Dalam Geotrek Indonesia – Dieng Plateau kemarin, selalu ada obrolan ancur-ancuran tentang Purwaceng, yaitu sejenis minuman jamu khas dari Dieng. Minuman ini dipercaya dapat meningkatkan stamina dan kebugaran tubuh. Umumnya terdapat tiga macam rasa, kopi, kopi susu, dan herbal. Yang paling populer tentunya Kopi Purwaceng.
Gambar sebelah kanan bawah itu adalah daunan dan batang purwaceng yang sudah kering dalam kemasan dan siap diseduh. Di sebelah kiri, purwaceng dalam bentuk bubuk, diolah seperti bila meminum kopi. Gambar kanan atas adalah Kopi Purwaceng yang bisa dipesan di banyak tempat di Dieng.
Masih bersumber dari Serat Centhini. Naskah ini tidak menyebutkan keberadaan purwaceng. Namun di halaman 147 pada buku Jilid 1B, diceritakan : “Mereka berbalik kembali arah ke barat dan melihat patung kecil-kecil yang teratur berkelompok-kelompok. Pohon-pohonan yang kelihatan hanya satu jenis, yaitu serupa dengan pohon kopi. Menurut Ki Gunawan pohon itu namanya purwakucila, buahnya sangat manjur untuk penawar bisa. Jika buah purwakucila dipegang atau ditaruhkan di atas (kaungkulanken Jw.) seekor ular, maka binatang itu akan kehilangan kekuatannya dan tak mampu lagi bergerak. Binatang-binatang seperti lipan, kalajengking, ulat dan sebagainya bisa-sengatnya akan hilang apabila diperlakukan demikian. Mendengar keterangan itu, Buras cepat-cepat memetiki buah purwakucila dan mengisi dua kantongnya penuh-penuh.”
Nah apakah purwakucila di masa Serat Centhini ini sama dengan purwaceng yang populer sebagai minuman khas Dieng itu?.
Oleh : Ridwan Hutagalung
Leave a Reply