Month: March 2013

Aleut Apresiasi Film – Kisah Romansa Tinung si Ca Bau Kan

Oleh : Natasha Bellania Pertiwi (@achabp)

Hallo aleutian, ini merupakan kali pertama saya coba menulis artikel untuk komunitas aleut dan juga kali pertama #ngaleut apresiasi film .

Kesannya, tentu saja saya sangat antusias karena film yang kami tonton bersama hari ini adalah sebuah film lokal yang mengusung tema budaya Tionghoa di Indonesia, yang berjudul CA BAU KAN ( Hanya Sebuah Dosa ) .

Image

Film Ca Bau Kan karya Nia Dinata

Film ini diangkat dari sebuah novel berjudul sama (re: Ca Bau Kan) karangan Remy Sylado. Jujur saya pribadi kebetulan belum pernah membaca novelnya langsung, namun melalui tontonan visual hari ini, lebih kurang saya merasa dapat terjun langsung memahami cerita romansa yang kental akan budaya yang coba disampaikan oleh si penulis.

Yang membuat film ini unik adalah sang sutradara Nia Dinata, yang patut diacungi jempol atas keberaniannya di zaman modern ini menyuguhkan film yang sarat dengan tema budaya Tionghoa Indonesia yang kental pada Zaman kolonial Belanda.

Plot atau alur yang digunakan oleh penulis adalah alur mundur, dimana kita seakan Flashback ke masa pra-kemerdekaan Indonesia di Batavia.

Singkat cerita film ini menceritakan tentang seorang wanita tua bernama Giok Lan (Niniek L. Karim). Dia adalah perempuan turunan Tionghoa yang tinggal dan diadopsi dari kecil oleh keluarga Belanda. Setelah beberapa tahun berlalu, ia memiliki keinginan untuk kembali ke Indonesia, khususnya Batavia demi sebuah misi, yaitu ia ingin mencari tahu asal usul keluarganya. Dan setelah diusut perempuan ini adalah anak kedua dari seorang wanita Betawi bernama Siti Nurhayati atau akrab disapa Tinung (Lola Amalia). Tinung adalah seorang Ca Bau Kan atau dalam bahasa hokkian berarti ‘perempuan’, yang saat zaman kolonial diasosiasikan dengan pelacur, gundik, atau perempuan simpanan orang Tionghoa. Pada era 80-an pun istilah ‘Cabo’ menjadi istilah umum untuk para wanita pekerja seks komersial.

Diusia muda Tinung telah menjadi Istri ke-5 dari seorang lelaki tua yang kemudian meninggal tak lama setelah memperistrinya. Tinung pun diusir oleh istri-istri yang lain dan tak mendapatkan hak warisan. Sejak saat itu Tinung sempat menjadi simpanan seorang tauke (juragan) pisang Tionghoa berperangai kasar bernama Tan Peng Liang (Moeljono).

Karakter Tinung sendiri digambarkan sebagai seorang perempuan pasrah dan konflik yang kita temui sangatlah banyak dimana menjadi seorang Ca Bau Kan merupakan pilihan satu-satunya. Ia didera dengan begitu banyak kekerasan fisik dan kekerasan sexual. Akhirnya Tinung melarikan diri dari Tan Peng Liang saat sedang mengandung anak hasil hubungannya.

Sejak saat itu Tinung yang tinggal dengan bibinya Saodah tidak memiliki pilihan lain, ia dipaksa dan digojlok untuk menjadi penari cokek dan seorang Ca Bau Kan di Kalijodo. Di Kalijodo inilah ia bertemu lelaki yang dicintainya Tan Peng Liang lainnya (Ferry Salim) seorang pedagang tembakau kaya raya dari Semarang.

Menurut saya pribadi ada sedikit kejanggalan atau kelemahan di film ini, Salah satunya adalah posisi tokoh Tinung (Lola Amaria) yang entah kenapa menjadi tenggelam ditelan alur cerita yang sedikit ribet di film ini. Kisah ini malah berpusat pada Tan Peng Liang Semarang (Ferry Salim) yang kedatangannya dari Semarang ke Batavia sebagai pedagang tembakau yang kayaraya, telah mengusik stabilitas sosial-politik-ekonomi kelompok Kong Koan, sebuah kelompok Tionghoa dalam pemerintahan Hindia-Belanda, Bahkan sampai kematiannya.

Selebihnya begitu banyak kelebihan di film ini yang membuat saya berdecak kagum. Sang sutradara Nia Dinata begitu detail dalam menggarap karya ini, semua nilai historikal sangat ia perhatikan, dari hal terkecil sampai hal terpenting sekalipun.

Sekian review saya mengenai film Ca Bau Kan ini, jika tertarik untuk mengetahui ceritanya lebih detail, saya sarankan membaca bukunya terlebih dahulu , karena biasanya dalam pembuatan film ada beberapa bagian yang tak di explore, namun sayang untuk dilewatkan…

Cheers :))

Image

Buku Ca Bau Kan (Hanya Sebuah Dosa) karya Remy Sylado

Ceritera Si Baduyut

Oleh : Arifin Surya Dwipa Irsyam (@poisonipin)

Mau cari sepatu buatan anak bangsa yang kualitasnya tidak kalah bagus? Kunjungi saja Cibaduyut. Ya.. kawasan yang terletak di bagian Selatan Kota Bandung ini memang sudah tersohor sebagai sentra sepatu, sehingga wajar bila kita menjumpai patung berbentuk sepatu yang menjadi ciri dari jalan ini.

Diibalik popularitas sepatu kulit, tahukah bahwa daerah ini menyimpan cerita yang mungkin belum diketahui oleh banyak orang. Berdasarkan kajian toponimi, cibaduyut berasal dari kata ci/cai dan baduyut. Baduyut? nama makanankah? (eta mah burayut -__-).

Baduyut atau juga dikenal sebagai areuy baduyut merupakan sejenis tumbuhan liar yang merambat. Nama latinnya adalah Trichosanthes villosa Blume. Tumbuhan ini masih satu kerabat dengan bonteng, melon, semangka, dan labu siam. Karena masih berada dalah satu famili Cucurbitaceae atau keluarga labu.

Trichosanthes villosa Blume panjangnya mampu mencapai 24 m!. Hampir seluruh bagiannya berambut kuning, sehingga mungkin terlihat sedikit menyeramkan. Daunnya berbentuk bulat telur dengan pangkal daun yang menjantung. Apa yang cantik dari tumbuhan liar ini? mm… buahnya. Buahnya berbentuk elips dengan ukuran sekitar 15 cm. Bagian luar buahnya sangat tebal dan berkayu, berwarna hijau keputihan, atau kuning pucat dengan garis-garis tebal berwarna putih. Bagian dalamnya berwarna putih, sedikit berserat dan rasanya manis.

Baduyut juga dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat flu dan mencret. Caranya? seluruh bagiannya diperas, lalu air yang keluar dapat diminum sebagai obat :).

Baduyut secara alami terdistribusi di kawasan Cina Selatan (Yunnan), Indochina, Thailand, Borneo (Kinabalu), Kalimantan, Jawa, dan Kepulauan Sunda Kecil. Tumbuhan ini dijumpai di batas hutan, hutan sekunder, dan di tempat-tempat lembab pada ketinggian hingga 1.500 m dpl.

Namun, sepertinya baduyut hanya tinggal kenangan di Cibaduyut. Sebab belum pernah saya menjumpai kehadirannya di sentra sepatu kulit ini. Yah… setidaknya kalau ingin menjumpai baduyut bisa main-main ke daerah lembang atau kawasan pegunungan di Bandung Selatan.

Image

Tanaman Baduyut

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑