těh, pan Persib gě katelahna Maung Bandung. Tapi kudu ditanyakeun engkě ka Mang Emil (so akrab wě hahaha).

Pra weding sigana mah

Pra weding sigana mah

Bakat ku resik, dina bangku nu aya di taman, poě harita mah koatka aya nu dipoto pra wěding sagala. Enya aya dua nonoman nu keur silih rěnděng dina hiji bangku, aya ogě sababaraha baturna nu keur ngalěker ku kaměra, tuluy jeprět-jeprět waě diparoto. Katingali ěstu suka bungah pisan, da puguh gě meureun rek nyorang kahirupan rumah tangga ěta dua nonoman těh. Hor, naha kuring bras ngomongkeun nu kieu? Cag ah, urang nyaritakeun Cikapayang deui.

Dina raraga ngabebenah jeung mamantes kota, nyak Cikapayang nu aya di sagigireun balěkota gě teu kaliwat ngilu didandanan. Trotoarna dijieun sababaraha umpak, bentukna ogě ting paringkeul, teu lempeng jiga ilaharna. Teu poho bangku jeung lampu gě disayagikeun pikeun nu rek ngadon nongkrong sapeupeuting. Ti běh kalěr ěta Cikapayang dibendung ku gunungan batu hirup, tuluy di belah handapna dijieun dua kokocor sangkan cai ngalirna rada kabagi. Sabenerna ka belah kidulnakeun gě cai těh dibendung deui ku sababaraha těmbok, tapi tangtunganna teu jangkung teuing, padu nyalangkrung wě siga kaayaan balong.

Bendungan Cikapayang

Bendungan Cikapayang

Meureun matak dikitukeun gě sangkan cai ngalirna teu gancang teuing, padu ngeyemeng wě jadi rada ěndah katempona. Tapi sakali deui ieu pangwangunan těh tacan běrěs, caina ogě saat jeung kiruh kěněh deuih. Di trotoar nu pas handapeun tangkal badag, aya hiji pagawě nu keur natah di hiji pasagi opat, barang ku kuring ditanyakeun sihorěng ěta pasagi opat těh cenah keur ngontrol kaayaan cai. “Hor, naha aya caian nyah?” ceuk kuring. Barang ditingali ka jero, enya we cai dihandap tarik naker jeung lumayan gedě deuih. Běda pisan jeung cai nu teu katutupan ku trotoar.

Lah, sok hayang geura anggeus wě ěta trotoar anyar těh. Mana teuing rěa jalma nu ngalanto ka dinya. Jadi nambahan deui tempat ngumpul rahayat těh. Alhamdulillah.

 

Tah sakitu sababaraha hal anu kasaksian ku sorangan jeung babaturan těh. Malah mandar aya manpaatna, boh pikeun nu rek nulis atawa nu ngahaja hayang nyaho kaayaaan di sabudeureun balěkota. Cag dugi ka dieu, saněs waktos diteraskeun deui. [ ]

Foto : Arsip Irfan Teguh Pribadi

Paranti ngontrol cai

Foto : Arsip Irfan Teguh Pribadi

 

Tautan asli: http://wangihujan.blogspot.com/2015/02/kaayaan-trotoar-di-sabudeureun-balekota.html?spref=tw

Taman Balai Kota: Dari Jalan Kebon Raja Hingga Gembok Cinta

Oleh: Arif Abdurahman (@yeaharip)

sejarah taman balai kota bandung

Dua sejoli muda-mudi terlihat mengendap-endap di sudut taman belakang pohon. Tapi masih terlalu siang untuk berbuat ga senonoh, dan beragam pikiran negatif lenyap setelah melihat aksara Hangul di punggung mereka. Oh ternyata lagi main nametag ripping, game andalan di variety show Running Man dari Korea Selatan itu.

Sebagai praktisi ahli uucingan sekaligus Runners, kalau diperhatikan couple tadi masih tergolong amatir. Karena mungkin memang itu acara independen, bukan digelar sama salah satu fanbase Running Man.

Selain Running Man tadi, Taman Balai Kota rupanya dipadati remaja yang terinfeksi demam Korea. Umumnya kelompok cowok nge-cover dance EXO, sedangkan yang cewek biasanya Apink. Ah ini kenapa malah laporan observasi Hallyu.

taman balaikota bandung

Tahun 1906 Kota Bandung sebagai ibukota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gemeente, sebuah kotapraja yang berpemerintahan otonom. Tentunya keberadaan Gemeente Huis, sebuah balai kota, sangat penting karena di sinilah seorang walikota mengendalikan, mengelola, dan membangun kota serta melayani kebutuhan masyarakatnya.

gemeente huis bandung

balai kota bandung

taman balai kota bandung

Cikal bakal balai kota bermula dari sebuah lahan tempat gudang kopi milik pengusaha yang sempat menjabat sebagai Asisten Residen Bandung, Andries de Wilde. Sejarah mengenai balai kota Bandung ini bisa kita baca secara lengkap di buku Gemeente Huis dari Sudarsono Katam.

Dalam buku Bandung Basa Halimunan dari Us Tiarsa pun ada secuil kisah soal penamaan dari masyarakat sekitar yang menyebut gedung Balai Kota sebagai Gedung Papak.

Nah, di postingan ini saya hanya akan sedikit membahas soal sejarah taman ini setelah ditinggal sang kompeni Belanda, khususnya kondisi dari era pasca kemerdekaan hingga hari ini.

taman balai kota bandung

taman balai kota bandung

Jalan Kebon Raja Hilang, Waria Pun Punah

Sebuah kebijakan untuk meningkatkan pamor taman balai kota dilakukan pada tahun 1980-an. Meski harus dibayar dengan pupusnya Jalan Kebon Raja dari peta Kota Bandung.

Awalnya antara balai kota dan taman di depannya yang dinamakan Taman Merdeka bukan merupakan kesatuan karena dipisah Jalan Kebon Raja. Taman yang pada masa kolonial bernama Pieterspark ini di era 60-70an menjadi taman yang kumuh. Kalau boleh dibilang, taman ini jadi habitatnya para tunawisma, PSK, dan waria.

Pada awal tahun 1980, Taman Merdeka ini direnovasi. Dan di tengah-tengah bekas Jalan Kebon Raja tadi dibangun sebuah patung badak putih plus kolam airnya.

Para waria pun melakukan eksodus, mencari jalan lain untuk dijadikan tempat operasinya. Namun untuk kaum tunawisma, sampai hari ini pun masih bisa kita jumpai di taman balai kota. Bagi yang mau berjumpa dengan waria, sekarang mah mereka bisa kita temui di pinggir Taman Maluku. 😆

pacaran di taman balai kota bandung

taman balai kota bandung

Pada tahun 1920-an, sejak masih bernama Pieterspark, taman balai kota ini emang tempat hits untuk pacaran. Kalau dulu pas masa kolonial cuma antara meneer dan noni, sekarang mah siapa pun bisa. Pasangan muda-mudi, tua-tuwir, baik yang berbeda, mungkin juga yang sejenis kelamin pun ada. Bahkan tong sampah pun terlihat bermesraan. 😆

Sayangnya, seperti lagunya Kunto Aji, saya sudah terlalu lama sendiri. Duh. 🙁

gembok cinta balai kota bandung

gembok cinta balai kota bandung

Ikat cintamu di sini, dan bagi yang masih sendiri silahkan minggat ke Taman Jomblo. 😆

Sudah sejak dulu kala, tata Kota Bandung memang dirancang mengacu pada konsep kota taman seperti di negara-negara Eropa. Dan Pieter Sijthoffpark alias Pieterspark, cikal bakal dari Taman Balai Kota ini adalah taman tertua dan taman pertama yang dibangun di Kota Bandung.

Di orde Ridwan Kamil, taman kota jadi sebuah primadona. Taman-taman tematik baru dibangun, dan taman-taman yang sudah ada sejak dulu pun dipugar dan dipercantik kembali. Taman Balai Kota tentunya jadi salah satu yang diperhatikan, yang sekarang makin asri.

Gembok cinta, konsep yang sudah eksis di negara lain ini jadi wahana baru di Taman Balai Kota. Bisa dibilang ini hadiah buat para K-Poper, biar mereka bisa merasakan romantisme seperti gembok cinta di Namsan Tower di Seoul sana. Duo sejoli yang saya ceritakan di prolog mungkin saja sudah pasang gembok cinta mereka di Taman Balkot ini, dan karena fans Running Man pasti tulisannya Gary-Jihyo. Mungkin ya.

Canon Canonet QL17 dengan Kodak Gold 200. Cuci scan di Seni Abadi.

ngaleut balai kota

 

 

Tautan asli: http://arifabdurahman.com/2015/02/03/taman-balai-kota-dari-jalan-kebon-raja-hingga-gembok-cinta/

Ada Apa di Taman Balai Kota?

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

DSCN3533

Siapa cinta Bandung

Harus lulus ilmu ingatan

—Eddy D. Iskandar

Di Kota Bandung, sekarang ini, barangkali taman kota sedang menjadi panglima hiburan. Semenjak Wali Kota dijabat oleh Ridwan Kamil, taman-taman baru bermunculan, dan yang lama dihidupkan kembali. Sebut saja dari mulai Taman Pasupati (Taman Jomblo), Taman Film, Taman Musik, Taman Superhero, Taman Fotografi, Taman Hewan, Taman Lansia, Taman Panatayuda, sampai dengan Taman Balai Kota.

DSCN3762Dalam menyelami sejarah kota, kita seringkali dibantu oleh mereka yang rajin mendokumentasikan perjalanan kota. Arsip-arsip kota, baik yang dibukukan, maupun yang tercecer di lembar-lembar koran, mulanya adalah sebuah kerja sunyi para pendokumentasi yang penuh kewaskitaan. Cinta dan minat mereka yang besar adalah jalan panjang dalam menjaga ingatan.

Pada kesempatan ini, saya hendak mencatat Taman Balai Kota dan sekitarnya. Minangka sebagai sebuah kerja kecil dalam rangka mempelajari ilmu ingatan.

***

Pada tanggal 1 April 1906, Gubernur Jenderal J.B. van Heutz menetapkan status Kota Bandung yang semula adalah ibu kota Kabupaten Bandung, ditingkatkan menjadi Gemeente (Pemerintah Kota). Maka Kota Bandung pun resmi terlepas dari Kabupaten Bandung. Karena hal inilah, Kota Bandung pun dituntut untuk mempunyai gedung pemerintahan sendiri yang berpusat di Gemeente Huis atau Balai Kota. Pada perjalanannya Balai Kota mempunyai sebuah taman, yang kini dikenal dengan nama Taman Balai Kota.

DSCN3518Sejarah seputar Balai Kota Bandung dan tamannya bisa ditemui di beberapa buku tentang Kota Bandung. Salah satunya adalah di buku Gementee Huiskarangan Sudarsono Katam, yang diterbitkan oleh Kiblat Buku Utama.

Taman Balai Kota berada di dalam komplek Balai Kota Bandung. Semenjak taman ini dirapikan dan dipercantik dengan berbagai ornamen baru, jumlah pengunjung pun semakin bertambah. Mayoritas pengunjung adalah remaja dan anak-anak. Mereka memanfaatkan taman ini untuk latihan menari, main bola, pacaran, foto-foto, atau sekadar duduk-duduk di bangku taman.

Satu hal yang paling terkenal di Taman Balai Kota adalah keberadaan patung badak putih. Hewan ini dipilih konon karena dulu di Bandung banyak terdapat badak. Sebagai tambahan informasi, Rumah Sakit Hasan Sadikin dulu bernamaRumah Sakit Ranca Badak, bahkan di salah satu jendelanya masih terdapat sisa sebuah gambar badak.

Di bawah patung badak putih terdapat kolam ikan yang dilengkapi dengan air mancur. Di badan patung tertulis tentang larangan mengambil ikan di kolam dengan cara apa pun. Di sekitar kolam ada beberapa bangku yang sering dimanfaatkan oleh para pengunjung untuk bersantai sambil ngobrol.
Di sebelah patung ikan, di kiri dan kanannya, berjajar tiga pilar berwarna putih yang kemungkinan besar berfungsi sebagai penerangan di waktu malam. Bergeser sedikit ke arah Utara, tertulis dengan rapi : “Taman Balai Kota”.

DSCN3527Tak jauh dari patung badak, kini terdapat juga patung ikan mas yang berjumlah lima ekor. Entah apa pertimbangannya sehingga heman ini dipilih untuk “menemani” si badak putih. Selintas pikiran saya tertuju ke patung ikan besar di alun-alun Cisaat, Sukabumi. Patung itu dipilih karena di Cisaat ada sebuah daerah yang terkenal sebagai produsen ikan mas, yaitu Cibaraja. Artinya pembuatan patung ikan mas masih ada kaitannya dengan suatu daerah setempat. Namun entah kalau yang ada di Taman Balai Kota Bandung ini.

Yang tak kalah “nge-hit” adalah dengan dibuatnya gembok duriat—saya lebih senang menyebutnya begitu (gembok cinta) tempat para pasangan, terutama anak-anak muda, mengaitkan gembok yang terkunci di terali yang berbentuk kotak. Anak kunci itu kemudian dibuang ke kolam dekat patung badak putih. Di hampir setiap gembok tertulis nama pasangan yang mencoba mengabadikan cintanya.

DSCN3637

Duriat dikonci ku gembok

Di atas terali kotak itu tertulis “LOVE” berwarna merah, yang sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial karena dianggap menjiplak. Fenomena gembok cinta ini memang sudah merambah banyak tempat, di antaranya Korsel dan Prancis, yang kemudian menular ke Bandung. Selain itu, tanaman bunga berbagai warna ikut pula mempercantik Taman Balai Kota.

Di sebelah selatan terdapat patung se-dada Raden Dewi Sartika yang terlihat kusam. Patung pelopor pendidikan untuk perempuan Priangan ini nampak kurang terawat. Di bawahnya ada plakat peresmian oleh Waki Kota pada masanya, yaitu Wahyu Hamijaya.

Sebagaimana taman-taman yang lain, Taman Balai Kota pun konon dilengkapi dengan wifi, namun entah saya belum pernah mencobanya. Himbauan untuk membuang sampah pada tempatnya terpasang di beberapa sudut taman. Hal ini dibarengi juga dengan ketersediaan tempat sampah yang relatif cukup banyak.

Keran Air Minum

Keran Air Minum

Sebuah terobosan sempat dilakukan oleh pemkot bagi para pengunjung taman, dengan dibuatnya keran air siap minum. Namun entah kenapa tidak lama setelah diluncurkan, fasilitas ini kemudian tidak berfungsi. Harian terbesar di Jawa Barat pernah memuatnya di sebauh edisi ihwal berita ini. Informasi yang disajikan koran tersebut adalah karena adanya gangguan pada rangkaian listrik yang terhubung dengan keran air tersebut. Entah sekarang apakah sekarang sudah diperbaiki atau belum.

Kebutuhan akan air minum memang cukup besar, apalagi bagi anak-anak dan remaja yang mayoritas beraktifitas fisik seperti menari dan main bola, yang tentunya akan cepat membutuhkan air untuk menggantikan cairan tubuh yang keluar. Namun sepanjang yang saya perhatikan, tidak ada satu orang pun yang minum langsung dari keran tersebut. Artinya ada dua kemungkinan; fasilitas itu rusak, atau pengunjung bawa minum sendiri.

Gazebo

Gazebo

Di tengah taman terdapat sebuah gazebo yang dulu digunakan sebagai tempat duduk dan bersantai. Sekarang gazebo tersebut dipasangi teralis dan pintu, serta dikunci. Artinya tidak bisa digunakan lagi oleh pengunjung taman. Entah apa alasannya sehingga tempat ini menjadi tertutup untuk umum.

Batas taman di sebelah timur adalah aliran kanal Cikapayang yang airnya cukup bersih, meskipun alirannya kecil dan tidak terlalu deras. Kanal ini dibatasi oleh pagar besi yang memanjang, namun sayang ada dua pagar yang kondisinya rusak, sehingga cukup membahayakan jika ada anak kecil yang main di sekitarnya.

Patung Raden Dewi sartika

Patung Raden Dewi sartika

Di timur aliran Cikapayang adalah Jl. Merdeka yang dibatasi oleh trotoar, yang kini trotoar tersebut sedang dipercantik dengan pagar, bunga, dan lampumaung yang keren. Lampu itu berbeda dengan lampu taman yang ada di dalam. Antara Taman Balai Kota dengan trotoar disambungkan oleh sebuah jembatan yang melintas di atas kanal Cikapayang. Kemudian ada juga jembatan penyeberangan yang melintas Jl. Merdeka.

Semenjak taman-taman kota ramai dikunjungi masyarakat, beberapa tembok di pinggir jalan “dihiasi” kata-kata sindiran sebagai bentuk kritik kepada pemerintah, yang tidak menyediakan toilet di dalam taman. Salah satunya yaitu yang terdapat di Jl. Perintis Kemerdekaan, tak jauh dari Gedung Indonesia Menggugat. Hal ini sebagai fakta bahwa masyarakat tidak “lelap” hanya dengan fasilitas umum yang didayagunakan, namun mereka juga tetap menyimpan daya kritis sebagai bukti cintanya kepada kota.

DSCN3529

Kayanya sih buat penerangan

 

Syukurlah di Taman Balai Kota kini tersedia fasilitas toilet dan sekaligus musholla, meskipun pengerjaannya belum selesai dan belum bisa digunakan, namun ini membuktikan bahwa pemerintah merespon dengan cukup cepat aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Taman Balai Kota dikelilingi oleh Jl. Merdeka di sebelah timur, Jl. Wastukancana di barat, Jl. Aceh di utara, dan Jl. Perintis Kemerdekaan di selatan. Di ke empat jalan tersebut disedikan jalur khusus untuk pengendara sepeda, meskipun sebenarnya tetap jalan yang sama dengan para pengendara mobil dan sepeda motor. Jalur tersebut hanya dibatasi oleh sebuh garis putih dan dipertegas dengan beberapa gambar sepeda di dalam jalur tersebut. Dari segi keamanan–apalagi jika dihadapkan dengan kesadaran berkendara yang masih minim, tentu jalur khusus sepeda ini masih jauh dari optimal.

DSCN3665

Jalur Sepeda

 

Jalur sepeda tersebut dibuat untuk mendukung program “Jum’at Bersepeda” yang diluncurkan oleh pemkot, maka tak heran jika di halaman Balai Kota terdapat tempat parkir sepeda. Seperti parkiran untuk mobil, tempat parkir sepeda pun dilengkapi tulisan khusus untuk para “inohong” seperti Kepala Dinas.

Satu hal yang patut diperhatikan untuk para pengendara mobil adalah, mobil yang tidak memiliki tanda lulus uji emisi, dilarang parkir di komplek Balai Kota. Namun pada pelaksanaan kontrolnya; apakah berlaku ketat atau sebaliknya, memang perlu pengamatan dan informasi yang lebih lanjut.

Masjid Al Ukhuwah

Masjid Al Ukhuwah

Di sebelah barat terdapat Masjid Al Ukhuwwah yang berfungsi selain untuk sholat lima waktu, juga untuk sholat Jum’at para pegawai Balai Kota dan masyarakat sekitar. Di lahan masjid itu dulunya berdiri sebuah loji gerakan Freemasonry yang bernama St. Jan, atau dalam lidah Sunda menjadi Setan.  Us Tiarsa dalam kenangan masa kecilnya sempat menulis :

“Nu disebut Gedong Sětan těh, gedong leutik peuntaseun Gedong Papak (Balěkota) beulah kulon. ěta gedong wangunna mah teu beda ti gerěja. Ceuk kolot mah saban poě, rěk beurang rěk peuting peuting, rěa julig nyiliwuri, sětan marakayangan, jeung jin kapir ti mana ti mendi ngadon carurak-curak di dinya.”

Namun kemudian beliau mengetahui nama dan fungsi gedung tersebut yang sebenarnya, ternyata berbeda dengan apa yang beliau dengar dari orangtuanya :

“Kakara běh dieu nyaho yěn ěta gedong (loji) těh baheulana tempat kaom těosofi karumpul. Ngaran gedongna těh Saint Jan.”

Tangganya terlalu curam

Tangganya terlalu curam

Masjid Al Ukhuwwah dan Balai Kota dihubungkan oleh sebuah jembatan penyeberangan yang anak tangganya curam. Jangankan untuk penyandang difabel, untuk manusia normal pun anak tangga itu cukup mengkhawatirkan. Mungkin karena itulah, kini di dekat gerbang masuk Balai Kota sebelah barat dibuat zebra crossyang dilengkapi dengan tombol penyeberangan. Setiap pejalan kaki yang mau menyeberang cukup memijat tombol tersebut, nanti lampu merah dan sirine akan menyala untuk menghentikan para pengendara.

Namun ada saja hal ironi yang menyertai, zebra cross itu ternyata berujung pada sebuah tembok. Persis seperti zebra cross yang di Jl. Aceh, dulu sebelum ada pemberitahuan dari masyarakat, zebra cross tersebut berujung pada sebuah pagar. Atau seperti halte angkot di Jl. Pasirkaliki, mulanya halte itu persis menghadap pagar, jadi kalau mau naik angkot harus naik pagar dulu. Juragan sehat?

***

 

Jembatan di Cikapayang

Jembatan di Cikapayang

Taman Balai Kota secara umum telah memenuhi kebutuhan masyarakat akan ruang publik untuk interaksi sosial, yang selama ini kurang diperhatikan. Suksesi kepemimpinan memang banyak mendorong akan pemenuhan kebutuhan ini. Hal ini tentu—bagi pemkot, adalah panen pujian yang dituai dari masyarakat, terutama yang tersaji di media sosial populer. Namun walau bagaimana pun, ruang publik ini tetap menyisakan sejumlah kekurangan yang secepatnya perlu dibenahi. Agar ke depan, tempat berkumpul masyarakat yang murah meriah ini lebih genah-merenah-tumaninah. [ ]

 

Lampu Maung

Lampu Maung

Trotoar di Jl. Merdeka sedang dipercantik

Trotoar di Jl. Merdeka sedang dipercantik

Kedah lulus uji emisi

Kedah lulus uji emisi

DSCN3465

Latihan nari dulu biar kekinian

 

Omat runtah piceun kana tempatna lur!

Omat runtah piceun kana tempatna lur!

Foto : Arsip Irfan Teguh Pribadi

 

Tautan asli: http://wangihujan.blogspot.com/2015/01/ada-apa-di-taman-balai-kota.html

Newer posts »

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑