Month: December 2010

Soeratin dan Sejarah PSSI Sebagai Organisasi Politis

Oleh : Indra Pratama

#nurdinturun #lasercheater #wasitdibayar

Hashtag diatas nampaknya sudah terlalu jamak untuk kita lihat di beberapa situs social network. Ketidakpuasan atas prestasi tim nasional sepakbola kita menjadi pemicu bagi para user untuk menghakimi pihak-pihak yang dianggap salah. Sudah menjadi kebiasaan di negara ini untuk mengharuskan diri mencari kambing hitam atas sesuatu. Ada anggapan superbodoh yang menyalahkan laser, wasit, ataupun pemain tertentu. Tapi ada pula kambing hitam yang paling umum dan rasional, yaitu terlalu dekatnya sepakbola kita dengan kepentingan-kepentingan politis.

Swoossh!!

Nah, karena kita adalah orang-orang pintar, maka kita berada pada koridor yang kedua. Sekitar 4 tahun terakhir ini, ketidakpuasan pada kinerja otoritas sepakbola Indonesia sudah mengemuka dimana-mana. Dosa-dosa kebobrokan sistem pembinaan, sistem kompetisi, transparansi keuangan, dan fleksibilitas berlebihan peraturan-peraturan banyak diumbar di berbagai kesempatan. Dan semua dosa itu dianggap bermuara pada satu sebab : kedekatan PSSI dengan seuatu kelompok kepentingan atau kelompok politis tertentu. Berangkat dari hal itu, banyak yang menyarankan agar sepakbola di negeri ini dipingit sejauh mungkin dari kepentingan-kepentingan politik.

Tetapi pada sejarahnya Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia ternyata sudah merupakan organisasi politis sejak dilahirkan.  Atau lebih tepatnya organisasi politis yang bermediumkan sepakbola untuk mencapai tujuan politisnya. Hehe.. Kenapa bisa gitu?

Ketika berbicara tentang sejarah PSSI, tentunya tidak bisa tidak harus membahas Soeratin Sosrosoegondo, ialah pendiri dari induk olahraga terpopuler di Indonesia ini.

Soeratin dilhirkan di Yogyakarta pada 17 Desember 1898. Ia terlahir dari keluarga yang berpendidikan. Ayahnya adalah seorang guru Kweekschool. Maka tak heran apabila riwayat pendidikan yang dienyam Soeratin cukup mentereng untuk ukuran seorang pribumi. Puncaknya pada tahun 1920 ia mendapat beasiswa untuk sekolah teknik ke Jerman setelah tamat dari Koningen Wilhelmina School di Jakarta. Namun kisahnya dengan sepakbola Indonesia akan dimulai pada tahun 1928, ketika ia kembali ke Hindia Belanda setelah setahun sebelumnya menyelesaikan pendidikannya selama tujuh tahun di Sekolah Teknik Tinggi di Hecklenburg, Jerman.

Soeratin Sosrosoegondo

Sebagai lulusan luar negeri, tentunya Soeratin tidak memerlukan waktu banyak untuk mendapat pekerjaan yang layak setibanya di tanah air. Ia diterima bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda “Sizten en Lausada” yang berpusat di Yogyakarta. Pada awal-awal masa kerjanya, Soeratin mendapat zona nyaman (yang sangat nyaman) yang hanya bisa diimpikan pribumi lain. Ia langsung tercatat sebagai satu-satunya pribumi yang menduduki posisi penting di perusahaan, mengepalai banyak proyek. Sampai dua buah peristiwa menyeretnya keluar dari kursi goyangnya..

Bermula saat ia menikahi seorang gadis cantik bernama Raden Ayu Srie Woelan. Soeratin pun berkenalan dengan kakak dari Srie Woelan, yaitu Soetomo, atau lengkapnya Dr.Soetomo. Pria yang “membangunkan” rakyat pribumi Hindia Belanda, dengan mendirikan tonggak terpenting sejarah bangsa ini, yaitu Boedi Oetomo, duapuluh tahun sebelumnya, kala masih berstatus remaja murid STOVIA. Pergaulan dengan Soetomo pula yang membawa Soeratin kepada penyeretnya yang kedua, yaitu Kongres Pemuda ke II 1928 di Jakarta.

Dr.Soetomo

Soekarno memilih menggunakan politik keras sebagai jalan perjuangannya. Suwardi memilih mendirikan Taman Siswa, dan Mas Marco menggunakan jalur media massa. Semua memilih jalurnya masing-masing untuk berjuang. Soeratin meneguhkan diri untuk mengambil sebuah jalur yang berbeda : sepakbola. Sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa yang sudah diputuskan dalam Sumpah Pemuda, dan ia melihat sepakbola sebagai wahana terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda, sebagai tindakan menentang Belanda. Dan menyatukan pemuda dibawah satu cita-cita : Indonesia

Bond Jakarta dan Bond Solo sebelum bertanding dalam Indonesische Stedenwedstrijden 1930 di Yogyakarta (19 April 1930). Dalam pertandingan hari kedua ini, Bond Jakarta menang 3-1 dan lolos ke babak “final”.

Ia pun memulai mengejar cita-citanya,  pertemuan demi pertemuan diadakandengan tokoh – tokoh sepakbola. Dimulai dari Solo, Yogyakarta dan Bandung. Namun ditengah perjalanan ini, Belanda mulai mencium gelagat Soeratin, maka ia pun mengubah mode diplomasinya menjadi lebih sembunyi-sembunyi dan privat. Sampai akhirnya ia tiba di Jakarta ia mengadakan pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri, ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta) dan juga dengan pengurus lainnya. Muncullah dukungan terhadap ide Soeratin tentang perlunya dibentuk sebuah organisasi persepakbolaan kebangsaan.

Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ)

Gagasan tersebut pun mendapat dukungan dari para tokoh sepakbola di kota Bandung, Yogya dan Solo lewat bantuan tokoh pergerakan nasional lain seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan lain – lain. Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir seperti dengan Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).

Kemudian pada tanggal 19 April 1930, di gedung Hande Proyo (sekarang gedung Batik dekat Alun-alun Utara) Yogyakarta berkumpullah para pemuka sepakbola pulau Jawa :  VIJ diwakili Sjamsoedin – mahasiswa RHS; wakil Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta diwakili Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo; Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo oleh  Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB) oleh Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) oleh E.A Mangindaan (saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM), Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia).

Padahal pada saat itu, organisasi sepakbola resmi pemerintah Hindia Belanda pun sudah didirikan, yaitu Nederlandsch-Indische Voetbal Bond yang didirikan tahun 1919. Dan kompetisi amatir juga sudah beberapa kali digulirkan. Namun karena kesolidan dan  kerja keras Soeratin dan kawan-kawan, PSSI tampil sebagai organisasi sepakbola yang jauh lebih capable daripada NIVB.

Tim juara amatir kompetisi NIVB, SVBB (Batavia) tahun 1929.

Soeratin dkk bergerak cepat menyusun program yang pada dasarnya “menentang” berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda melalui NIVB. PSSI melahirkan “stridij program” yakni program perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa yang telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan kompetisi internal untuk strata I dan II, selanjutnya di tingkatkan ke kejuaraan antar perserikatan yang disebut “Steden Tournooi” dimulai pada tahun 1931 di Surakarta .

Kegiatan sepakbola kebangsaan yang digerakkan PSSI , kemudian menggugah Susuhunan Paku Buwono X, setelah kenyataan semakin banyaknya rakyat pesepakbola di jalan – jalan atau tempat – tempat dan di alun – alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan. Paku Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap kebangkitan “Sepakbola Kebangsaan” yang digerakkan PSSI. Stadion itu diresmikan Oktober 1933. Dengan adanya stadion Sriwedari ini kegiatan persepakbolaan semakin gencar.

Pemerintah Hindia Belanda pun kebakaran jenggot. Untuk menyaingi PSSI, maka pada tahun 1936 NIVB direformasi dan dipersolid, juga dengan berganti nama menjadi Nederlandsch-Indische Voetbal Unie (NIVU). Tapi tak urung NIVU pun membuat beberapa kebijakan dan program yang bekerja sama dengan PSSI.

Tim NIVU

Namun interaksi buruk terjadi menjelang Piala Dunia 1938. Pada tahun 1938 atas nama Dutch East Indies, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938, namun para pemainnya bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9 orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut mengundang aksi protes Soeratin, karena beliau menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian kerjasama yang disebut “Gentelemen’s Agreement” yang ditandatangani oleh Soeratin (PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta. Selain itu, Soeratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera NIVU (Belanda). Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara sepihak Perjanjian dengan NIVU tersebut.

Tim Hindia Belanda di Piala Dunia 1938

Namun tak urung juga tim hindia Belanda atas nama NIVU berlaga di Piala Dunia 1938. Ditangani pelatih Johannes Mastenbroek, pemain kesebelasan Hindia Belanda tersebuat adalah mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda. Tercatat nama Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermandji, Anwar Sutan, dan kiri luar Achmad Nawir yang juga bertindak sebagai kapten.

Eddy Meeng

Setelah Soeratin pensiun tahun 1942, juga ditandai dengan masuknya Jepang, PSSI sempat mengalami vakumnya. Sebelum pasca 1945 menjadi organisasi resmi dibawah Pemerintahan nation-state yang diidamkan para pendirinya : Republik Indonesia. Dan mengubah nama menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia pada tahun 1950

Makam Ir.Soeratin di TPU Sirnaraga Bandung. Yang kabarnya tak terurus

———————-

PSSI era Soeratin menjadi sebuah cermin bagi kita sekarang. Bagaimana sepakbola adalah pemersatu, sebuah jalan untuk membentuk sebuah bangsa. Dan tujuan-tujuan didirikannya PSSI itulah yang harus diingat kembali oleh siapapun penikmat sepakbola tanah air.

Semoga tulisan ini bisa menjadi jawaban dan solusi atas berbagai problematika sepakbola tanah air. Bagi permasalahn gesekan suporter, permasalahan profesionalitas pemain, permasalahan kompetisi, permasalahan pembinaan, permasalahan suap wasit, permasalahan politisasi PSSI dan berbagai persoalan lainnya.

Sumber Bacaan dan Gambar :

Hans Oosterwijk, Voetbal in Nederlands-Indië, 2010. Dimuat di http://indisch4ever.web-log.nl/verhalen/2010/03/voetbal-in-nede.html.

Sejarah Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), 2006. Dimuat di http://www.pssi-football.com/.

Kisah Indonesia di Piala Dunia. 2010. Dimuat di http://www.orazatachi.co.cc/2010/07/kisah-indonesia-di-piala-dunia.html

<span>Humphrey de la Croix. </span>Voetbal in Nederlands-Indië. 2008. Dimuat di http://www.indischhistorisch.nl/thema_samenleving-voetbal.htm

Gedenkboek uitgegeven ter gelegenheid van het vijfendertig-jarig bestaan van de voetbal top-organisatie in Indonesië en het vijfendertig-jarig bestaan van de Kampioenswedstrijden. 1949 .Kolff,, Amsterdam/Batavia. Diakses via http://nl.wikipedia.org/wiki/Voetbalclubs_in_Nederlands-Indi%C3%AB

Asvi Warman Adam. Soeratin Sebagai Pahlawan Nasional. 2007. dimuat di http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/112007/08/0902.htm . Diakses via http://www.opensubscriber.com/message/mediacare@yahoogroups.com/7946562.html

Ujanx Lukman. Catatan Indonesia di Piala Dunia 1938. 2010. Dimuat di http://aleut.wordpress.com/category/hindia-belanda-di-world-cup-38/.

Pradaningrum Mijarto.Voetbal’ di Batavia. 2010. Dimuat di http://the-jakmania.blogspot.com/2010/09/voetbal-di-batavia.html

NovanMediaResearch. Timnas PSSI, NIVU, dan HNVB. 2010. Dimuat di http://novanmediaresearch.wordpress.com/2010/06/29/timnas-pssi-nivu-dan-hnvb/#comment-908 (blog ini highly recommended buat pecinta sepakbola lokal!!!)

Fandy Hutari. ‘Mimpi Manis’ Piala Dunia 1938. 2010. Dimuat di http://sejarah.kompasiana.com/2010/07/02/piala-dunia-1938-pssi-ditelikung-nivu/

Baban Gandapurnama. Dana Perawatan Makam Soeratin Mandek Sejak 2007 . 2010. Dimuat di http://us.detiknews.com/read/2010/12/28/173421/1534430/10/dana-perawatan-makam-soeratin-mandek-sejak-2007

http://blog-apa-aja.blogspot.com/2010/12/orang-yang-laser-pemain-timnas.html

Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta. Soeratin. Dimuat di http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2882

semua diakses 29-12-2010

Wilujeng Angkat… H.R Hidayat Suryalaga

Oleh :  Asep Nendi R

 

Asa kakara kamari jisim kuring, diuk sila ngabandungan anjeunna ngabénjérbéaskeun perkara Kasundaan. Saha jeung kudu kumaha Urang Sunda téh. 19 Agustus 2007, mangsana kuring héjo kénéh, poék kana naon jeung nu kumaha ari Sunda téh.

Nya ti poe harita kénéh saetik-saetik rada kacaangan ngeunaan saha jeung kudu kumaha diri kuring ngalampahan hirup salaku Urang Sunda. Urang Sunda nu cenah jeung cenah katelah égalitér jeung Modérat..!

Atuh kamari pisan, 25 Desember 2010, kuring meunang béja yén H.R Hidayat Suryalaga tilar dunya. Ngantunkeun urang saréréa ka balé pangasihan Gusti Nu Agung.

Teu aya salahna urang babarengan miéling ka anjeunna, anu gedé bakti jeung jasana pikeun kamajuan Sunda. Boh dina pamikiran Sunda atawa dina kabudayaan Sunda. Cag ah..!

 

Abah Surya

H.R. Hidayat Suryalaga, salah sawios pituin Sunda asli Ciamis. Babar di Banjarsari kaping 16 Januari 1946. Anjeunna kantos jadi dosen di FS Unpad jeung Unpas, iwal ti éta anjeunna oge aktip di sababaraha organisasi utamana di widang Kasundaan jeung Pendidikan. Teu jarang anjeunna ngeusian acara-acara seminar atawa palatihan Kasundaan boh di kampus-kampus boh di organisasi-organisasi Kasundaan. Bahan guneman nu sering jadi bahan seminar nyaéta ngeunaan konsep Saha Ari Urang Sunda téh, jeung gaya Kapamingpinan Sunda nu ényana nu ngisaratkeun nilai-nilai luhur Kasundaan.

Anjeunna salah sahiji, disamping akademisi ogé budayawan, anu produktif dina widangna. Aya 36 judul naskah drama Sunda anu ditulis, anu mindeng dipintonkeun. Anjeunna ogé anu ngadegkeun Téater Kiwari di taun 70-an. Salian ti naskah drama anjeunna ogé mindeng nulis ngeunaan étika jeung tatakrama, sapertos dina salah sahiji bukuna étika sarta Tatakrama (1994) jeung Wulang Krama (5 Jilid, 1994).

Enya anjeunna, nu nepi ka ahir hayatna panceg na galur. Nu panceg ngamajukeun Sunda. Enya anjeunna Abah Surya.

 

Saha ari Urang Sunda ?

Dina widang sosial-politik, leuwih luas deui dina urusan hirup kumbuh masyarakat Sunda sapopoé. Anjeunna kawilang hiji jalma nu modérat, anu soméah ka sémah, alatan ngahorahkeun batur ku konsep primordialisme.

Anjeunna ngadobrak hiji konsep kasundaan, anu demokratis pikeun sim kuring mah. Ngeceskeun ngeunaan saha ari Urang Sunda téh.

Saha ari Urang Sunda téh, anjeunna ngadamel jejeran ngeunaan hal éta kana 4 kelompok, kieu geura jejeranna téh :

1. Subjektip

Urang bisa disebut Urang Sunda, lamun urang sorangan ngaku jeung ngarasa yén diri urang teh Urang Sunda. Dina jejeran kahiji ieu, Urang Sunda téh sifatna individual jeung subjektip pisan. Dina hal ieu sing saha baé nu ngaku jeung ngarasa dirina Urang Sunda bisa disebutkeun yén manehna Urang Sunda.

2. Objektip

Dina jejeran kadua, sing saha baé bisa disebut Urang Sunda lamun batur nyebutkeun yén manehna Urang Sunda. Sifatna longgar tapi objektip, panilaian saha Urang Sunda téh ditingali tina “sudut pandang” batur.

3. Genetik

Nu katilu mah teu pati hésé ngahartikeun. Sing saha baé nu indung bapana Urang Sunda (Etnis/Suku Sunda), nya bisa disebut yén manehna Urang Sunda. Nu ieu mah sifatna genetis (turunan).

4. Sosiokultural

Beda jeung nu dijejerkeun di luhur. Urang Sunda nu ieu mah hampir sarua jeung Urang Sunda nu dikelompokkeun dina jejeran kadua. Sing saha baé nu hirup-huripna laku-lampahna jiga Urang Sunda, nya teu kudu dipaluruh deui yén sajatina Urang Sunda. Nu ieu mah sifatna leuwih kompleks, leuwih ka paripolah jeung pamikiran sosiokulturalna.

Tina opat jejeran diluhur, aya hiji kasimpulan nu masih atah. Naon sababna?

Dina opat jejeran diluhur kabeh jalma bisa disebut Urang Sunda, bisa ngaku jeung ngarasa yén manehna Urang Sunda. Matakna disebut kasimpulan atah.

Ngarah jadi enyana Urang Sunda, aya konsekuensi atawa kawajiban anu kudu dilakonan ku opat kelompok nu disebut Urang Sunda teh. Boh Urang Sunda nurutkeun jejeran mana baé, kudu boga karakter nu NYUNDA, artina kudu boga karakter Kasundaannana (ngandung nilai-nilai Kasundaan) boh dina pamikiran (bio teoritica) atawa dina prakték paripolah sapopoena (bio practica).

 

Sunda jeung Islam

Islam jeung Sunda, dua hal nu nepi ka ayeuna masih jadi bahan padungdeungan urang saréréa. Teu kurang-kurang seni tradisi Sunda nu bernuansa Islam, boh dina silat nepi ka tembang cianjuran. Islam geus jadi bagian dina masyarakat Sunda, kitu meureun.

Lamun Haji Hasan Mustapa mertélakeun Islam ngaliwatan guguritan (salah sahiji bentuk puisi Sunda). Haji Hasan Mustapa, nu kungsi jadi Panghulu Bandung, anu ngarana diabadikeun pikeun salah sahiji ngaran jalan. Jalan P.H.H Mustapa (Jalan Suci). Hampir sajaman jeung anjeunna di sebrangeun P. Jawa, tepatna di Melayu, aya hiji ngaran nu teu weleh kakoncarana nyaéta Radja Ali Haji. Si Gurindam Dua Belas téa.

Nya nu dilakonan ku H.R Hidayat Suryalaga téh teu béda jeung nu dilakokan ku Haji Hasan Mustapa, ceuk jisim kuring mah Nyundakeun Islam. “mempopulerkan Islam dalam bentuk seni Sunda”.

Anjeunna, H.R Hidayat Suryalaga, ngadamel hiji karya sastra Sunda nu munggaran. Anu brilian di jaman kiwari mah, da ényana gé ngan anjeunna hungkul nu nungkulan Al-Qur’an salila 15 tahun (1981-1998). Anjeunna ngadamel saritilawah Qur’an dina basa Sunda, nu diwangun dina bentuk pupuh. Nyaeta, Nur Hidayah, nu mindeng digalindeungkeun dipirig ku kacapi jeung suling. Malihan, di salah sahiji tipi lokal Bandung mah aya acara “Nur Hidayahan” sagala.

Atuh, masih kénéh seueur caritaan ngeunaan H.R Hidayata Suryalaga, nu boa kuring mah teu apal. Atuh kalangkung seueur karya jeung jasa anjeunna pikeun dunia Sunda, boh dina atikan tatakrama boh dina kapamingpinan jeung kaidah Kasundaan nu mindeng dijéntrékeun dina palatihan-palatihan atawa seminar Kasundaan.

Mangga urang sami-sami regepkeun hiji Pupuh Pucung, nu digalindeungkeun ku anjeunna dina acara Latian Kapamingpinan jeung Organisasi LISES UNPAD “Rancage I”, 19 Agustus 2007 di Unpad.

Kieu geura,

Utamana jalma kudu réa batur

Keur silih tulungan

Silih titipkeun nya diri

Budi akal lantaran ti pada jalma

Wilujeng angkat H.R Hidayat Suryalaga…

Mugi aya dina pangasihan Gusti Nu Agung… Amiin…

Bahan Bacaan :

1.  mkl 436,Bahan guneman jeung awak-awak Lises Unpad.19-08-2007.

2.  Kasundaan-Rawayanjati. Hidayat Suryalaga. Wahana Raksa Sunda. 2003.

3.  Apa dan Siapa Orang Sunda. Ajip Rosidi. Kiblat Buku Utama. Jakarta.2003.

4.  http://www.facebook.com/note.php?note_id=418147436331

5.  http://www.facebook.com/note.php?note_id=433938446331

Selamat Hari Ibu?

oleh : Asep Nendi R.

 

Sengaja saya terlambat memberikan ucapan selamat untuk para ibu di negeri ini, karena saya berharap menjadi orang terakhir yang memberikan ucapan selamat..

 

Yah, 22 Desember lalu, begitu pula setiap tahunnya, kita bersama-sama memperingati Hari Ibu. Hari kedua dalam setahun yang khusus kita peringati sama-sama untuk para Perempuan Indonesia. Memang tidak semewah peringatan Hari Kartini pada 21 April, dimana hampir di sekolah dasar para murid diharuskan untuk memakai pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia.

Muncul sebuah pertanyaan dalam diri ini tanpa mengecilkan peranan perempuan… “Kenapa Harus Ibu Pertiwi?” (teu nyambung, bae ah)…

He…. Berbahagialah wahai perempuan.

 

Perempuan Indonesia, demikian kiranya, telah menempuh tahapan yang panjang dalam memperjuangkan haknya sebagai perempuan dan sebagai anak bangsa. Tahapan kolonialisasi, dimana kesempatan untuk mendapat persamaan hak dalam pendidikan sukar didapatkan. Disisi lain norma dan tradisi feodal/konservatif yang berkembang menyulitkan untuk mengejar persamaan hak yang sama seperti para lelaki. Urusan wanita kala itu hanya sumur, dapur dan kasur. Pernikahan di usia yang sangat dini, poligami, kawin paksa seperti yang dialami Siti Nurbaya… Sampai kepada masa informasi dan teknologi, perempuan selalu saja menjadi objek dan subjek yang rumit dalam kehidupan berbangsa.

Bagaimana kabarnya dengan Pornoaksi, Seni?, Poligami, Pekerjaan.?

 

Semuanya masih saja menjadi komoditi yang laku di pasaran, sebagai objek yang mudah dipolitisir…

 

Sekarang hampir seabad setelah ide brilian Dewi Sartika dalam mendobrak norma-norma “kolot” yang berkembang di masyarakat, dimana beliaulah perintis dan pelopor bagi dunia pendidikan perempuan. Masalah persamaan hak

Marilah kita sedikit mengenang dan mengenal beberapa peristiwa yang berpengaruh dalam perjuangan hak-hak kaum perempuan.

 

 

 

 

“Dewi Sartika dan Sekolah Keutamaan Isteri”

Adalah seorang perempuan Sunda, kelahiran Cicalengka 4 Desember 1884. Putri dari Raden Somanagara yang meninggal dunia dalam pembuangan di Ternate, karena melawan Pemerintahan Kolonial. Beliau merupakan perintis bagi dunia pendidikan perempuan di negeri ini. Di daerah Jawa Tengah ketika itu R.A Kartini masih berangan-angan untuk memperjuangkan persamaan hak bagi perempuan. Jauh lebih maju, di Bandung Dewi Sartika telah mendirikan sebuah sekolah bagi anak-anak perempuan agar mereka memperoleh kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu pengetahuan. Sekolah itu bernama “Sekolah Isteri” didirikan tahun 1904, terdiri dari dua kelas. Untuk ruangan belajar dipinjamlah sebagian ruangan Kepatihan Bandung. Muridnya mula-mula hanya 20 orang. Mereka diajari membaca, menulis, berhitung, mengaji, menjahit, merenda dan menyulam.

 

Sekolah itu terus berkembang dan mendapat perhatian dari masyarakat. Sampai-sampai ruangan Kepatihan Bandung tidak cukup menampung para murid. Karena itu sekolah dipindah ke lokasi yang lebih luas, dan pada tahun 1910 nama sekolah itu berganti menjadi “Sekolah Keutamaan Isteri”. Sejak tahun 1910, Sekolah Keutamaan Isteri menyebar luas di hampir seluruh wilayah Jawa Barat.

 

Perempuan Sunda kini tidak hanya lagi mengurusi sumur, dapur, kasur saja dalam rumah tangganya. Kini mereka jauh lebih terampil dan motekar, pengetahuan yang didapatkan disekolah dapat diaplikasikan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran menjahit dan menyulam tentunya sangat efektif diberikan pada masanya.

 

 

 

“Pergerakan Perempuan”

Semenjak didirikannya perkumpulan Budi Utomo pada 20 Mei 1908, berbagai organisasi di berbagai bidang ikut dibentuk. Terutama organisasi berlandaskan Islam dan Nasionalisme. Hal ini secara langsung berimbas pada pembentukan Bagian Wanita dalam tiap-tiap tubuh organisasi, perempuan pada masa ini sudah mulai aktif dalam berbagai kegiatan keorganisasian.

 

Kesadaran ini difasilitasi oleh organisasi-organisasi tempat mereka bernaung, sehingga pada tahun 1912, sebuah Organisasi Wanita pertama muncul di Jakarta dengan nama “Putri Mardika”. Periwtiwa ini kemudian diikuti oleh beberapa organisasi lainnya, dan semakin menjamur di awal tahun 1920an. Organisasi-organisasi besar seperti; PKI, SI, Muhammadyah dan Sarekat Ambon mempunyai laskar-laskar wanita. Hal ini bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan terutama dalam pendidikan dan pernikahan.

 

Kongres PKI di Jakarta tanggal 7-10 Juli 1924 bahkan menyediakan satu hari penuh bagi wanita untuk merundingkan Gerakan Wanita Komunis, yang pada intinya mengisyaratkan kewajiban kaum wanita dalam perjuangannya menentang penjajah dan pemodal.

 

Beberapa pertemuan Bagian Wanita dalam tiap-tiap organisasi menjadi suatu hal yang biasa tatkala diadakan rapat-rapat organisasi. Wanita Sarekat Islam yang bernama Wanudiyo Utomo kemudian berubah menjadi Sarekat Perempuan Islam Indonesia, sebuah organisasi perempuan yang banyak menuntut persamaan hak wanita (pendidikan dan pernikahan).

 

 

 

“Kongres Perempuan Indonesia I 1928”

Menjelang tahun 1928 faham kebangsaan dalam tiap-tiap organisasi sudah mulai matang, begitu pula dengan arah pergerakan organisasi-organisasi di daerah. Puncaknya 28 Oktober 1928, tercetuslah sebuah peristiwa penting bagi negeri ini. Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda, yang menjadi dasar perjuangan perebutan kemerdekaan kelak.

 

2 bulan setelah Kongres Pemuda II, tepatnya 22-25 Desember 1928, Kongres Perempuan Indonesia I diadakan di Jogjakarta. Berbagai organisasi perempuan berkumpul dan bersatu untuk kemajuan bangsa, khususnya untuk kemajuan kaumnya.

 

Kongres ini menghasilkan Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia, dengan tujuan memberikan informasi dan sebagai sebuah forum komunikasi antar organisasi perempuan. Yang lebih penting lagi, dalam kongres ini dihasilkan 3 tuntutan yang ditujukan kepada Pemerintah Kolonial Belanda, intinya yaitu :

1.      Penambahan sekolah untuk anak-anak perempuan

2.      Pengajuan syarat bagi sebuah pernikahan, diberikannya taklik (janji dan syarat perceraian)

3.      peraturan diberikannya tunjangan untuk janda dan anak piatu pegawai pemerintahan.

 

Hari pertama dalam Kongres ini ditetapkan sebagai hari besar nasional “Hari Kebangkitan Perempuan”. (berdasarkan SK Presiden RI No.316/1959).

 

Selamat Hari Kebangkitan Perempuan Indonesia…!

 

Semangat kebangkitan perempuan hendaknya terus menginspirasi bangsa kita, baik itu kaum perempuan, kaum laki-laki, bahkan seorang banci sekalipun.

 

Terlampau kerdil nilai yang terkandung dalam perjuangan pergerakan perempuan, ketika hari kemarin diperingati sebagai Hari Ibu. Kita terlalu latah untuk ikut-ikutan memperingati Hari Ibu seperti yang mereka rayakan di Barat sana dengan nama “Mothers Day”.

 

Selamat Hari Kebangkitan Perempuan Indonesia….!

 

 

 

Sumber Bacaan :

1. Album Pahlawan Bangsa. PT. Mutiara Sumber Widya

2.  http://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Ibu

3.  http://wartafeminis.wordpress.com/2008/03/04/kongres-perempuan-indonesia-sebuah-gerakan-perempuan-1928-1941-2/

4.  http://riekepitaloka.blogdetik.com/2008/12/22/22-desember-hari-kebangkitan-perempuan-indonesia-bukan-hari-ibu/

Video ngAleut! Museum Geologi – Cigadung

Oleh : Nanang Cahyana Al-Majalayi alias Yance

 

[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=poNjwYbAJvs&fs=1&hl=en_US&rel=0]

Komunitas Aleut mulai menyusuri dari museum geologi, jln melania, jln surapati, cerita manglayang, belakang pusdai, pasar cihaurgeulis, cibeunying landeuh, rereng adumanis … 😀

[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=dchqcWeXdbM&fs=1&hl=en_US&rel=0]

Komunitas Aleut mulai menyusuri dari museum geologi, … bla-bla … dangdutan, C59, minum lahang 2rebuan, pegunungan yg mengitari bandung, gang2 deui, buah samolo, wawancara sama artis…:D

[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=b_4l8sfnpu8&fs=1&hl=en_US&rel=0]

Komunitas Aleut mulai menyusuri dari museum geologi, … bla-bla … jalan ranca kendal, aksi BR, kerupuk rorombehen, kemah kopi, congo, puncak dago “jana, cape euy”, nangkap maling, oray-orayan luar-leor…:D

[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=QueK9NbII_w&fs=1&hl=en_US&rel=0]

Komunitas Aleut mulai menyusuri dari museum geologi, … bla-bla … puncak dago, … bla-bla … sampe kulineran di warung uwa… tengs ya nara… 😀

Belum ke Bandung kalo Belum Ngaleut bareng KomunitasAleut!

Garuda di dadaku, garuda kebangganku!

Oleh : Unang Lukmanulhakim

 

Garuda di dadaku, garuda kebangganku

 

kuyakin hari ini pasti menang

 

(netral)

 

Itulah sepenggal bait lagu garuda didadaku yang sekarang ini lagi banyak dinyanyikan demi mendukung timnas sepakbola kesayangan kita semua.

 

Namun, tahukah kamu tentang sejarah dipilihnya garuda sebagai lambang negara kita? nah, saya mau mencoba sedikit sharing informasi tentang hal tersebut.

 

Garuda Pancasila merupakan lambang negara Indonesia dan nama sebuah lagu nasional Indonesia. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno. Garuda merupakan burung dalam mitologi Hindu, sedangkan Pancasila merupakan dasar filosofi negara Indonesia.

 

Siapakah Sultan Hamid II ?

Foto Sultan Hamid II

Sultan Hamid II yang terlahir dengan nama ‘Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 12 Juli 1913 – meninggal di Jakarta, 30 Maret 1978 pada umur 64 tahun) dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang. Beliau adalah Perancang Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila. Dalam tubuhnya mengalir darah Arab-Indonesia — walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak –keduanya sekarang di Negeri Belanda.

 

Syarif menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.

 

Perumusan Lambang Negara (Garuda Pancasila)

 

Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.

 

Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

 

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.

 

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

 

Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

 

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali – Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.

 

Beberapa sketsa awal bentuk Garuda Pancasila

 

AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Departemen Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “’tidak berjambul”’ seperti bentuk sekarang ini.

 

Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari 1950.

 

Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.

 

Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.

 

Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.

 

Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.

 

Lantas apa sih burung garuda itu?

 

Garuda (Sanskerta: Garuḍa dan Bahasa Pāli Garula) adalah salah satu dewa dalam agama Hindu dan Buddha. Ia merupakan wahana Dewa Wisnu, salah satu Trimurti atau manifestasi bentuk Tuhan dalam agama Hindu. Garuda digambarkan bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah. Paruh dan sayapnya mirip elang, tetapi tubuhnya seperti manusia. Ukurannya besar sehingga dapat menghalangi matahari.

 

Bangsa Jepang juga mengenal Garuda, yang mereka sebut Karura. Di Thailand disebut sebagai Krut atau Pha Krut.

 

Indonesia dan Thailand menggunakan Garuda sebagai lambang negara.

Garuda sebagai lambang negara Thailand

 

Garuda dalam mitologi Hindu

 

Lukisan Garuda versi Bali. Karya I Made Tlaga, seniman Bali abad ke-19. Sekarang lukisan ini disimpan di Universitas Leiden.

Garuda adalah seekor burung mitologis, setengah manusia setengah burung, wahana Wisnu. Ia adalah raja burung-burung dan merupakan keturunan Kaśyapa dan Winatā, salah seorang putri Dakṣa. Ia musuh bebuyutan para ular, sebuah sifat yang diwarisinya dari ibunya, yang pernah bertengkar dengan sesama istri dan atasannya, yaitu Kadru, ibu para ular.

 

Sinar Garuda sangat terang sehingga para dewa mengiranya Agni (Dewa Api) dan memujanya. Garuda seringkali dilukiskan memiliki kepala, sayap, ekor dan moncong burung elang, dan tubuh, tangan dan kaki seorang manusia. Mukanya putih, sayapnya merah, dan tubuhnya berwarna keemasan.

 

Ia memiliki putera bernama Sempati (Sampāti) dan istrinya adalah Unnati atau Wināyakā. Menurut kitab Mahabharata, orang tuanya memberinya kebebasan untuk memangsa manusia, tetapi tidak boleh kaum brahmana. Suatu ketika, ia menelan seorang brahmana dan istrinya. Lalu tenggorokannya terbakar, kemudian ia muntahkan lagi.

 

Garuda dikatakan pernah mencuri amerta dari para dewa untuk membebaskan ibunya dari cengkeraman Kadru. Kemudian Indra mengetahuinya dan bertempur hebat dengannya. Amerta dapat direbut kembali, tetapi Indra luka parah dan kilatnya (bajra) menjadi rusak.

 

 

Nama-nama lain Garuda

 

Garuda memiliki banyak nama dan julukan. Di bawah ini disajikan nama-namanya berikut artinya:

 

  • Kaśyapi
  •  

  • Wainateya
  •  

  • Suparṇna
  •  

  • Garutmān
  •  

  • Dakṣāya
  •  

  • Śālmalin
  •  

  • Tārkṣya
  •  

  • Wināyaka
  •  

Nama-nama julukan

 

  • Sitānana, ‘wajah putih’.
  •  

  • Rakta-pakṣa, ‘sayap merah’.
  •  

  • Śweta-rohita, ‘sang putih merah’.
  •  

  • Suwarṇakāya, ‘tubuh emas’.
  •  

  • Gaganeśwara, ‘raja langit’.
  •  

  • Khageśwara, ‘raja burung’.
  •  

  • Nāgāntaka, ‘pembunuh naga’.
  •  

  • Pannaganāśana, ‘pembunuh naga’.
  •  

  • Sarpārāti, ‘musuh ular-ular’.
  •  

  • Taraswin, ‘yang cepat’.
  •  

  • Rasāyana, ‘yang bergerak cepat sebagai perak’.
  •  

  • Kāmachārin, ‘yang pergi sesukanya’.
  •  

  • Kāmāyus, ‘yang hidup dengan senang’.
  •  

  • Chirād, ‘makan banyak’.
  •  

  • Wiṣṇuratha, ‘kereta Wisnu’.
  •  

  • Amṛtāharaṇa, ‘pencuri amerta’.
  •  

  • Sudhāhara, ‘pencuri’
  •  

  • Surendrajit, ‘penakluk Indra’.
  •  

  • Bajrajit, ‘penakluk kilat’.
  •  

Nah, itulah sekilas tentang Garuda Pancasila. mudah-mudahan setelah mengetahui seluk beluk garuda, kita tambah semangat untuk menyemangati timnas sepakbola Indonesia, dan yang lebih penting kita tambah semangat untuk membangun negeri ini.

 

Source :

 

http://id.wikipedia.org/wiki/Garuda_Pancasila

 

http://id.wikipedia.org/wiki/Garuda

 

http://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hamid_II

 

http://suciptoardi.wordpress.com/2008/08/12/asal-usul-lambang-negara-kita-burung-garuda/

 

Dimuat juga di :

http://oenank.tumblr.com/post/2334975417/garuda-di-dadaku-garuda-kebanggaanku

Sultan Hamid II

Saat ini beberapa orang mempermasalahkan lambang Garuda di kaos tim nasional RI, namun tahukah anda siapa pencipta lambang garuda ini ? 

Tidak banyak yang tahu kalau pencipta lambang Garuda ini adalah Sultan Hamid Algadrie II, putra sulung dari sultan Pontianak, lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Beliau sempat mengenyam pendidikan di Bandung yaitu di HBS dan setahun di THS. Karirnya dibangun dalam angkatan perang Belanda (KNIL) sehingga pangkatnya mencapai tingkat tertinggi yaitu General Majoor, bahkan menjadi ajudan resmi ratu Belanda. Di dalam negeri, beliau sempat menjadi menteri negara di kabinet Hatta.

Namun karirnya tidak berakhir bagus, Sultan Hamid II terlibat skandal 24 Januari 1950 saat memerintakan Westerling untuk menyerbu Dewan Menteri RIS dan menembak mati Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX, Ali Budiharjo dan Kolonel Simatupang. Akibat perbuatannya, Sultan Hamid diputus penjara 10 tahun ole Mahkamah Agung RI.

sumber : ‎”Peristiwa Sultan Hamid” – Disusun oleh PERSADJA (Persatuan Djaksa2 seluruh Indonesia, Penerbit Fasco Jakarta 1955

Oleh : M.Ryzki Wiryawan

Dan De Vries Pun Kini Bisa Tersenyum Kembali…

Oleh : Arya Vidya Utama

 

Ada hal yang menarik jika kita bepergian melewati Jalan Asia-Afrika, Bandung. Sebuah gedung yang tepat berada di seberang Gedung Merdeka kini tampak megah. Warna barunya lebih hidup, tak ada lagi kaca pecah yang dibiarkan begitu saja, dan kini air hujan pun tak bisa lagi menerobos ke dalamnya. Keadaan ini seolah-olah memunculkan kembali bayangan kejayaannya di zaman kolonial dulu. De Vries, ya, itulah nama gedung itu. Namun sebenarnya seperti apa perjuangan gedung ini dalam memperoleh kejayaan di zamannya?

 

Pada awalnya, gedung ini berbentuk rumah biasa. Sejak awal didirikan, konsep yang ditawarkan pemilik gedung ini adalah toko kelontong. Pada tahun 1879 Tempat ini sempat dijadikan tempat berkumpulnya orang Belanda untuk berkumpul sambil meminum secangkir kopi, yang kemudian perkumpulan tersebut disebut Societiet Concordia. Namun pada sekitar tahun 1885, tempat berkumpul Societiet Concordia pindah ke gedung Concordia (kini disebut Gedung Merdeka). Pelanggan setia toko ini adalah para Preanger Planters (para petani keturunan Belanda yang kaya raya) untuk membeli minuman keras dan cigar. Cara membawa minuman keras yang dijual di De Vries pun sangat unik. Bila pada saat itu umumnya barang-barang dibawa menggunakan pedati, minuman keras ini dibawa dengan cara digendong dan dibawa berjalan dari Batavia-Bandung hingga masuk ke toko. Konon cara ini dipakai agar kualitas minuman keras yang dijual sangat terjaga kualitasnya.

 

Pada sekitar tahun 1920-an, gedung yang terletak di Groote Postweg (Jalan Raya Pos, kini disebut Jalan Asia-Afrika) ini direnovasi menjadi bentuk bangunan yang biasa kita lihat sekarang. De Vries merupakan toko pertama yang menyediakan WC bagi para pengunjungnya. Gedung juga ini mengubah konsepnya. Jika pada awalnya hanya berbentuk toko kelontong, De Vries berubah menjadi pertokoan modern. Beberapa bagian gedung disekat dan setiap bagiannya disewakan. Pada saat itu, hanya perusahaan bonafit yang bisa menyewa  kantor di bangunan ini.

 

Menurut beberapa sumber, De Vries juga bisa dibilang sebagai pelecut perkembangan Bragaweg (Jalan Braga) hingga jalan ini mendapat sebutan ”Parijs van Java” pada sekitar tahun 1920-1925. Dasar pertimbangannya adalah gedung yang terletak tepat di pertigaan Jalan Asia-Afrika dan Braga ini termasuk pusat keramaian pertama di seputar Bragaweg.

 

Setelah zaman kemerdekaan, pesona bangunan ini mulai meredup. Sekitar tahun 1967, De Vries dibagi menjadi beberapa bagian. Satu bagian untuk studio foto, satu bagian untuk toko meubel, dan juga ada bagian untuk Toko Wismakarya. Terakhir, Toko Wismakarya dijadikan diskotik. Pada saat inilah, bangunan De Vries mempunyai fungsi lain sebagai tempat prostitusi. Ruang bawah tanah yang dimiliki bangunan ini disekat-sekat dan diberi lampu neon. Para pengunjung diskotik tinggal turun ke ruang bawah tanah dan melampiaskan birahi mereka. Dan akhirnya pada tahun 1980-an, gedung ini dibiarkan kosong terbengkalai.

 

Gedung yang kini kepemilikannya dipegang oleh Bank OCBC NISP ini akhirnya direstorasi setelah hampir 30 tahun tak terurus pada sekitar bulan Oktober 2010. Keadaan mengerikan sekaligus menyedihkan pun seketika sirna. Sedikit demi sedikit, sinarnya yang pernah redup itu mulai bersinar kembali.

 

Dan kini, De Vries pun bisa tersenyum kembali…

 

(Ditulis dari berbagai sumber)

 

Diposting juga di blog saya (http://aryawasho.wordpress.com/)

 

Referensi:

 

http://bandung.detik.com/read/2009/04/29/101131/1123104/667/de-vries-yang-terlantar

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=12&jd=Sejarah+Jalan+Braga+%26Julukan+Parijs+van+Java&dn=20090813144821

http://nn-no.facebook.com/topic.php?uid=114695152833&topic=14108&post=67268



Dua Sejoli : Lahang dan Samolo

Oleh : Erik Pratama

 

Dalam ngAleut! Jalur Museum Geologi – Cigadung kali ini tak banyak objek ‘bersejarah’ yang kami temui. Jalur yang dirapatkan selama kurang lebih 4 jam ini mungkin sebagai jalan keluar agar pembahasan cepat selesai…hehe….

Rencana memasuki ruangan museum pun dibatalkan karena museum telah dipenuhi oleh rombongan siswa yang karyawisata yang (mungkin) menunggu sejak subuh. Sebagai komunitas yang berjiwa besar kami memutuskan untuk membatalkan rencana memasuki museum demi adik adik kami yang jauh lebih mengharapkan memasuki museum. Jadilah kami memulai perjalanan menembus keramaian Pasar Gasibu yang semakin tidak memberikan ruang bagi para pengunjung,melewati jalan Diponegoro kemudian memotong lewat Jalan Melania untuk menuju ke Jalan Surapati. Di sana kami mengamati barisan Gunung Manglayang (yang sempat membuat saya susah payah untuk mencapai puncaknya), Gunung Palasari , dan kawan-kawan.

Perjalanan kembali dilanjutkan menuju cihaurgeulis hingga tempat tujuan kami Cigadung, yang berakhir di Warung Uwa. Sebuah tempat makan dengan suasana yang nyaman dan harga yang murah serta rasa yang MakNyoos…(Pokona mun kaditu deui kudu gratis..hehe….)

Namun bukan ngAleut! Kalo tak ada pengetahuan baru yang didapat.  Inilah yang kami temukan dalam perjalan menuju Cigadung

 

Pertama :

Di perjalanan kami berpapasan dengan seorang Bapak Tua yang tengah membawa sebuah Lodong (demikian kata Jana) seakan sedang karnaval  17an. Namun bukan sedang membuat polusi suara dengan bunyi ledakan dari lodong. Bapak itu adalah penjual Lahang.

Lahang, minuman tradisional khas Indonesia yang berasal dari sadapan pohon enau tak lagi banyak kita temukan  sehari-hari. Tidak sepopuler minuman Isotonik yang iklannya memenuhi tekevisi kita, padahal rasanya fungsinya sama yaitu menghilangkan haus dan juga memulihkan energi.  Bukan hal yang aneh jika lahang ini sebagai minuman pemulih energi  karena lahang (air enau) ini merupakan bahan utama pembuatan gula merah atau juga dikenal sebagai gula aren. Dengan dimasak kemudian didinginkan jadilah gula merah yang sering kita temukan dalam  rujak ataupun colenak. “Ngandung alcohol ga?”, demikian kata salah seorang Aleutian. Dalam kamus lahang sering disamakan dengan Tuak; Nira, Tuak adalah juga minuman tradisional, namun yang ini mengandung alkohol. Lalu samakah dengan Lahang?? Tampaknya tidak saudara-saudara. Tuak memang berasal dari Air Enau atau Lahang namun telah difermentasikan. Sudah menjadi kodratnya jika Glukosa (kita sebut saja gula) jika difermentasikan akan menjadi alkohol. Karena Lahang yang kami minum ini belum difermentasikan tentu saja tidak beralkohol.

sumber:http://create-n-live.blogspot.com

Di Medan minuman tradisional itu disebut air nira, sementara orang Jakarta menyebutnya tuak. Dua-duanya disadap dari tandan bunga enau atau aren. Di Jawa Tengah disebut legen. Orang Jawa Timur menyadapnya dari bunga nilo alias siwalan yang disebut mancung sedang orang Jawa Tengah menyadapnya dari tandan bunga pohon nyiur yany disebut manggar.

Minuman lahang ini juga mengingatkan saya akan tokoh penjual lahang di serial TV Kabayan (kalo g salah, karena saat itu saya masih sangat kecil untuk mengingatnya dengan baik). Penjual yang menyebut dagangannya itu sebagai Lahang Litus (lahang Lima ratus). Namun lahang yang kami minum bukanlah lahang litus karena sekarang harganya sudah naik. Harga Premium saja bisa naik, jadi biarlah harga lahang juga naik.

 

Kedua :

Di halaman sebuah rumah ,Aleutians menemukan pohon buah yang langka.Konon menurut penjelasan BR, di Bandung pohon ini hanya ada dua ( dua-duanya ada di Taman Lalu Lintas), jadilah ini pohon ketiga di Bandung. Setelah meminta izin pada pemilik rumah (entah dengan paksa atau tidak karena saya tidak melihat proses negosiasinya), Jana dengan cekatan memanjat pagar untuk memetik buah tersebut. Kemudian layaknya menemukan bayi naas hasil hubungan gelap yang dibuang ibunya, Aleutians mengerubungi buah yang telah dipetik tersebut, dan dengan sigap BR mengeluarkan pisau McGyver nya lalu memotong buah, yang sayangnya belum matang itu.

Buah itu bernama buah Samolo, atau kata BR dikenal pula dengan  nama buah Bisbul. Diospyros blancoi, demikian nama ilmiah buah tersebut, atau sering pula disebut sebagai buah mabolo yang berarti buah berbulu halus, atau buah mentega, karena konon warna dan tekstur buah ini saat matang seperti mentega.

Buah ini bukan asli Indonesia,melainkan berasal dari Filipina, entah bagaimana caranya buah ini sampai ke Indonesia. Jika di Bandung buah Samolo ini langka,lain halnya di Cianjur, buah Samolo ini diklaim menjadi buah khas daerah Cianjur. Pemerintah daerah Kabupaten Cianjur telah memilih dan menetapkan Samolo sebagai flora identitas melalui  SK. Bupati Cianjur No. 55.4/SK.133-Pe/1993 tanggal 20 Juli 1993. Tak hanya Cianjur, masyarakat Bogor pun menganggap buah Samolo ini sebagai buah khas daerah Bogor.

sumber:http://www.wartanews.com

Baiklah, agar tidak ada perpecahan antar daerah mari kita sebut saja buah Samolo ini sebagai buah khas Borjur (Bogor Cianjur).

Kata BR rasa buah ini mirip Apel,bentuk dan dagingnya pula mirip dengan apel. Hal ini sangat masuk akal, karena Buah Samolo adalah satu keluarga dengan Apel dan juga Kesemek, jadi mereka ini masih bersaudara sama seperti Indra, Arya dan Nara. Silakan saja anda yang tentukan siapa yang Apel, Samolo, dan Kesemek.

Tumbuh dengan baik hampir di semua jenis tanah sampai dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut asalkan mendapat curah hujan yang cukup sepanjang tahun. Tajuk pohonnya simetris dan agak melebar, daunnya lebat dan rimbun, dan dikombinasikan dengan warna buahnya yang merah beludru. Pada saat muda, warna kulit buah hijau muda berbulu, menjelang masak warna kulitnya berubah menjadi hijau kecoklatan, dan pada saat masak penuh, warnanya berubah menjadi merah beludru. Buahnya berbulu yang bila terkena kulit akan membuat gatal. Setelah dipetik buah yang disimpan selama 2-3 hari akan menjadi lunak dan muncul aroma.Daging buah masak, berwarna putih hingga krem. Teksturnya empuk padat, halus, seperti mentega, kurang berair, dan rasa dagingnya manis-tanggung. Aroma buahnya, seperti campuran dari keju – mentega yang timbul dari permukaan kulitnya. Sedangkan daging buahnya sendiri setelah dikupas sama sekali tidak beraroma. Buahnya memiliki kandungan gizinya yang lebih tinggi dibanding buah tropika lainnya seperti vitamin B, kalsium, dan zat besi. (http://oq-151086.blogspot.com/)

 

 

Pada saat muda, warna kulit buahnya hijau muda berbulu, menjelang masak warna kulitnya berubah menjadi hijau kecoklatan, dan pada saat masak penuh, warnanya berubah menjadi merah beludru.Saat dipetik, bulunya dilap dengan menggunakan kain halus agar tidak gatal bila terkena kulit. Setelah disimpan selama 2 – 3 hari,buah menjadi lunak, dan timbul aroma. Tanaman ini berbuah terus menerus sepanjang tahun. Dari bunga sampai berbuah sekitar empat bulan. (http://manda.blogdetik.com/author/manda/)

Ketiga :Kami menemukan sebuah rambu lalu lintas yang sangat menonjol di jalan sebuah komplek perumahan. Rambu ini berdampingan dengan damai dengan sebuah rambu bertuliskan “ Dilarang Berburu Burung di Kawasan ini”..

Baiklah….rasanya yang ini tidak perlu saya bahas….

***

Seperti kata BR, meskipun tak ada objek sejarah yang dilalui bukan berarti tak ada pelajaran yang dapat diambil.

Apapun dapat menjadi sebuah pelajaran saat kita jeli dan memandang dari sudut yang tepat. Seperti kali ini saya memperoleh pengetahuan baru. Lahang dan Samolo yang mulai tak dilirik lagi. Tersisihkan oleh Donat bermerk asing atau Pizza dan Kopi yang juga bermerk asing yang terkenal dimana-mana.

Namun tak usah kuatir, lagi lagi kata BR zaman itu selalu berulang seperti hal nya tren busana yang kembali berulang. Semoga Samolo dan Lahang menemukan kembali masa jayanya. Semoga suatu hari ini nanti dapat dikemas dalam kemasan yang menarik dan diekspor ke mancanegara. Sehingga suatu saat nanti tatkala kita Umroh ke mekkah, Arab Saudi,  kita dapat menemukan minuman dalam botol plastik bertuliskan ‘::Lahang “Al-Majalayi”::Made in Indonesia’

 

Sumber :

http://manda.blogdetik.com/author/manda/

http://loushevaon7.wordpress.com/

http://www.wartanews.com/

http://clearinghouse.bplhdjabar.go.id/

http://oq-151086.blogspot.com/)

http://majalah.tempointeraktif.com/

http://create-n-live.blogspot.com/2010/02/bapak-tua-penjual-lahang.html

http://www.artikata.com/

http://akuiniobenk.wordpress.com/2009/11/06/tuak-bin-lahang

Sebuah Ironi Wajah Kota Bandung

Oleh : Lika Lulu

 

Siapa bilang yg muda ga bisa berkarya??

 

Mari kita buktikan, meskipun masih amatir..

 

Yang lain boleh  mendokumentasikan sebuah moment lewat foto atau video,

meskipun hanya sebuah tulisan tapi setidaknya ada usaha.

 

Dinginnya kota Bandung yang belakangan  ini selalu hujan membuat mata enggan terbuka dan sangat anti untuk beranjak dari kasur+selimut yang sungguh nyaman, kalo ga inget sama janji nemenin kawan baru yang mau gabung Aleut, ogah deh bangun pagi.heu… demi kalian tah Yanti.. Agis..

Engga deng.. tapi karena sayang aja kalau harus melewati kesempatan dapet hal baru dari aleut!cie..

 

Baru inget kalau sekarang hari Minggu dan Gasibu seperti biasa dipadati manusia dengan berbagai tujuan.

Tapi kami yang berkumpul di museum geologi yang tetanggaan sama gasibu punya tujuan yang BEDA!

Bebaslah.. setiap orang punya tujuan yang beda.

 

Sebelum perjalanan mulai diawali dengan perkenalan singkat, karena ternyata Aleut mendapat 4 buah anggota baru. Haha… selamat anda terjebak dalam sebuah komunitas paling Oke dibandung!

Kami kumpulan orang2 yg peduli dengan sejarah dan segala tek2 bengek tentang Bandung dengan latar belakang  yang berbeda2 tapi anehnya kata Bang Ridwan (sesepuh Aleut) belum ada yang dari jurusan sejarah, sanes kitu bang?

 

Sedikit bercerita mengenai titk awal, museum geologi ternyata dibuat untuk kepentingan pemerintah hindia belanda untuk berbagai kepentingan penelitian dan arsip serta segala inventaris yang didapat mengenai ilmu kebumian, dan katanya.. profesor, doktor mengenai disiplin ilmu geologi masih mengacu pada hasil penelitian yang dilahirkan di gedung ini dari dulu sampai sekarang..

 

Perjalanan diawali dengan hal unik! Dengan ditemukannya jajanan khas yang langka dan hampir punah yang hanya ada di zaman masa kecilnya Bang Ridwan yaitu “gulali jadul” eh apalah itu namanya, tapi rasanya enak sekali.. terbuat dari gula putih tanpa pewarna yang berwarna coklat memikat dan membutuhkan waktu  45 menit untuk menghabiskannya, itu menurut perhitungan nurul. Tapi kalo lika, sepanjang perjalanan soalnya belum profesional ngemutnya.

senernya permen gulalinya ada 2 macam yg ada butir2 kacang warnanya item, tapi yg langka, yg bentuknya kaya kayu manis ini… panjang coklat gitu deh..

 

masuk ke daerah kawasan jalan tikus di samping gedung RRI yang dulu nama jalannya rembrandtstraat (kata BR),  dulu konon katanya daerah ini masih belum termasuk kota Bandung tapi kabupaten bandung, dan setelah di telusuri keluar didaerah suci yang jadi pusatnya  konveksi kaos di bandung, toko2 di sepanjang jalan ini hanyalah toko pemesanan nya saja, karena ternyata pabrik pembuatan bajunya ada di balik toko2 tersebut. Kreatif ya… ga butuh lahan yang luas kalau hanya menjual, bisa saja satu pabrik konveksi punya beberapa toko sepanjang jalan suci. Termasuk merek kaos terkenal C’59 pabriknya ada di daerah cigadung dan luas sekali, tapi sayang nya kaos ini masih belum setenar mahanagari atau dagadu, “mungkin karena C’59 masih belum representatif dengan kota bandung nya sendiri”, kalo kata naluri. hmm..jadi PR!

 

balik lagi ke perjalanan, Aleutians kali ini melewati pasar Cihaurgeulis.  Masa iya sekarang  ngAleut pasar?

Belum pernah kan? Apa iya harus diusulkan? Tapi kalu menurut saya tidak usahlah.. terkadang baunya sedikit mengganggu.heu..

Kabar baik ternyata hanya lewat saja, tetapi ddibalik pasar ini “selamat datang di daerah seribu punten“, kenapa?

Karena rumah penduduk disini padat sekali rumah2nya berukuran relatif kecil dan kebayang segala aktifitas dilakukan di rumah dengan luas tidak kurang dari 4 x 5 meter? Maaf kalo salah. Ga semua sih… tapi rapat dan padat sekali deh.. sumber gosip dan segala bentuk privasi sepertinya jadi konsumsi publik. Para tetangga maksudnya.. kebersihan, kesehatan dan keamanan belum tentu jadi prioritas perkampungan ini. Kalau menurut narasumber biasanya perkampungan ini terbentuk oleh para pendatang. Mungkin ada kaitannya dengan banyaknya pabrik2 konveksi yang membutuhkan tenaga kerja, lalu para tenaga kerjanya membangun rumah sembarangan tanpa ijin bertahun-tahun dan jadi perkampungan dan nama daerahnya “ Cibeunying Landeuh”

 

Unik namanya sempat jadi perbincangan, ada yang bilang, jangan sebut nama itu dari bahasa Belanda in Landeuh kata candra. Tapi kata Unang itu bahasa sunda karena ada di daerah lain namanya landeuh itu landai.. ada yg mau cari tau?

Saya kepikiran dan coba cari di google cibeunying landeuh, dan lumayan kaget yg muncul adalah http://cibland.wordpress.com/ silahkan lihat sendiri. Itu bukti bahwa masyarakat, dan saya yakin kaum muda yg ingin berubah, seperti pengantar di atas, siapa bilang yg muda ga bisa berkarya??

 

Landeuh.. di akhiri dengan gapura “selamat jalan semoga sukses”. Bukti doa dan semangat.

 

Kata BR markijut! Eits jangan Omes (otak mesum) maksudnya mari kita lanjut!

 

pernah dengar Jonas?

Itu loh… studio foto terkenal di bandung yang ada di jalan Banda awal mulanya ada di jalan ini nih.. nama jalan nya batik Jonas, tapi sayang nya Cuma liat tapi ga sempet liat bangunan lamanya.

Jalan terus sampai daerah cigadung dan lewat rumah idola saya Abah Iwan yang ternyata rumahnya begitu luas dari no 16-20 Cigadung rumah abah semua… belum lagi rumah tetangganya yang unik2, besar2, keren2, oke2 pokonya mupeng bgt deh.. layaknya rumah idaman semua orang.

 

Tapi ironi banget sama pemandangan yang tadi, semuanya serba timpang.

Di daerah landeuh segalanya serba sesak.saregseg!

Di daerah ini wajah tersembunyi kota bandung seakan sedikit dikepinggirkan dan ditutup-tutupi dengan berbagai kemegahan dan arsitektur rumah indah yang wow! di daerrah cigadung. kawasan elite!

 

Miris bgt rasanya. Tapi belum bisa bikin solusi, maaf ya.. InsyaAllah nanti. Tekad mah uda ada.

 

Di tengah jalan bukti nyata hal yang hampir hilang, “si aki penjual lahang.”

Ye….. akhirnya nyobain juga yang namanya lahang. Rasanya manis, tp masih aneh di lidah. Katanya terbuat dari pohon aren, tumbuhan aren tadi diambilnya dari lokasi yang cukup jauh dari tempatnya berjualan. Beliau hanya membawa satu wadah, satu tabung panjang yang dibuat dari awi gombong, atau lodong, diberi pegangan dan di bagian mulutnya ditutup segumpal ijuk yang juga berfungsi jadi filter. Si aki jualan dari cigadung hingga gasibu, wah…si aki bisa ikut aleut.. kata pia. Pengen ngobrol banyak.. eh tp si aki ga nyambung dan bilang “anu di bandung tv teh aki” sombongnya..haha 😀

 

 

Jalan masih lanjut ternyata, dan tiba2 uda nyampe Wale! Sempet kaget juga, kebayang jauhnya kita berjalan dari museum geologi sampai wale JALAN KAKI?? Biasanya nebeng mobil temen nyampe Wale!  jadi inget waktu masih bocah zaman sma mabal te kesini,

di daerah rancakendal ini ada bermacam cafe dengan konsep menarik dan  unik ditawarkan dari mulai Wale alias warung lela, Roemah kopi, Lantera yang enak pizza nya kata  pia, tp belum nyoba, nanti mau ditraktir ya pia. Tnggal 28 Desember. Ups!! Congo, Stone cafe.. pokonya kalau orang yang sering pacaran ke bukit bintang pasti tau deh..

 

Rumah Nara masih jauh??

 

Sedikt jalan beberapa kilometre lg Finally!! Akhirnya sampai juga.

Mulai lah berkuliner, belum ngaleut kalo belum jajan kata Arya. Makanannya enak2.. ada machos, macaroni panggang, kopi tubruk, nasi goreng, kwetiau, pokonya silahkan bang Nara promosi sendiri, dan silahkan anda coba kunjungi Warung Uwa, punya Nara. Eh orang tuanya Nara. Barangkali dapet diskon atau mungkin dapet berbagi macam kerupuk dan keripik gratis kaya kita2 aleutians ini yg haus gratisan.heu..

 

Seneng………. pokonya berkesan selalu ada hal baru. Pokonya belum ke bandung kalo belum ngaleut.

Belum ngeleut kalo belum jajan. Selalu ada jajanan unik soalnya.. dan foto2! ga narsis, ga eksis!hehe..

 

Meskipun treknya cukup jauh dan semoga yang baru ga kapok, ini bukan ospek ga ada senioritas kata BR juga.. semua pasti bisa, asal SEMANGAT!!!

 

Makasih buat semunya..

TIDAK MENERIMA KRITIK DAN SARAN!!

Tapi bohong!  Boleh ko.. mangga di coment

Sekolah Kolonial di Bandung : OSVIA dan KWEEKSCHOOL

By : M.Ryzki Wiryawan

Sejarah Sekolah Bandung : OSVIA dan KWEEKSCHOOL

Beberapa waktu yang lalu komunitas Aleut mengadakan perjalanan menyusuri bekas-bekas bangunan yang pernah digunakan sebagai sekolah di masa Kolonial, sebagian besar bangunan ini masih tetap berfungsi sebagai sekolah hingga saat ini. Sayangnya, saya tidak dapat mengikuti perjalanan ini karena diserang penyakit yang tak dikenal, tapi yang paling mengganggu saya adalah penyakit kegantengan ini… hahaha (hueekk)

Tapi biarlah, karena sy gak bisa share di perjalanan maka saya share lewat tulisan aja, dikit mengenai sejarah pendidikan kolonial, khususnya dua bangunan tertua yaitu OSVIA dan KWEEKSCHOOL yang jejaknya masih bisa kita lihat di Bandung ini. Maka beruntunglah yang tinggal di Bandung. Oke langsung aja deh…

Pendirian sekolah untuk Pribumi tampaknya baru dimulai saat sang Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan regen-regen di Jawa bagian utara dan timur untuk mendirikan sekolah untuk anak-anak pribumi, tujuannya agar mereka mematuhi adat dan kebiasaan sendiri. Kebijakan ini diteruskan oleh Gubernur Jenderan Van Der Capellen (1819-1823) namun hasil yang diharapkan tidak pernah terwujud. Hingga tahun 1849 anya ada dua sekolah yang didirikan regen yang aktif. Pemerintah Hindia Belanda saat itu juga tengah disibukan berbagai pemberontakan yang mengabiskan kas. Sehingga saat residen Bandung dan Krawang meminta F.30,- dan F.20,- untuk biaya menggaji guru, permohonan mereka ditolak.

Kemudian muncullah Van den Bosch lewat kebijakan “cultuurstelsel”-nya yang memeras tenaga penduduk hingga keringat penghabisan. Untuk mensukseskan program ini, Van den Bosch membutuhkan tenaga-tenaga pribumi sebagai pegawai rendahan yang murah untuk menjaga perkebunan pemerintah. Para pegawai ini sedapatnya dipilih dari anak-anak kaum ningrat yang memang sudah memiliki kekuasaan secara tradisional. Tahun 1931 sang Gubernur Jenderal mengeluarkan surat edaran untuk pendirian Sekolah dasar negeri di tiap-tiap karasidenan atas biaya Persekutuan Injil (Bijbelgenootschap). Tapi di lapangan kebijakan ini tidak berjalan. Barulah setelah Raja Belanda turun tangan lewat Keputusan Nomor 95 tanggal 30 September 1848 yang memberi wewenang kepada Gubernur Jenderal untuk untuk menganggarkan dana sebesar f.25.000,- setahun bagi pendirian sekolah bumiputera, kaum pribumi mulai dapat merasakan pendidikan.

Nantinya, akan dikenal dua jenis sekolah dasar untuk kaum pribumi, yaitu :

1.       De Scholen der Eerste Klasse – Sekolah Dasar Kelas 1 (Maksudnya untuk golongan kelas 1), yaitu untuk anak-anak pemuka masyarakat, priyayi atau raja-raja.

2.       De Scholen der Tweeder Klasse – Sekolah Dasar Kelas 2 (Untuk masyarakat kelas 2), Yaitu untuk anak-anak dari masyarakat biasa.

Hoofdenschool (Sakolah raja) – (Dok. Keluarga)

Nah, tahun 1865 di Bandung didirikanlah sekolah untuk anak-anak kepala daerah Bumiputra, dikenal sebagai Sekolah Raja (Hoofdenschool) sekolah inilah yang pada tahun 1900 menjadi OSVIA (Opleiding voor Indlandsche Ambtenaren) atau sekolah untuk pendidikan pegawai bumiputera. Sekolah ini kemudian ditingkatkan menjadi sekolah menengah pertama atau MOSVIA. Sekolah ini terletak di daerah Tegalega sekarang. Tidak banyak keterangan mengenai sekolah ini kecuali mempersiapkan calon-calon pegawai dan administratur bagi perusahaan atau instansi milik Belanda.

OSVIA Bandung (Dok. Tropenmuseum)
Guru dan Pelajar OSVIA yang gagah (Tropenmuseum)

Ada salah kaprah di masyarakat bahwa yang diidentikan sebagai sekolah raja adalah sekolah guru di jalan merdeka, padahal sekolah raja yang sebenarnya adalah OSVIA ini.

Sekolah guru (Kweekschool) merupakan tindak lanjut dari keputusan Raja Belanda tanggal 30 September 1848 tentang pembukaan sekolah dasar negeri. Untuk memenuhi kebutuhan gurunya, maka dibukalah sekolah Pendidikan guru berdasarkan Keputusan Pemerintah India Belanda tanggal 30 Agustus 1851. Sekolah guru pertama dibuka di Solo tahun 1952 dan yang di Bandung dibangun taun 1864-1866. Tidak ada syarat apapun untuk memasuki sekolah guru ini, syarat satu-satunya adalah berusia 14 tahun dan itupun sering tidak dapat dipastikan karena ketiadaan akte kelahiran. Kebanyakan yang mendaftar sekolah guru adalah golongan rendah, bukan golongan priyayi/raja seperti yang selama ini disangka orang. Metode belajar di Kweekschool adalah semacam boardingschool atau sekolah asrama.

Kweekschool (Dok. keluarga)
Kweekschool tahun 30’an (Dok. Keluarga)

Namun, walau demikian, Lulusan sekolah guru memiliki prestise tinggi di masyarakat, mereka mendapat gelar mantri guru dan fasilitas seperti hak untuk menggunakan payung, tombak, tikar, dan kotak sirih. Mereka juga mendapat biaya menggaji empat pembantu untuk membawa empat lambang kehormatan itu, terbayang bagaimana wibawa seorang guru saat itu. Semua orang otomatis akan menghormatinya. Selain fasilitas, mereka juga mendapat gaji yang sangat tinggi untuk ukuran pribumi.

Murid kelas 3 atau 4 kweekschool yang menunjukan tingkah laku baik diijinkan kawin, namun harus tetap tinggal dalam asrama. Dikarenakan calon pendaftar yang membludak, tahun 1871 diadakan ujian saringan masuk untuk kweekschool. Membludaknya pendaftaran, selain karena fasilitas yang ditawarkan, juga karena faktor berikut :

1.       Pendidikan guru bebas dari pembayaran iuran sekolah, bahkan siswanya mendapatkan uang saku tiap bulan sebesar f.12,- hingga f.15,- sebagai biaya pakaian dan makanan, sehingga tidak memberatkan orang tua. Segala ongkos perjalanan juga ditanggung pemerintah

2.       Para lulusan sudah dipastikan mendapat pekerjaan pada sekolah pemerintah dengan gaji lumayan yang memberikan status sosial terhormat dalam masyarakat sebagai pegawai pemerintah dan seorang intelektual.

3.       Kweekschool merupakan salah satu jalan bagi golongan menengah dan rendah Indonesia untuk menikmati pendidikan lanjutan. Akhirnya guru menjadi orang yang sangat dihormati di dalam masyarakat Indonesia saat itu.

Mata pelajaran di Kweekschool Bandung adalah sebagai berikut :

1.       Bahasa Melayu

2.       Bahasa Sunda

3.       Menulis

4.       Berhitung

5.       Ilmu Ukur

6.       Ilmu Bumi

7.       Sejara

8.       Ilmu Alam

9.       Menggambar

10.     Ilmu Mendidik

11.    Bernyanyi

Di tahun ke-4 murid kweekschool mengadakan praktik mengajar di sekolah luar. Di Bandung, setiap calon guru belajar mengajar di tiap kelas selama dua minggu, dari kelas terandah sampai tertinggi. Mereka yang tidak ikut praktik mengajar bisa mengikuti pelajaran bersama murid kelas III. Praktik mengajar ini disudahi dengan ujian akhir. Bahkan murid yang tidak lulus sekalipun, masih bisa diangkat sebagai guru dengan gaji yang lebih rendah yakni f.20,- sedangkan yang lulus mendapat f.40,- sebulan. Ah, enaknya menjadi guru saat itu…

Nah demikian sedikit yang bisa saya bagi dari pengalaman saya eh, dari hasil baca-baca saya selama saya terkapar sakit ini, lebih kurangnya mohon dibantu ya… Pokonya mah “Blum ke Bandung kalo blum Ngaleut!”

Suasana belajar di OSVIA (Dok. Keluarga)

Upacara Seren Taun

Upacara seren taun adalah ungkapan syukur dan do’a masyarakat sunda atas suka duka yang mereka alami terutama di bidang pertanian selama setahun yang telah berlalu dan tahun yang akan datang. Seren taun dilaksanakan setiap tanggal 22 Bulan Rayagung sebagai bulan terakhir dalam perhitungan kalender sunda. Selain ritual-ritual yang bersifat sakral, digelar juga kesenian dan hiburan. Dengan kata lain kegiatan ini merupakan hubungan antara manusia dengan tuhan, dan juga dengan sesama mahluk atau alam baik lewat kegiatan kesenian, pendidikan, dan sosial budaya.

Upacara Seren Taun diawali dengan upacara ngajayak ( Menjemput Padi ), pada tanggal 18 Rayagung yang dilanjutkan dengan upacara penumbukan padi dan sebagai puncak acaranya pada tanggal 22 Rayagung. Ngajayak dalam bahasa sunda berarti menerima dan menyambut, sedangkan bilangan 18 yang dalam bahasa sunda diucapkan “dalapan welas” berkonotasi welas asih yang artinya cinta kasih serta kemurahan Tuhan yang telah menganugerahkan segala kehidupan bagi umat-Nya di segenap penjuru bumi.

Puncak acara Seren Taun berupa penumbukan padi pada tanggal 22 Rayagung juga memiliki makna tersendiri. Bilangan 22 dimaknai sebagai rangkaian bilangan 20 dan 2. Padi yang ditumbuk pada puncak acara sebanyak 22 kwintal dengan pembagian 20 kwintal untuk ditumbuk dan dibagikan kembali kepada masyarakat dan 2 kwintal digunakan sebagai benih. Bilangan 20 merefleksikan unsur anatomi tubuh manusia.

Baik laki-aki ataupun perempuan memiliki 20 sifat wujud manusia, adalah : 1. getih atau darah, 2. daging, 3. bulu, 4. kuku, 5. rambut, 6. kulit, 7. urat, 8. polo atau otak, 9. bayah atau paru, 10. ari atau hati, 11. kalilipa atau limpa, 12. mamaras atau maras, 13. hamperu ataun empedu, 14. tulang, 15. sumsum, 16. lamad atau lemak, 17. gegembung atau lambung. 18. peujit atau usus. 19. ginjal dan 20. jantung.

Ke 20 sifat diatas menyatukan organ dan sel tubuh dengan fungsi yang beraneka ragam, atau dengan kata lain tubuh atau jasmani dipandang sebagai suatu struktur hidup yang memiliki proses seperti hukum adikodrati. Hukum adikodrati ini kemudian menjelma menjadi jirim ( raga ), jisim ( nurani ) dan pengakuan ( aku ). Sedangkan bilangan 2 mengacu pada pengertian bahwa kehidupan siang dan malam, suka duka, baik buruk dan sebaginya.

Dalam upacara seren taun yang menjadi objek utama adalah PADI. Padi dianggap sebagai lambang kemakmuran karena daerah Cigugur khususnya dan daerah sunda lain pada umumnya merupakan daerah pertanian yang berbagai kisah klasik satra sunda, seperti kisah Pwah Aci Sahyang Asri yang memberikan kesuburan bagi petani sebagai utusan dari Jabaning Langit yang turun ke bumi. Dalam upacara seren taun inilah dituturkan kembali kisah-kisah klasik pantun sunda yang bercerita tentang perjalanan Pwah Aci Sahyang Asri. Selain itu, padi merupakan sumber bahan makanan utama yang memiliki pengaruh langsung pada ke-20 sifat wujud manusia diatas.

Dalam kesempatan Upacara Seren Taun kali ini menampilkan, Damar Sewu merupakan sebuah helaran budaya yang mengawali rangkaian upacara adat seren taun Cigugur. Merupakan gambaran manusia dalam menjalani proses kehidupan baik secara pribadi maupun sosial. Tari Buyung yang merupakan tarian adat sunda yang mencerminkan masyrakat sunda dalam mengambil air, Pesta Dadung merupakan upacara sakral masyarakat dilaksanakan di Mayasih yang merupakan upaya meruwat dan menjaga keseimbangan antara positif dan negatif di alam, jadi pesta dadung merupakan upaya meruwat dan menjaga keseimbangan alam agar hama dan unsur negatif tidak menggangu kehidupan manusia.

Ngamemerokeun merupakan upacara sakral didalam tradisi Sunda Wiwitan yang masih dilaksanakan di daerah Kanekes ( Baduy ). Upacara ini berintikan “ mempertemukan dan mengawinkan “ benih padi jantan dan betina. Selanjutnya Tarawangsa yakni seni yang berasal dari mataram kira-kira abad ke XV, seni Tarawangsa disebut juga seni jentreng, menginduk kepada suara kecapi, juga ada yang menamai seni ngekngek, menginduk kepada suara tarawangsa. Mula-mula yang dipentaskan hanya tabuhan kecapi dan tarawangsa saja, tapi disertai penari, agar lebih menarik akhirnya Tarawangsa dilengkapi dengan tarian-tarian sederhana yang disebut tari Badaya.

Pwah Aci atau yang lebih dikenal dengan Dewi Sri merupakan tokoh yang telah melegenda dan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat agraris khususnya tatar sunda. Tari Pwah Aci merupakan salah satu seni tari spiritual yang di dalamnya tersirat ungkapan rasa hormat dan bhakti kepada Sang Pemberi Hidup melalui gerak dan ekspresi.

Seribu Kentongan merupakan acara penutup rangkaian acara di bukit Situ Hyang. lebih dari 1000 orang terdiri dari masyarakat dan anak-anak sekolah serta seluruh peserta pendukung rangkaian acara seren taun menuju Paseban Tri Panca Tunggal ditutup dengan 10 orang rampak kendang. Dimulai dengan pukulan induk oleh Ketua Adat kemudian diikuti oleh ribuan peserta. Ini memiliki makna bahwa kentongan awi ( Bambu ) memiliki arti kita harus senantiasa ingat dan eling pada asal wiwitan atau hukum adikodrati yang menentukan nilai kemanusian dan kebangsaan.

Dilihat dari sisi budaya, upacara adat seren taun yang sudah berjalan tahunan di Kabupaten Kuningan ini, tentunya merupakan hal yang dapat dibanggakan oleh masyarakat karena setiap helatan Seren Taun ini dilaksanakan, dapat mendatangkan ribuan pendatang wisatawan domestik maupun mancanegara. Hanya saja dilihat dari sisi ekonomis belum dapat memberikan efek ekonomi kepada masyarakat sekitar.

Sehingga merupakan tugas kita semua, dalam setiap helaran yang rutin dilaksanakan setiap tahun ini dapat memberikan nilai ekonomi yang fositif kepada masyarakat sekitar. Seperti contoh masyarakat sekitar dapat membuat cendra mata khas Cigugur dan barang-barang yang mempunyai nilai khas sehingga para pendatang mempunyai kenangan tersendiri terhadap upacara seren taun ini dengan membeli barang tersebut. Semoga di tahun-tahun yang akan datang hal ini dapat dimanfaatkan sebagai ajang peningkatan ekonomi masyarakat dan juga meningkatkan dunia pariwisata masyarakat Kabupaten Kuningan. ( Bagian Humas Setda Kabupaten Kuningan).



sumber:kuningankab.go.id

direpost oleh : Erik Pratama

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑