Month: April 2014

Nisan-Nisan yang Tercecer

Beberapa kompleks makam sudah disebutkan dalam artikel sebelumnya, tetapi sebetulnya di Bandung juga masih terdapat kompleks-kompleks makam lainnya seperti makam-makam keluarga yang terletak di tengah kota. Saat ini situasi makam-makam itu semakin terhimpit oleh permukiman sehingga sering luput dari perhatian. Umumnya makam-makam ini milik keluarga-keluarga yang sudah punya sejarah panjang juga di Kota Bandung.

Sebagian makam-makam ini adalah permakaman keluarga yang umumnya berhubungan dengan sejarah Pasar Baru di Bandung. Tak jarang keberadaan makam seperti ini bahkan tidak disadari oleh warga di sekitarnya seperti yang berada di Jl. Cipaganti, Jl. Siti Munigar, Jl. Sukajadi, Jl. Cihampelas, Jl. Kiaracondong, dan seterusnya. Lalu ada juga kompleks makam yang relatif terawat karena berada di bawah suatu lembaga atau yayasan milik keluarga seperti kompleks makam bupati Bandung yang terdapat di Jl. Karanganyar dan Jl. Dalem Kaum.

Nisan Letnan Tionghoa Pertama di Bandung

Selain makam, ada juga cerita menarik tentang beberapa nisan yang tercecer di sudut kota. Misalnya saja yang baru-baru ini ditemukan kembali, yaitu nisan dari seorang pemimpin masyarakat Tionghoa di Bandung tempo dulu, Luitenant Oeij Bouw Hoen. Nisan ini ditemukan menempel menjadi bagian tembok belakang sebuah rumah di tengah permukiman padat di Babakan Ciamis. Tak ada warga sekitar yang dapat bercerita banyak soal nisan ini, kebanyakan dari mereka adalah pendatang dari berbagai daerah lain di Pulau Jawa. Continue reading

Wisata Permakaman di Bandung

10276425_10200982111313342_584111480_n

Bila sampai tahun 1970-an warga Bandung bisa berrekreasi ke lokasi makam warga Eropa di Kerkhof Kebon Jahe, lalu bagaimana dengan sekarang setelah Kerkhof Kebon Jahe tidak ada lagi? Di Jakarta, nisan dari makam-makam tua dikumpulkan di satu tempat yang dinamai Taman Prasasti dan dapat berkembang menjadi satu tujuan wisata yang cukup populer. Selain menikmati berbagai bentuk makam dan nisan, kalangan penggemar wisata sejarah dapat menemukan lebih banyak hal lagi di sana, misalnya dengan menelusuri nama-nama yang tertera pada nisan-nisan tua, mengenali tokoh-tokoh Batavia di masa lalu, dan seterusnya.

Sebetulnya Kota Bandung masih dapat melakukan hal serupa. Sebagian makam yang dibongkar dari Kebon Jahe dipindahkan ke Makam Kristen Pandu dan masih dapat ditemui di sana. Apabila makam-makam ini dikumpulkan di dalam satu area, tentu masih mampu menghadirkan cerita-cerita Bandung tempo dulu yang belakangan ini semakin diminati masyarakat Bandung. Berikut ini sebagian cerita nisan dan makam yang masih dapat disaksikan di kompleks Permakaman Pandu. Continue reading

Permakaman Bandung Tempo Dulu

10276425_10200982111313342_584111480_n
Makam Pandu tempo dulu.
Sumber foto: Inan Sitorus.

 

Sampai awal tahun 1970-an, Kota Bandung punya objek wisata yang mungkin terdengar ganjil, yaitu permakaman. Tentu bukan permakaman umum biasa, melainkan permakaman orang Eropa yang dulu biasa disebut Kerkhof Kebon Jahe. Kenapa tidak biasa? Ya seperti yang kita tahu, makam-makam orang Eropa biasa diberi hiasan-hiasan secantik mungkin sehingga mengurangi kesan angker di kompleks makam.

Bentuk hiasan ini bermacam-macam, ada patung-patung marmer yang indah berbentuk malaikat atau bidadari, pot-pot bunga berbahan porselen, gelas, sampai kuningan pun ada. Nisan-nisan berbagai ukuran dan bahan diukir dengan indah. Kadang nisan itu berbentuk prasasti dengan ukuran sampai sebesar pintu rumah dan diletakkan terbaring di atas tanah. Ornamen makam pun bermacam-macam, semuanya bergaya tradisional Eropa.

Cerita keadaan Kerkhof Kebon Jahe dan kegiatan pelesiran di kawasan tersebut dituliskan juga oleh Us Tiarsa dalam bukunya “Basa Bandung Halimunan” (Penerbit Yayasan Galura, 2001). Kerkhof Kebon Jahe dalam kenangan Us Tiarsa adalah tempat yang nyaman, asri, dan banyak mendapatkan kunjungan masyarakat, bukan hanya warga sekitar tetapi juga datang dari daerah lain di Bandung. Bunga-bungaan yang tersusun indah dan pohonan yang meneduhkan ditanam di seluruh penjuru permakaman. Continue reading

Hjalmar Bodom, Kunst Atelier di Naripanweg 3

200949
Foto sebuah keluarga Belanda di Bandung.
Fotografi: Hjalmar Bodom, 1930-an.
Foto ini sekarang menjadi koleksi National Gallery of Australia.

200951
Foto dua orang anak Belanda di Bandung.
Fotografi: Hjalmar Bodom, 1930-an.
Foto ini sekarang menjadi koleksi National Gallery of Australia.

200950
Foto seorang perempuan Belanda di Bandung.
Fotografi: Hjalmar Bodom, 1930-an.
Foto ini sekarang menjadi koleksi National Gallery of Australia.

Continue reading

Jejak Masa Lalu “Yang Terlupakan”

Oleh: Wisnu Setialengkana (@naminawisnu)

Ironis. Satu kata yang terucap bila melihat tempat ini.
Tempat yang merupakan situs sejarah. Salah satu jejak masa lalu ‘yang terlupakan”

Mungkin masih banyak yang tidak tahu mengenai bangunan di foto yang ada diatas itu. Yakin tidak mengetahuinya ?

Ironis. Kembali harus saya ucapkan bila tidak mengetahuinya. Terlebih bila orang Bandung.

Baiklah, kita tambah lagi ya fotonya.

Sudah lebih terbayangkan kan ?

Bangunan tersebut adalah bagian sisa dari Penjara Banceuy.
Penjara Banceuy adalah nama sebuah penjara di kota Bandung[1], yang identik dengan Presiden Pertama Indonesia Soekarno, Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929 dan dipenjara di Penjara Banceuy ini, sehingga Penjara ini identik dengan nama nya.

Penjara Banceuy dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1877, awalnya penjara ini diperuntukkan bagi tahanan politik tingkat rendah dan kriminal. Di penjara ini ada 2 macam sel yaitu sel untuk tahanan politik di lantai atas dan sel untuk tahanan rakyat jelata di lantai bawah. Sel penjaranya sendiri berukuran 1,5 x 2,5 meter. Inilah yang menjadi titik tolak kenapa bangunan ini bersejarah.
Pada tanggal 29 Desember 1929, Soekarno serta tiga rekan dari PNI, Maskoen, Soepriadinata, dan Gatot Mangkoepraja ditangkap di Yogyakarta dan kemudian dijebloskan ke penjara Banceuy selama kurang lebih 8 bulan. Di sinilah Soekarno menyusun pledoi yang sangat terkenal yang kemudian diberi nama Indonesia Menggugat. Yang dibacakan di sidang pengadilan di Gedung Landraad (kini bernama Gedung Indonesia Menggugat yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan). Pada tahun 1983 penjara Banceuy dipindahkan ke Jalan Soekarno-Hatta. Yang kemudian penjara Banceuy ini sendiri dibongkar untuk dijadikan kompleks pertokoan dan disisakan hanyalah sel penjara Bung Karno dan menara pos penjaga.

Penjara Banceuy menjadi bagian dari saksi bisu sejarah perjuangan rakyat Indonesia. Di penjara ini, presiden pertama RI Ir. Soekarno pernah mendekam selama delapan bulan atas tuduhan pemberontakan dan dijerat pasal-pasal karet haatzai artikelen. Saat itu, pada akhir Desember 1929, Soekarno yang menjabat Ketua PNI dijebloskan ke Penjara Banceuy bersama rekan satu pergerakannya, yaitu R. Gatot Mangkoepradja (Sekretaris II PNI Pusat PNI), Maskoen Soemadiredja (Sekretaris II Cabang Bandung), dan Soepriadinata (Anggota PNI Cabang Bandung).

Di penjara itu, Soekarno menempati sel nomor 5 yang hanya berukuran 2,5 x 1,5 meter dan berisi kasur lipat juga toilet nonpermanen. Pada ruangan pengap ini pula, Soekarno menyusun pidato pembelaan (pledoi),[3] yang dibacakan pada sidang Pengadilan Hindia Belanda di Gedung Landraad (kini Gedung Indonesia Menggugat) di Jalan Perintis Kemerdekaan (dahulu Jalan Gereja). Pledoi dengan judul Indonesie Klaagt Aan (Indonesia Menggugat) pun menjadi terkenal.

Sudah cukup informasinya kan ?

Sekarang saya ingin berbagi informasi saja mengenai bangunan tersebut yang saya sebut sebagai Jejak Masa Lalu “Yang Terlupakan”.

Mengapa “yang terlupakan” ?

Karena memang tidak banyak yang peduli terhadap bangunan tersebut.

Saya yakin Pemerintah Pusat, Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung mengetahui keberadaan situs sejarah tersebut. Saya sangat yakin.

Saya pun percaya bahwa keluarga Bung Karno yang saat ini menjadi bagian ‘kelompok penting” di negara Indonesia mengetahui keberadaan dan nilai sejarah bangunan tersebut. Meski hanya sepetak sel penjara.

Namun apa yang diceritakan oleh Pak Achmad, sang penjaga situs bersejarah itu ?

Kembali, kata Ironis yang harus saya ucapkan.

Makin Ironis, bila kita membaca spanduk berikut ini :

 

Situs bersejarah ini dilindungi oleh Undang-Undang RI dan Peraturan Daerah Kota Bandung loh. Dan seharusnya kondisinya tidak seperti yang saya lihat hari minggu ini (6-4-2014)

Ah, tapi ternyata saya memang belum bisa menghentikan untuk mengucapkan kata Ironis.
Bung Karno terkenal dengan pidatonya yang berjudul ‘JASMERAH’ – Jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Namun kenyataannya saat ini, keluarga besar Bung Karno, pengagum Bung Karno, pencinta dan fans berat Bung Karno seakan-akan melupakan salah satu jejak langkah sejarah dari seorang Bung Karno. Ironis.

Bahkan, beberapa teman saya, mengira bahwa sel Bung Karno di Penjara Banceu adalah foto ini :

Sekali lagi, Ironis !!

Ini beberapa foto sel no 5 yang ditempati oleh Bung Karno

Agar kata-kata ironis tidak keluar terus, sepertinya informasi mengenai keberadaan situs sejarah ini harus lebih disebarluaskan.
Kemudian setelah itu ? Seharusnya kita bersama-sama memberikan perhatian terhadap situs bersejarah ini.
Bagaimana caranya ? Mungkin hal terkecil adalah memberikan bantuan berupa peralatan untuk pemeliharaan.
Bila memang ada niat, kita bisa berkomunikasi dengan Pak Achmad. Informasi mengenai keberadaan Pak Achmad sebenarnya terpampang juga didepan situs bersejarah ini. Ada sebuah spanduk.

Yuk, mulai sekarang kita makin lebih peduli dengan jejak sejarah bangsa ini.
Menarik kok untuk mengetahuinya, belajar dan turut serta dalam menjaga keberadaan jejak-jejak sejarah bangsa ini.

Sebagai tambahan, ada foto teman-teman Komunitas Aleut di situs bersejarah ini.


Oh iya, di sekitar situs ini juga ada beberapa tulisan yang bisa jadi bahan perenungan kita semua

 

Sumber :
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Penjara_Banceuy
2. Foto-foto pribadi @naminawisnu

Annaa Maria de Groote (1755-1756)

CAM00455.jpg_effectedB

Ini soal nisan lagi.
Sejak disinggung oleh Kuncen Bandung, Haryoto Kunto, dalam bukunya Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (Granesia, 1984), nisan yang satu ini hanya beredar sebagai kabar burung saja tanpa pernah ada catatan dari seseorang yang benar-benar melihatnya.

Haryoto Kunto menyampaikan cerita nisan ini dengan mengutip buku karya Reitsma & Goodland tahun 1921, disebutkannya bahwa bukti sejarah paling otentik tentang kehadiran pertama orang Belanda di daerah sekitar Bandung hanya ditunjukkan oleh sebuah batu nisan dengan nama Anna Maria de Groote, anak Sersan de Groote, yang meninggal pada hari Rabu tanggal 28 Desember 1756, pada jam 24.00. Disebutkan usia Anna Maria 1 tahun 3 bulan 4 hari. Nisan ini ditemukan di Dayeuhkolot. Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑