Pelesir Ke Balai Kota Bandung

Balai Kota Bandung (Foto: Wisnu Setialengkana)

 

Sejak Bandung mendapatkan status gemeente (kota) dari Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1904, secara resmi Kota Bandung memiliki balai kota. Layaknya balai kota di kota lain, Balai Kota Bandung merupakan jantung pemerintahan Kota Bandung. Berbagai kebijakan Kota Bandung diambil dari tempat ini.

Selain sebagai pusat pemerintahan, Balai Kota Bandung juga digunakan sebagai tempat berinteraksi warga Bandung. Di sebelah utara Kantor Walikota terdapat sebuah taman yang bernama Taman Balai Kota. Di akhir pekan kita akan melihat ramainya warga Bandung yang beraktivitas di taman ini, mulai dari latihan menari, parkour, bermain sepak bola, berolahraga, berfoto, kumpul komunitas, atau hanya sekedar menikmati keramaian taman bersama pasangan.

***

Sebelum menjadi pusat pemerintahan, Balai Kota Bandung merupakan gudang kopi milik Andreas De Wilde. Andreas De Wilde adalah seorang tuan tanah dan pernah menjadi Asisten Residen Priangan pada tahun 1812. De Wilde menguasai tanah yang membentang dari Cimahi ke Cibeusi (daerah Kabupaten Sumedang) dan dari Gunung Tangkubanparahu hingga ke Jalan Raya Pos. Artinya, lebih dari setengah dari luas wilayah Kota Bandung saat ini dulunya dikuasai oleh De Wilde. Berbekal pengalamannya sebagai petugas pengawas perkebunan kopi di wilayah Garut, De Wilde menjadikan kopi sebagai komoditas utama di perkebunannya. Selain perkebunan kopi, di atas lahannya ia juga berternak sapi.

Kiprah Andreas De Wilde di Hindia Belanda berakhir cukup tragis. Di era pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen, kepemilikan tanahnya dibatalkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda. De Wilde akhirnya jatuh miskin dan memutuskan untuk kembali ke Belanda. Kepemilikan tanahnya jatuh ke Pemerintah Hindia Belanda.

Pada tahun 1906 di bekas lahan gudang kopi, berdiri sebuah kantor bergaya VOC. Bangunan ini termasuk salah satu bangunan tertua di Kota Bandung, namun bangunan ini dirobohkan untuk pembangunan Gemeente Huis (Balai Kota) di sisi selatan Atjehstraat (Jl. Aceh) yang dibangun pada tahun 1927. Kemudian di tahun 1935, dibanguun sebuah bagunan baru yang menghadap ke arah Pieter Stijhoffpark. Bangunan ini sekarang kita kenal sebagai Kantor Walikota, sedangkan bangunan yang menghadap ke Jl. Aceh kini menjadi bangunan berlantai dua dan terakhir menjadi Kantor DPRD Kota Bandung sebelum akhirnya pindah ke Jl. Sukabumi.

Sedangkan sebuah taman yang berseberangan dengan Gementee Huis adalah sebuah taman yang awalnya bernama Pieter Sitjhoffpark. Taman ini dibangun pada tahun 1885 untuk mengenang jasa Pieter Sitjhoff, Asisten Residen Priangan yang berjasa besar bagi pembangunan Kota Bandung. Sitjhoffpark, atau Pieterspark, dilintasi oleh Kanal Ci Kapayang yang membelah taman di sisi selatan. Di tengah Pieterspark terdapat sebuah gazebo yang dulu sering digunakan orkes musik berpentas di dalamnya.

Selain dikenal dengan nama Pieterspark atau Sitjhoffpark, taman ini juga dulu dikenal sebagai Kebon Raja. Penamaan ini muncul karena para di seberang timur taman terdapat Kweekshcool (sekolah guru). Murid yang bersekolah di sini kebanyakan adalah para menak, sehingga sekolah ini juga dikenal dengan nama Sakola Raja. Di jam istirahat, para murid Sakola Raja sering berkumpul di Pieterspark dan kemudian muncul lah penamaan Kebon Raja. Nama ini berubah lagi menjadi Taman Merdeka di tahun 1950-an dan kembali berubah di tahun 1996 menjadi Taman Dewi Sartika seiring penempatan patung dada Dewi Sartika di sisi barat daya taman.

***

Komplek Balai Kota Bandung secara keseluruhan dalam kondisi yang cukup baik. Kebersihan taman yang setiap harinya buka dari jam 05.00 hingga pukul 20.00 ini cukup terjaga. Tidak ada lagi sampah di Kolam Badak Putih walaupun di sekitar tempat pedagang kaki lima berjualan masih terlihat sampah bekas jajanan yang dibeli para pengunjung. Hal ini bisa jadi disebabkan karena memadainya jumlah tempat sampah yang tersedia. Terlihat beberapa tempat sampah cukup penuh terisi, walaupun sampah organik dan non-organik belum terpilah dengan baik.

Kondisi Komplek Balai Kota terus menerus baik selama dua tahun terakhir. Namun ada satu hal yang masih menjadi PR bagi pengelola Komplek Balai Kota atau Pemerintah Kota Bandung, yaitu ketersediaan toilet. Hanya ada satu toilet yang tersedia, yaitu toilet yang berada di dekat Posyandu. Pada saat kami berkunjung jam 8 pagi, toilet belum juga dibuka meskipun taman sudah bisa diakses pengunjung sejak jam 5 pagi. Belum lagi kondisi toilet yang sempit dan agak kotor. Semoga saja toilet umum di Taman Balai Kota yang sedang dibangun mampu menyelesaikan masalah keterbatasan toilet ini.

Komplek Balai Kota Bandung memiliki beberapa objek menarik yang bisa dikunjungi oleh para pengunjung, antara lain:

Patung Badak Putih

Patung Badak Putih (Foto Wisnu Setialengkana)

Patung Badak Putih (Foto: Wisnu Setialengkana)

Patung ini ditempatkan di Taman Balai Kota pada tahun 1981. Badak putih sendiri merupakan salah satu mitologi di Tatar Sunda. Konon, jika di suatu wilayah terdapat paguyangan (pemandian) badak putih, wilayah tempat mandi badak itu cocok untuk dijadikan pusat pemerintahan. Karena badak putih menjadi perwujudan lokasi pusat pemerintahan dan Balai Kota Bandung adalah pusat pemerintahan Kota Bandung, maka sepertinya itulah alasan mengapa ada patung badak putih yang ditempatkan di Taman Balai Kota.

Di hari dan jam tertentu, air mancur di kolam ini akan menyala. Cobalah datang ke taman ini pada hari Minggu jam 08.30 seperti yang kami lakukan kemarin. Air mancur menjadi daya tarik tersendiri karena sudah cukup lama air mancur di kolam ini tidak menyala.

Babancong

Babancong atau Gazebo Taman Balai Kota (Foto: Arya Vidya Utama)

Babancong atau Gazebo Taman Balai Kota (Foto: Arya Vidya Utama)

Nama babancong memang lebih dikenal di Alun-alun Kota Garut. Babancong menurut kamus Bahasa Sunda memiliki arti bangunan di sekitar alun-alun yang digunakan para pembesar/pemimpin. Bangunan gazebo di tengah ini seringkali disebut babancong karena bentuknya yang mirip dengan Babancong yang ada di Garut, walaupun belum ditemukan asal muasal mengapa gazebo ini disebut babancong.

Babancong di Taman Balai Kota ini bisa dibilang salah satu bangunan tertua yang masih berdiri. Di zaman Hindia Belanda, orkes musik bermain di di dalam babancong ini untuk menghibur para pengunjung. Sekarang babancong digunakan pengunjung untuk berlatih menari.

Gembok Cinta

Gembok Cinta (Foto: Arya Vidya Utama)

Gembok Cinta (Foto: Arya Vidya Utama)

Tak perlu jauh-jauh ke Korea Selatan, Rusia, atau Jerman untuk memasang gembok cinta. Sejak bulan September 2014, Kota Bandung memiliki tempat untuk memasang gembok cinta yang berlokasi di Taman Balai Kota. Memang belum banyak gembok yang terpasang di tempat ini, namun banyak pengunjung yang sengaja berfoto di depan tempat ini karena dianggap menarik dan unik. Menurut Pak Abdullah, salah satu warga yang kami wawancarai, tempat ini bisa dijadikan para pasangan untuk membuat sejarah/kenangan.

Kami juga berhasil mewawancarai salah satu pasangan yang memasang gembok di tempat ini. Mereka adalah Saeful (73) dan Dahlia (49), pasangan yang sudah puluhan tahun menikah. Ini adalah kali kedua mereka memasang gembok setelah sebelumnya mereka juga memasang gembok di sini. Sepasang muda-mudi asal Bengkulu juga berniat untuk memasang di tempat ini, namun rencana mereka gagal karena tak adanya gembok. “Saya kira ada yang menjual gembok di tempat ini.”, ujar Adi (21) bersama Mita (19). Sontak salah satu Aleutians berkata “Ah, peluang bisnis yang menjanjikan nih!”.

Patung Dada Dewi Sartika

Patung Dada Dewi Sartika (Foto: Arya Vidya Utama)

Patung Dada Dewi Sartika (Foto: Arya Vidya Utama)

Raden Dewi Sartika adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum wanita, diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966. Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Atas jasanya dalam bidang Pendidikan, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.

Sekitar patung dada Dewi Sartika sering digunakan beberapa komunitas untuk beraktivitas. Di bagian depan patung terdapat plakat peresmian patung. Sayangnya di sekitar patung dada tidak terdapat penjelasan tentang siapa Dewi Sartika, sehingga keberadaan patung kurang diindahkan karena kurangnya pemahaman pengunjung tentang Dewi Sartika.

Tanda “Taman Balai Kota”

Tanda Taman Balai Kota (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Tanda Taman Balai Kota (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Tanda “Taman Balai Kota” kini menjadi salah satu tujuan pengunjung untuk berfoto di Komplek Balai Kota. Tanda ini cukup menarik dengan tulisan berwarna merah dan putihnya. Di belakang tanda terdapat 5 buah patung ikan mujair di tengah kolam yang pada jam tertentu disembur oleh air mancur. Selain tanda ini, hamparan tanaman yang berada di belakangnya juga menjadi objek favorit para pengunjung yang datang untuk berfoto. “Memang apa alasannya banyak orang berfoto di sini?”. Tak perlu penjelasan, karena foto di bawah ini akan menjelaskan alasannya.

Sentra Jajanan Kaki Lima

Pedagang di Sisi Barat Taman Balai Kota (Foto Mega Marina)

Pedagang di Sisi Barat Taman Balai Kota (Foto: Mega Marina)

Kelaparan saat berkunjung di Komplek Balai Kota? Tak perlu khawatir. Di sayap kanan dan kiri patung badak putih pengunjung dapat menemui beberapa penjual makanan seperti cuanki, seblak, dan kerak telor. Dengan harga makanan yang terjangkau, berkisar dari Rp 1.000,00 hingga Rp 10.000,00, pengunjung dapat bermain di Komplek Balai Kota tanpa khawatir jika lapar melanda. Namun ingat, buang sampah bekas makanan dan minuman anda ke tempat yang sudah disediakan.

Gedung Balai Kota

Gedong Papak (Foto: Arya Vidya Utama)

Gedong Papak (Foto: Arya Vidya Utama)

Kurang rasanya jika berkunjung ke Komplek Balai Kota Bandung tanpa berfoto atau sekedar mampir ke sebelah utara Taman Balai Kota untuk melihat kantor Walikota dan Wakil Walikota Bandung. Gedung karya arsitek E.H. de Roo dengan gaya art deco pada tahun 1935 ini sering juga disebut gedong papak karena berbentuk persegi. Sayangnya pemandangan pengunjung saat menikmati gedung akan sedikit terganggu dengan adanya pembangunan apartemen di Jl. Merdeka yang kebetulan persis sejajar dengan Gedung Balai Kota.

Bandung Command Center

Bandung Command Center (Foto: detik.com)

Bandung Command Center (Foto: detik.com)

Terhitung 2014 kemarin, Bandung memiliki sebuah pusat komando layaknya milik Kapten Kirk di film Star Trek. Fungsi utama pusat komando itu adalah mengawasi kerja pegawai negeri sipil dalam melayani publik, memasok data lengkap dari dinas serta badan, serta memantau kondisi kota lewat kamera pengawas yang rencananya akan dipasang di 1.000 titik di Kota Bandung.

Menurut penuturan salah satu pekerja di Komplek Balai Kota Bandung, Command Center dapat dikunjungi oleh umum. Namun sebelum melakukan kunjungan, pengunjung harus izin terlebih dahulu kepada protokolnya. Bandung Command Center terbuka untuk umum dari Senin-Jumat.

***

Sayangnya kondisi sarana pendukung Komplek Balai Kota secara umum berada dalam kondisi kurang baik. Lampu penyeberangan yang ada di dekat gerbang utama Komplek Balai Kota Bandung menyala namun tidak berfungsi pada saat kami berkunjung ke sini. Walaupun tombol penyebrangan sudah ditekan, lampu tetap menyala hijau.

Ujung Zebra Cross-nya di... Pot Bunga? (Foto: Arya Vidya Utama)

Ujung Zebra Cross-nya di… Pot Bunga? (Foto: Arya Vidya Utama)

Zebra cross yang terdapat di sekeliling komplek ini juga penempatannya dapat dipertanyakan. Tepat di seberang Komplek Balai Kota Bandung, zebra cross berakhir persis di pot bunga. Selain itu di ujung pot juga terdapat pedagang yang menutupi, sehingga penyebrang harus melompati pot bunga saat menyeberang. Zebra cross yang terdapat di sudut Jl. Wastukencana-Jl. Aceh dan Jl. Aceh-Jl. Merdeka pun penempatannya kurang tepat, karena zebra cross berada di dekat belokan di mana kendaraan diperkenankan untuk belok kanan langsung. Penempatan ini dapat membahayakan keselamatan penyebrang.

Zebra Cross yang Berada Persis di Belokan Kanan Langsung Jl. Aceh-Jl. Merdeka (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Zebra Cross yang Berada Persis di Belokan Kanan Langsung Jl. Aceh-Jl. Merdeka (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Dudukan Tiang di Trotoar Sekitar Balai Kota Bandung (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Dudukan Tiang di Trotoar Sekitar Balai Kota Bandung (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Kondisi trotoar di sekeliling Komplek Balai Kota Bandung sebetulnya cukup baik, namun di beberapa titik terdapat dudukan tiang lampu yang tak terpakai. Dudukan ini membahayakan pejalan kaki karena bisa membuat tersandung. Satu segmen trotoar yang paling baik dan layak adalah di segmen samping utara Komplek Balaikota.

Trotoar Baru dan yang Lagi Pre-wed (Foto: Arya Vidya Utama)

Trotoar Baru dan yang Lagi Pre-wed (Foto: Arya Vidya Utama)

Trotoar di segmen ini memang masih belum selesai dibangun, namun kita sudah dapat menikmati keindahan taman kecil yang ada di tengah trotoar. Saat kami menyusuri trotoar ini, terlihat sepasang kekasih sedang melakukan foto pre-wedding. Ini adalah pembuktikan bahwa secara estetika trotoar di samping utara Komplek Balai Kota sudah sangat baik.

Penggunaan batu andesit sebagai lantai trotoar juga sudah sangat tepat. Pejalan kaki tak perlu khawatir dengan licinnya lantai saat hujan atau saat basah. Alangkah baiknya jika trotoar ini dijadikan percontohan untuk trotoar lainnya di Kota Bandung.

Tangga Jembatannya Terlalu Curam (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Tangga Jembatannya Terlalu Curam (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

Keadaan sarana penunjang yang paling buruk adalah jembatan penyebrangan, baik itu jembatan penyeberangan yang berada di Jl. Merdeka maupun di Jl. Wastukencana. Anak tangga kedua jembatan ini terlalu curam, tidak cocok bagi lansia dan kaum difabel. Sehingga hanya penyebrang yang berfisik prima saja yang bisa menggunakannya,. Ubin yang terpasang di jembatan pun banyak yang terlepas dan kondisinya yang kotor. Tak heran jika tak banyak penyebrang yang menggunakan jembatan ini.

***

Balai Kota Bandung dan Taman Balai Kota sekarang telah menjadi ruang publik yang nyaman bagi warga Bandung untuk beraktivitas. Perbaikan sarana penunjang seperti toilet, jembatan penyeberangan, dan trotoar akan membuat Balai Kota Bandung dan Taman Balai Kota menjadi lebih baik lagi. Siapa tahu jika perbaikan ini dilakukan, Balai Kota Bandung dan Taman Balai Kota bisa menjadi percontohan balai kota lain di Indonesia maupun luar negeri.

_____

Referensi:

Kunto, Haryoto. Wajah Bandung Tempo Doeloe. 1984

Katam, Sudarsono. Album Bandung Tempo Doeloe. 2010

Data dikumpulkan pada tanggal 1 Februari 2015

 

Kontributor:

Para Kontributor Tulisan (Foto: Arya Vidya Utama)

Para Kontributor Tulisan (Foto: Arya Vidya Utama)

Arya Vidya Utama (@aryawasho)

Hani Septia Rahmi (@tiarahmi)

Canda Asmara Savaka (@candraasmoro)

Intan Zariska Daniyati (@daniyaintan)

Alifia Rachmantia S.

Rizka Fadhilla (@rizka_fdhilla)

Nita Rosmiati

Mega Marina

Diva (@divaar)

Tengku Imelda Febrina Azis

Wisnu Setialengkana (@naminawisnu)

Iyan Supiyani (@AangIanzHolic)

Fajar Nugraha (@fajarjeyabey)

Deris Reinaldi

Dimas

Christian Evander Y. Lenussa (@vndrlenussa)

Ade Sopyan (@dez_sopyan27)

Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Taufik N. (@abuacho)

Min Fadly Robby (@adlynalin)

Arif Abdurahman (@yeaharip)

Novrizal Aji (@rzalznov)

Ryzki Wiryawan (@sadnesssystem)

Mohamad Salman (@vonkrueger)

Tinggalkan komentar