Month: August 2014

Kebon Sirih, Jalan Tol Ekonomi Batavia

Oleh: Indra Pratama (@omindrapratama)

Jakarta adalah pusat geliat ekonomi Indonesia. Daerah bisa saja memiliki komoditas, tenaga kerja, bahkan pabrik dan lahan usaha, namun jika bicara perputaran modal, manajemen, dan hulu bisnis, maka pusatnya adalah Jakarta. Persentase GDP Jakarta dari GDP Indonesia mencerminkan bagaimana hebatnya geliat ekonomi di ibukota.

Siapa sangka, sejarah panjang ekonomi Jakarta (dulu Batavia), dulu sempat ditopang hanya dengan satu ruas jalan sebagai infrastruktur. Jalan yang menghubungkan dua pasar tertua di “Batavia baru”, sejak pusat pemerintahan dipindahkan dari Kota Tua ke Weltevreden.

Adalah seorang Justinus Vinck, pengusaha kaya asal Belanda, yang berperan penting menggerakkan ekonomi Weltevreden. Pada 1735 dia membeli dua lahan besar untuk dijadikan pasar, satu di Tanah Abang dan satu di daerah timur Weltevreden.

Lahan di Tanah Abang ia beli dari keluarga pengusaha dan Kapten Cina Phoa Bingham. Bingham sendiri terkenal karena inisiasinya membuat kanal di Tanah Abang untuk sarana transportasi komoditas dari selatan ke Kota Tua pada 1648. Saat dibeli Vinck, lahan Tanah Abang dipergunakan keluarga Bingham sebagai perkebunan tebu, pertanian, dan peternakan. Lahan ini kemudian sejak 1735 disulap Vinck menjadi Pasar Saptu. Sesuai namanya, pasar hanya buka setiap hari Sabtu, dan jualan utamanya adalah tekstil serta barang kelontong.

Satu lahan lagi terletak sekitar 2 kilometer arah timur dari Weltevreden. Di lahan ini Vinck membuka sebuah pasar yang hanya buka di hari Senin, yang dinamai Vinck Passer. Kemudian hari dikenal dengan nama Pasar Snees, lalu Pasar Senen.

Pasar Saptu dan Vinck Passer dibuka pada 30 Agustus 1735, atas izin Gubernur Jenderal Abraham Patras. Perizinan atas kedua pasar ini ditengarai sebagai salah satu upaya pemerintah Hindia Belanda untuk membatasi dominasi pedagang Cina pada bidang perdagangan di Batavia.

Sebagai infrastruktur penopang, Vinck membangun sebuah ruas jalan yang menghubungkan Pasar Saptu dan Vinck Passer. Ruas ini kini dikenal sebagai JL. Kebon Sirih dan JL. Prapatan. Pola toponimi umum mengisyaratkan bahwa dahulu wilayah Kebon Sirih banyak terdapat tanaman Sirih. Tanaman ini menjadi bagian dari budaya “nyirih” di Nusantara yang bertahan hingga kini.

Dinamika sejarah pun turut membawa kedua pasar ini. Huru-hara Cina 1740 turut melibatkan Pasar Saptu. Pasar Saptu menjadi basis perlawanan para buruh tebu dalam upaya merebut Batavia, sehingga pasar ini terpaksa dibakar habis. Tahun 1766 Pasar Senen mulai dibuka tiap hari.

Kebon Sirih sendiri mulai dikembangkan sejak masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch. Van den Bosch menjadikan kawasan ini sebagai bagian dari garis pertahanan Van den Bosch (Defensielijn Van Den Bosch), sebuah garis pertahanan Batavia yang berpusat di Prince Frederik Citadel, yang mana di lahannya kini berdiri Masjid Istiqlal.

Menurut Adolf Heuken, daerah  Weltevreden (termasuk Kebon Sirih), dikembangkan dengan gaya pemukiman Jawa, dimana setiap bangunan memiliki halaman yang luas. Berbeda dengan gaya Kota Tua yang dibangun dengan bergaya gesloten bouwwijse (gaya susunan bangunan tertutup) dengan struktur bangunan pemukiman yang rapat.

Gaya ini masih dapat kita lihat pada foto sisa bangunan-bangunan masa itu di Kebon Sirih dan Medan Merdeka Selatan dibawah ini.

Contoh rumah di pemukiman Kebon Sirih tahun 1922

Contoh bangunan abad 19 di Kebon Sirih

image

Lima bangunan abad 19 yang masih tersisa di JL. Medan Merdeka Selatan. Dari kiri atas : Perpustakaan Nasional, Gedung Lemhanas, Balaikota Jakarta, dan dua bangunan Istana Wakil Presiden

image

Rumah tua yang terletak di JL. Kebon Sirih, dekat Gedung Multimedia, Telkom.

image

Rumah tua yang terletak di JL. Kebon Sirih, dibelakang Kantor Garuda Indonesia.

Hampir tiga abad berselang, Kebon Sirih, yang kini terkenal dengan nasi goreng kambing, tetap menjadi infrastruktur penting perekonomian kota. Sebagai salah satu ruas utama di Jakarta Pusat, menghubungkan kawasan Monas dengan Cikini, Menteng, Senen, hingga Sudirman.

Sumber:

Shahab, Alwi. 2007. Kramat-Pasar Senen. Jakarta : Republika.
Blackburn, Susan. 2013. Jakarta : Sejarah 400 Tahun. Jakarta : Masup Jakarta.
Heuken, Adolf. 2000. Historical Sites of Jakarta. Jakarta : Cipta Loka Caraka.
Heuken, Adolf. 2009. Gereja-Gereja Bersejarah di Jakarta. Jakarta : Cipta Loka Caraka.
Ruchiat, Rachmat. 2011. Asal-usul Nama Tempat di Jakarta. Jakarta : Masup Jakarta

Tautan Asli: http://oomindra.wordpress.com/2014/08/13/kebon-sirih-jalan-tol-ekonomi-batavia/

Catatan Perjalanan: Museum Mandala Wangsit Siliwangi

Oleh: Vecco Suryahadi Saputro (@veccosuryahadi)

Enjoy Bandung with museum!

Setiap museum memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan edukasi melalui benda yang ditampilkan. Melalui benda yang dipajang, pengunjung akan diberikan wawasan baru. Wawasan baru ini kelak digunakan pengunjung untuk memperluas pemikiran mereka.

Jika kita melihat Bandung sebagai kota untuk beberapa museum, kita akan menemukan banyak museum yang tersebar di Bandung. Total museum yang terdaftar di Bandung sebanyak tujuh buah. Dikarenakan setiap museum memiliki tema yang berbeda dan menarik, museum bisa menjadi tempat berwisata yang menarik.

Sekilas Museum Mandala Wangsit Siliwangi

Komunitas Aleut di depan Museum Mandala Wangsit

Berbicara mengenai museum di Bandung, saya akan mengambil Museum Mandala Wangsit Siliwangi sebagai objek catatan perjalanan kali ini. Museum Mandala Wangsit Siliwangi berlokasi di Jalan Lembong. Tidak ada tiket masuk untuk berkunjung ke Museum Mandala Wangsit Siliwangi. Kita hanya mengisi daftar hadir di depan pos penjaga untuk memasuki museum ini.

Saat mengunjungi Museum Mandala Wangsit Siliwangi, kita akan menemukan pembagian museum berdasarkan waktu. Pembagian tersebut sebagai berikut:

1. Era Kerajaan

Pada bagian ini, kita akan diperlihatkan beberapa benda koleksi yang berhubungan dengan kerajaan di Jawa Barat. Benda koleksi tersebut antara lain beduk, keris, dan tombak. Selain itu, Museum Mandala Wangsit Siliwangi memperlihatkan lukisan Prabu Siliwangi yang merupakan raja terkenal saat itu.

2. Era Sebelum Kemerdekaan

Pada bagian ini, kita akan menemukan beberapa lukisan yang berhubungan dengan Indonesia sebelum merdeka. Beberapa lukisan menggambarkan kedatangan penjajah ke Indonesia dan lukisan lainnya menggambarkan perlawanan penduduk setempat kepada penjajah.

3. Era Perjuangan Setelah Kemerdekaan

Pada bagian ini, museum menyajikan lukisan–lukisan, miniatur perlawanan tentara Indonesia, dan peralatan yang dipakai saat perang. Satu hal yang menarik pada bagian ini adalah tangga bambu. Menurut pemandu, tangga bambu ini dipakai untuk mengangkat jenazah–jenazah korban perang ke ambulans.

4. Era Pemberontakan di Jawa Barat

Pada bagian ini, kita harus tahan dengan beberapa foto yang diperlihatkan museum. Kenapa tidak? Foto–foto koleksi museum di bagian ini berisi kekejaman para pemberontak seperti pembunuhan dan pembakaran. Selain foto, kita akan menemukan beberapa lukisan dan barang–barang yang dipakai oleh pemberontak.

Foto keluarga Komunitas Aleut di ruang persenjataan

Selain beberapa bagian yang telah disebut, kita akan menjumpai satu bagian yang berisi senjata–senjata dan peta. Pada bagian ini, kita diijinkan untuk mengambil foto bersama.

Sekitar Mandala Wangsit Pasca Kemerdekaan

Bandung pasca kemerdekaan bukanlah kota yang nyaman dan aman. Setiap malam dan siang hari, seringkali terjadi kebakaran dan perampokan di Bandung. Selain terjadi kebakaran dan perampokan, jalanan di Bandung menjadi medan perang antara tentara Sekutu dengan tentara Indonesia.

Upacara pergantian Bendera di Markas Siliwangi

Setelah penyerahan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949 di Oude Hospitalweg (Jalan Rumah Sakit Lama, sekarang dikenal dengan nama Jalan Lembong) diselenggarakan pergantian bendera. Pergantian ini dilaksanakan oleh Jendral E. Engles dan Kolonel Sadikin di depan markas staf Divisi Siliwangi. Setelah pergantian bendera, Bandung kembali dikuasai oleh TNI dan Pemerintahan Indonesia.

Sayangnya setelah penyerahan kedaulatan, Bandung kembali tidak aman oleh kegiatan separatis. Kegiatan ini dilakukan oleh APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang dipimpin oleh Raymond Westerling. Tentara yang berada di pihak APRA berasal dari korps pertahanan diri yang dibangun Westerling saat menjadi pengusaha angkutan.

Korban APRA di Jalan Braga

Singkat cerita, pada 23 Januari 1950, APRA melakukan serangan ke Bandung. Serangan ini dilakukan pada pukul 04:00 melalui Cimahi. Saat penyerangan di Cimahi, tentara Indonesia dengan cepat kocar–kacir dan melarikan diri. Baru di pusat kota Bandung, APRA mendapat perlawanan dari kesatuan Batalyon Siliwangi. Sayangnya, pada pukul 09:30, Markas Besar Siliwangi di Oude Hospitalweg dikuasai oleh APRA.

Pada saat penyerangan APRA, sebanyak 94 orang tentara Indonesia menjadi korban, termasuk Letnan Kolonel Lembong. Untuk mengenang Letnan Kolonel Lembong yang menjadi korban serangan APRA, nama Lembong dipakai untuk menggantikan nama Oude Hospitalweg. Selain dijadikan nama jalan, kita akan menemukan patung Letnan Kolonel Lembong di depan Museum Mandala Wangsit Siliwangi.

 

Sumber Bacaan :

Bandung awal revolusi karya John R.W. SMAIL

Bandung citra sebuah kota karya Robert P.G.A Voskuil, dkk

Selamat tinggal Hindia Belanda : Janjinya pedagang telur karya Pans Schomper

Sumber Foto :

Kitlv

Voskuil

Komunitas Aleut

 

Tautan asli: http://catatanvecco.wordpress.com/2014/08/17/catatan-perjalanan-museum-mandala-wangsit/

Halim Perdanakusumah, Berjuang dari Udara

Oleh : Vecco Suryahadi, dengan tambahan dari Ghera Nugraha dan Arya Vidya Utama

Abdul Halim Perdanakusumah atau Halim Perdanakusumah lahir pada tanggal 18 November 1922 di Sampang, Madura. Halim memiliki ayah bernama Haji Abdul Gani Wongsotaruno dan ibu bernama Asih yang merupakan istri ke tujuh. Halim juga memiliki adik yang kelak juga berkarir di Angkatan Udara, yaitu Makki Perdanakusumah, dan nantinya juga menjadi Direktur PT Dirgantara Air Service. Makki sendiri menikah dengan Indriati Iskak, anggota Tiga Dara dan anak dari seniman R. Iskak.

Halim Perdanakusuma

Halim Perdanakusuma

Dikarenakan pekerjaan ayahnya yang seorang Patih di Sumenep, beliau mendapat pendidikan yang mengarahkan dirinya sebagai pamongpraja. Pendidikan pertamanya yakni HIS pada tahun 1928. Kemudian MULO pada tahun 1935. Lalu MOSVIA Magelang pada tahun 1938. Tapi dikarenakan perang dunia kedua, Halim yang tingkat dua diharuskan mengikuti wajib militer.

Kehidupan Halim setelah perang kedua berubah. Pemerintah Hindia Belanda menempatkan Halim di Surabaya sebagai opsir torpedo. Dikarenakan ketahuan oleh Jepang di Perairan Cilacap, armada yang ditumpangi Halim kalah telah. Beberapa awak – awak armada laut termasuk Halim diselamatkan oleh kapal Inggris. Kapal inggris membawanya ke Australia kemudian India.

Di India, Halim bertemu dengan Laksamana Mounbatten. Saat itu, Halim ditawari pendidikan militer di Eropa oleh Mounbatten. Lanjutlah kehidupan militernya di Kanada sebagai anggota AU Kanada sebagai navigator. Tahun 1943, Halim ke Inggris sebagai Flight lieutenant dan terlibat 44 serangan udara di Jerman dan Perancis.

Setelah perang dunia usai, Halim yang tergabung tentara sekutu ditangkap oleh TRI di Kediri. Setelah itu dilepaskan oleh Amir syarifudin yang saat itu sebagai Menteri Pertahanan. Halim diminta oleh Amir syarifudin untuk melatih angkatan perang udara RI.

Halim memberikan arahan kepada anakbuahnya.

Halim memberikan arahan kepada anakbuahnya.

Tahun 1947, Halim ditugaskan untuk membina angkatan udara di Sumatera. Pada tanggal 14 Desember 1947, Halim, Ishwahyudi, dan penumpang berkebangsaan Australia bernama Keegan terbang ke Bangkok untuk mengantarkan Keegan pulang dan membeli persediaan untuk militer Indonesia. Dalam perjalanan pulang, pesawat Halim jatuh di Pantai Tanjung Hantu, Perak, Malaysia. Tidak ada kepastian alasan jatuhnya. Jasad Halim dikebumikan di Tanjung Hantu pada tanggal 14 Desember 1947. Namun pada 10 November 1975, makamnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Iswahyudi

Iswahyudi

Halim meninggalkan seorang istri bernama Kosadelina, dan seorang putra bernama Ian Santoso Halim Perdanakusumah. Ian kelak juga mengikuti jejak ayah dan pamannya menjadi anggota TNI Angkatan Udara.

Sisi lain dari peristiwa jatuhnya pesawat Halim adalah misteri keberadaan Iswahyudi. Ketika pencarian, tim pencari tidak bisa menemukan jasad Iswahyudi. Maka ISwahyudi pun dimakamkan secara simbolik (tanpa jasad) di TMP Kalibata. Ada legenda yang menyatakan Iswahyudi masih hidup dan menjadi aktivis komunis Malaysia. Legenda ini timbul ketika seorang wartawan Malaysia meliput perjanjian gencatan senjata di Haadai antara Pemerintah Malaysia dan Partai Komunis Malaysia, ia menyatakan melihat seseorang indonesia yg mirip Iswahyudi.

Sumber :

Www.Tni-au.mil.id/content/halim-perdanakusuma

Ajisaka, Arya; Damayanti, Dewi. 2010. Mengenal Pahlawan Indonesia. Jakarta: Kawan Pustaka

Achmad Juniarto, Tangguh Sutjaksono, Ardiatmiko dan Nunik Sumasni. . Abdul Halim Perdanakusuma. Pahlawan Nasional dan Tokoh AURI yang Gugur Dalam Tugas. Diakses via dianrana-katulistiwa.com/halim_pk.pdf

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑