Karena di Sirnaraga Kamu tak Bisa Lagi Mengeluh

Oleh: Hendi “Akay” Abdurahman (@akayberkoar)

Hembusan angin di pagi hari serta merdunya desahan gerimis membasahi Jalan Pajajaran, Kota Bandung. Aku tak terlalu risau, juga tak perlu mengeluh pada semburat langit pagi yang sudah beberapa hari ini seolah menyuruhku berselimut. Cuaca seperti ini sudah akrab denganku. Ya, pilihannya hanya dua; kalau tidak gelap ya terang. Aku nikmati pagi itu sambil ngobrol dengan kawan di sebelahku, sebut saja si A.

“Wihh sepertinya ada orang meninggal nih. Coba lihat, gerombolan orang-orang itu mendekati kita” ujarku pada si A.

“Mana mana?” Si A menimpali sambil lirik kanan-kiri.

“Oiya ya… singkirkan selimutmu, segera cuci muka agar kau terlihat segar !” Si A memerintah.

“Oke, saat ada yang bergerombol seperti ini, dalam cuaca seperti apapun, kita memang harus terlihat segar,” jawabku.

“Iya iya.” Si A menggerutu sambil sedikit melirik lagi pada rombongan itu.

Aku dan si A saling bertatapan, siap memberikan senyum terbaik bagi gerombolan orang yang tengah menghampiri kami.

Dengan cuaca gerimis di pagi hari dan dinginnya Sirnaraga yang tak bermentari, tak mungkin ada orang-orang yang berniat berziarah. Kecuali ada yang meninggal bukan?” tanyaku pada si A.

Si A mengangguk. Kami senang karena akan ada asupan nutrisi baru yang akan kami peroleh.

Nyatanya, dugaan kami salah. Kami salah menduga karena ternyata gerombolan yang berjalan beriringan itu hanya sekumpulan orang yang dengan berani menembus gerimis dan dinginnya pagi untuk sekadar mencari tahu dan menggali informasi tentang permakaman Sirnaraga, sekaligus berziarah kepada orang-orang atau tokoh-tokoh penting. Tak hanya itu, mereka pun memerhatikan keadaan tempat kami tinggal. Mungkinkah mereka sedang memilih tempat yang cocok untuk kami temani suatu saat nanti?

***

Untungnya berbagai macam pohon serta makam tak bisa bicara, bisa dibayangkan bagaimana jika mereka bisa bicara. Saya rasa mungkin mereka akan saling mengeluh setiap hari. Ya, mereka bisa mengeluh karena kedinginan, kepanasan, dan hal-hal lainnya yang membuat mereka tak nyaman. Makam yang marah kepada si pohon karena tidak bisa meneduhinya. Atau sebaliknya, si pohon yang marah kepada si makam karena tidak memberikan nutrisi yang cukup untuknya.

Itu baru satu persoalan, belum lagi kalau tangisan makam-makam yang disebabkan karena mereka tak pernah disambangi oleh sanak famili. Jangankan seminggu sekali, setahun sekali di saat hari raya Idul Fitri pun mereka tak ditengoki. Si pohon terganggu, si makam terus menunggu.

Saya tak memiliki sanak keluarga yang dimakamkan di TPU Sirnaraga. Tentu itu bukan berarti saya tidak boleh menengok makam-makam yang berada di sana. Permakaman yang berada di dekat Bandara Husein Sastranegara ini, walaupun berada di tengah kota, nyatanya hanya ramai di saat-saat tertentu. Saat Idul Fitri salah satunya. Saya yang menyambangi permakaman ini di hari Minggu, 12 Februari 2017 beserta 18 orang teman dari Komunitas Aleut, bertujuan untuk menggali informasi tentang orang-orang atau tokoh-tokoh yang cukup penting yang dimakamkan di sini. Di mana letak makamnya, atau bagaimana kondisi makamnya saat ini.

Saya dan kawan-kawan masuk ke permakaman ini melalui pintu 1, perlu diketahui bahwa akses masuk ke permakaman yang menurut warga sekitar mempunyai luas sekitar 26 hektar ini memiliki beberapa pintu masuk. Nah, pintu masuk 1 ini berada tidak jauh dengan pintu masuk 2 yang berada di sekitar Jalan Pajajaran.

Makam Gatot Mangkoepradja yang tidak jauh dari pintu masuk 1 adalah makam pertama yang saya dan kawan-kawan Aleut sambangi. Mengingat sosok beliau membuat saya harus menggali dan mencari tahu kembali tentang hal-hal apa saja yang berkaitan dengan beliau. Menurut beberapa sumber yang saya dapat melalui Internet, Gatot Mangkoepradja adalah tokoh yang bergabung dengan Partai Nasional Indonesia pimpinan Ir.  Soekarno yang berdiri pada bulan Juli 1927. Karena menjunjung tinggi konsep revolusi Indonesia, Gatot dan Soekarno dijebloskan ke Penjara Banceuy, Bandung. Mengingat perjuangannya kala bersama Soekarno, kami sedikit berdiskusi kecil di samping makam beliau. Saya sempat memotret makam beliau, namun ada yang berbeda saat saya melihat tahun lahirnya di makam dengan tahun lahir yang banyak beredar di Internet. Di makam tertulis bahwa Gatot Mangkoepradja lahir di tahun 1901, sedangkan yang beredar di internet menyebutkan bahwa Gatot lahir di tahun 1898. Butuh diskusi dan pengamatan lebih lanjut mengenai hal ini.

Setelah itu, kami melanjutkan untuk berkunjung ke makam Soeratin. Di makam Soeratin ini ingatan saya dibuat berimajinasi akan perjuangannya mendirikan PSSI. Ya, beliau adalah pendiri dan ketua PSSI pertama. Bapak Alan, salah satu penjaga makam di Sirnaraga yang sedang membersihkan rumput sempat saya wawancarai. Menurutnya, makam Soeratin ini ramai dikunjungi oleh orang-orang penting jika ulang tahun PSSI atau ulang tahun Soeratin saja. Di luar itu, mereka, orang-orang penting itu atau para petinggi PSSI itu tak pernah menziarahi makam ini.

Dalam artikel yang saya baca di panditfootbal.com http://panditfootball.com/cerita/204762/mengenang-soeratin-bagian-i-soeratin-dan-sepenggal-episode-masa-revolusi yang diceritakan sebanyak 3 bagian ini, saya mendapat gambaran tentang sosok Soeratin. Beliau mendirikan PSSI di Yogyakarta pada tanggal 19 April 1930. Dalam artikelnya itu disebutkan bahwa:

“Tujuan PSSI mendidik rakyat dengan perantaraan voetbalsport, adalah tujuan pula dikejar oleh bangsa kita semuanya. Salah satu dari pada alat itu adalah sport. Sebab yang ternyata lebih banyak digemari adalah voetbalsport, maka kita yang insyaf sport itu bagi kemanusiaan, telah mencoba turut bekerja guna kepentingan Indonesia, dengan mengatur pergerakan sport itu menurut cara organisasi yang sempurna. – Ir. Soeratin Sosrosoegondo

Setelah mendatangi makam Soeratin, kami mulai mendatangi makam-makam lain yang berada di Blok A. Luasnya permakaman Sirnaraga membuat makam ini mempunyai blok-blok tertentu, menurut pemaparan salah seorang warga saat saya sedang berteduh dan menikmati secangkir kopi yang dipesan di penjual sekitar makam, TPU Sirnaraga ini ternyata mempunyai tempat-tempat yang memang sudah di-blok-kan. Dari blok A sampai blok N. Namun untuk lebih rincinya kami harus benar-benar menelusurinya, sayangnya karena keterbatasan waktu hal itu tak dapat kami lakukan.

Kami mulai melanjutkan ke makam-makam lainnya. Dari makam Milica Adjie, yang merupakan istri dari Ibrahim Adjie (Panglima Kodam III/Siliwangi 1960-1966) sampai kunjungan kami pada makam Poppy Yusfidawati atau lebih dikenal dengan nama Poppy Mercury yang merupakan penyanyi asal Bandung angkatan 90-an yang terkenal di eranya. Selain makam-makam tersebut, saya juga beberapa kali menyaksikan makam-makam lain, salah satunya makam dengan nama Moh. Djatie yang lahir pada tanggal 5 Maret 1900 dan wafat tanggal 29 Mei 1960. Saya tak tahu siapa beliau, namun yang menarik perhatian dan masih menjadi tanda tanya adalah selain karena tahun lahirnya yang tergolong tua, di atas nama di nisannya terdapat logo bulan dan bintang.

Selain itu, kami juga ngobrol dengan warga sekitar saat kami berteduh karena hujan yang tak kunjung reda. Obrolan saya dan teman-teman dengan warga sekitar itu mencakup banyak hal: dari mulai pertanyaan luas permakaman, siapa saja tokoh tokoh yang dikubur di permakaman, sampai pertanyaan seberapa sering daerah dekat permakaman terkena banjir. Obrolan saya dengan warga sekitar itu saya lakukan di pinggir Ci Tepus.

Jalannya acara pagi itu berjalan cukup lancar meski hujan kerap kali membuat kami sedikit harus berhati-hati karena licin. Acara ditutup dengan sesi sharing. Dalam sesi ini setiap teman-teman menyampaikan pengalaman, pengamatan, dan hal-hal yang didapat selama acara berlangsung.

Sambil berjalan menuju parkiran motor saya sedikit merenung. Mengunjungi permakaman Sirnaraga ini mengingatkan saya pada kematian. Kelak saya akan seperti pohon dan makam itu, yang tak lagi bisa bicara, yang tak lagi bisa mengeluh.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s