Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020
Ditulis oleh: Inas Qori Aina
Setiap kali mendengar nama Bosscha, yang terlintas di pikiran saya hanyalah peneropongan bintang atau observatorium yang terletak di kawasan Lembang. Hari ini saya mengetahui bahwa Bosscha lebih dari sekadar nama itu, melainkan nama sosok yang punya cukup banyak peran bagi kemajuan Kota Bandung dan tanah Priangan.
Begini kisahnya:
Nama lengkapnya Karel Albert Rudolf Bosscha. Laki-laki kelahiran s-Gravenhage (Den Haag), 15 Mei 1865 ini merupakan anak terakhir dari enam bersaudara. Ayahnya Prof. Dr. J. Bosscha, seorang fisikawan Belanda yang kemudian menjadi direktur Sekolah Tinggi Teknik Delft. Ibunya bernama Paulina Emilia Kerkhoven, putri seorang pemilik salah satu perkebunan teh tertua di Jawa. Trah Kerkhoven inilah yang nantinya membawa Bosscha sampai di tanah Priangan.
Ke Hindia Belanda
Bosscha sempat mengenyam pendidikan dengan berkuliah Teknik Sipil di Politeknik Delft. Pada suatu waktu, Bosscha berselisih dengan dosennya hingga akhirnya Bosscha memilih untuk meninggalkan pendidikannya. Tahun 1887 ia memutuskan untuk pergi ke Hindia Belanda, usianya saat itu baru 22 tahun. Ia hendak ke perkebunan teh di Sinagar Sukabumi milik pamannya, Eduard Julius Kerkhoven. Di sinilah awal Bosscha mempelajari teknik budidaya teh.
Sesampainya di Hindia Belanda, Bosscha tidak lantas menjadi pengusaha perkebunan. Ia sempat pergi menyusul salah satu kakaknya yaitu dr. Jan Bosscha yang bekerja sebagai ahli geologi di Kalimantan. Beberapa tahun Bosscha bersama kakaknya melakukan eksplorasi penambangan emas di Sambas Kecil. Namun pada tahun 1892 Bosscha kembali lagi ke pamannya di Sinagar.

Mengelola Perkebunan Malabar
Perjalanannya menjadi seorang pengelola kebun teh dimulai pada tahun 1896. Pamannya, Kerkhoven, mempercayakan Bosscha untuk menjadi pengelola atau administratur perkebunan teh Malabar di Pangalengan. Perkebunan teh Malabar terletak di ketinggian 1.550 mdpl dan memiliki luas hingga 2.022 hektar. Bosscha menerapkan teknik modern dalam melakukan pengelolaan teh di perkebunannya yang dilengkapi dengan adanya pabrik, laboratorium, dan pusat listrik tenaga mikrohidro.
Bibit yang digunakan untuk menanami lahan di perkebunan teh Malabar berasal dari daerah Assam, India. Kepiawaian Bosscha dalam mengelola perkebunan teh Malabar membuahkan hasil. Pada tahun 1901, produksi teh dari Perkebunan Malabar terus berkembang pesat. Teh yang berasal dari perkebunan Malabar pada saat itu merupakan salah satu teh dengan kualitas terbaik di dunia dan mampu bersaing dengan teh dari Cina, India dan Srilangka. Dividen saham yang dihasilkan dari penjualannya naik secara drastis, dari yang hanya 9% menjadi 80% di tahun 1907.
Kesuksesan Bossha dalam mengembangkan produk teh Malabar membuat ia dijuluki sebagai Raja Teh Priangan. Bosscha menjadi seorang yang kaya raya namun tetap dermawan dan baik hati. Bosscha adalah seorang boss yang sangat memerhatikan kesejahteraan para karyawannya. Bosscha mendirikan bedeng-bedeng bagi para karyawannya serta mendirikan sekolah dasar yang diberi nama Vervoolog Malabar pada tahun 1901. Sekolah ini merupakan sekolah setingkat SD yang didirikan bagi kaum pribumi, khususnya anak-anak karyawan dan buruh perkebunan teh Malabar.
Bosscha mendirikan rumah di tengah kawasan perkebunan. Rumah besar dengan bergaya arsitektur Eropa dengan hamparan halaman yang luas. Di sekelilingya ditumbuhi pohon-pohon besar dan rindang serta berbagai tanaman yang indah. Di rumahnya, ia banyak menghabiskan waktu untuk berkeliling berkebun dan menunggang kuda.

Peran dalam Berbagai Bidang
Pada tahun 1895, Bosscha mendirikan Perusaahaan Telepon Preanger (de Preangers Telefoons Maatschappij) di Bandung. Posisinya di perusahaan itu terus mengalami kenaikan dari mulai direktur, komisaris utama hingga pada tahun 1902 ia diangkat sebagai penasehat teknik oleh pemerintah.
Tidak hanya mengenai urusan teh, Bosscha juga aktif pada berbagai bidang lain seperti menjadi pengurus pada usaha pertanian, perkebunan, industri dan organisasi sosial. Setelah mendirikan Perusahaan Telepon Priangan di tahun 1895, selanjutnya Bosscha pada tahun 1915 mendirikan Pabrik karet Hindia Belanda di Bandung (de Nederlandsch Indische Caoutchouc Fabriek).
Dia juga ikut bekerja dalam pembentukan Perusahaan Listrik Bandung (de Bandoengsche Electriciteits Maatschappij), Perusahaan Impor Mobil (de Automobiel Import Maatschappij), Bursa Dagang Tahunan Hindia (de Nederlandsch-Indisch Bandoeng Jaarbeurs), Lembaga Kanker Hindia Belanda (het Nederlandsch Indisch Kanker Instituut), Rumah sakit Kota (het Stedelijk Ziekenhuis), dan Sekolah Tinggi Teknik (deTechnische Hoogeschool; ITB sekarang. Selain itu, dia menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah Priangan (Gewestelijke Raad der Preanger Regentschappen) dan Dewan Perwakilan Rakyat (de Volksraad).

Tempat Favorit
Di sela sekian banyak kesibukan, Bosscha kadang menyempatkan diri beristirahat di salah satu lokasi di tengah Perkebunan Malabar, yaitu Gunung Nini. Melihat bentuknya, mungkin lebih cocok disebut bukit saja. Ketinggian Gunung Nini sekitar 1616 mdpl, tidak berselisih jauh dengan ketinggian umum kawasan perkebunannya yang sekitar 1550 mdpl. Dari atas Gunung Nini, Bosscha Bosscha dapat bersantai sambil memerhatikan para pegawai perkebunannya ketika bekerja dengan menggunakan teropong yang ia bawa.
Suatu ketika Bosscha dalam perjalanan menuju Gunung Nini. Di tengah perjalanan Bosscha terjatuh dari kuda yang ditungginya. Kakinya terluka dan berujung pada infeksi yang mengakibatkan Bosscha terserang tetanus. Pada 26 November 1928 di usianya yang ke 63 tahun Bosscha menghembuskan nafas terakhirnya.
Selama 32 tahun menjadi pengelola perkebunan teh termasyhur, Bosscha telah mendirikan beberapa perkebunan dan pabrik teh, di antaranya Pabrik Teh Malabar, yang kini bangunannya digunakan untuk Gedung Olahraga Dinamika, dan juga Pabrik Teh Tanara yang saat ini menjadi Pabrik Teh Malabar.
Kini, Bosscha bersemayam di bawah rimbunan pohon di tengah perkebunan teh Malabar. Sesuai dengan wasiat terakhirnya sebelum ia wafat, ia ingin dimakamkan di lokasi favoritnya tempat ia menenangkan diri. Di sebuah hutan kecil bernama Leuleuweungan.

***