Saat mendengar nama “Cilaki”, sekarang ini mungkin warga Bandung lebih mengenalnya sebagai nama jalan yang membentang di sisi timur Komplek Gedung Sate hingga ke sekitar Taman Persib. Jalan ini berparalel dengan Jl. Cisangkuy, yang saat ini lebih dikenal dengan kekiniannya karena menjadi sentra kue cubit green tea. Padahal sampai awal tahun 2000-an, selain nama jalan juga Cilaki dikenal sebagai sebuah taman.
***
Taman Cilaki di era kolonial lebih dikenal dengan nama Tjilakiplein. Nama “Tjilaki” diambil dari nama kanal yang melintas di tengah taman. Awalnya, daerah tepi Kanal Ci Laki ini tidak difungsikan sebagai taman, namun hanya sebagai jalur hijau dan hutan kota. Ini terlihat dari susunan pepohonan di sepanjang kanal yang tidak teratur.
Tjilakiplein terbagi menjadi 3 segmen. Segmen utara berada di antara Jl. Diponegoro dan Jl. Cimanuk. Segmen tengah berada di antara Jl. Cimanuk dengan Jl. Citarum. Segmen selatan berada di antara Jl. Citarum dengan Jl. Ciliwung. Ketiga segmen ini kini telah berubah nama dan fungsinya. Secara berurutan ketiga segmen ini diubah namanya menjadi Taman Lansia, Taman Kandaga Puspa, dan Pet Park.
Taman Lansia
Taman merupakan segmen utara Tjilakiplein. Taman berlokasi di sebelah timur Gedung Sate Bandung. Taman ini diberi nama Taman Lansia sekitar awal tahun 2000-an. Ada anekdot yang berkata bahwa penamaan ‘Lansia’ diambil dari usia pepohonan di taman ini yang sudah sangat berumur. Mungkin anekdot ini ada benarnya juga, karena meski namanya Taman Lansia, pada saat kemarin kami berkunjung justru taman ini lebih banyak dikunjungi oleh para muda-mudi Bandung.
Taman Lansia dengan wajahnya saat ini memang sedikit kurang ramah bagi lansia maupun pengunjung dengan handicap, terutama untuk mereka yang berkursi roda. Seperti yang terlihat di sebelah kiri foto, pintu masuk taman diberi palang besi. Maksud dari pemasangan palang ini sebetulnya baik, yaitu untuk mencegah pedagang dengan gerobak, pengguna sepeda motor, dan sepeda tidak masuk ke dalam taman. Namun di sisi lain, pemasangan palang ini menyulitkan pengguna kursi roda untuk masuk ke dalam taman.
Setelah selesai diperbaiki dan diresmikan pada 31 Desember 2014, Taman Lansia kini terlihat lebih rapi dan tertata dibandingkan dengan kunjungan terakhir kami ke taman ini pada akhir tahun 2013. Pejalan di dalam taman kini mempunyai jalur pejalan yang terlihat rapi secara estetika dan nyaman untuk digunakan berjalan. Taman Lansia juga kini dilengkapi banyak tempat duduk yang lebih banyak dan juga sebuah tempat refleksi kaki di sisi tenggara taman. Di sisi selatan taman, terdapat sebuah danau retensi yang indah untuk dipandang. Mungkin kedepannya akan banyak sesi foto prewedding yang dilaksanakan di lokasi sekitar danau retensi ini.
Kata ‘danau retensi’ tentu akan menimbulkan sebuah pertanyaan di benak pembaca: apa sih sebetulnya danau retensi itu? Berdasarkan penurutan Walikota Bandung, danau retensi adalah sebuah danau pengendali banjir yang berfungsi mengurangi tumpahan luapan air dari sungai-sungai kecil ke jalan. Berdasarkan artikel yang dikutip tadi, seharusnya ada dua danau retensi di Taman Lansia. Namun pada saat kami berkunjung kemarin, hanya ada satu danau retensi di dalam taman. Satu danau lagi di sebelah utara terlihat kering tidak ada air. Salah satu pegiat malah sempat menduga ini adalah amphitheater. Sayup-sayup terdengar bunyi bel “tetot” yang kerap kali dikumandangkan Ridwan Kamil saat twitwar dengan Farhat Abbas.
Taman Lansia seharusnya menjadi kawasan yang bebas dari pedagang kaki lima. Namun pada kenyataannya dengan mudah kita temukan beberapa pedagang di dalam taman. Kebanyakan dari mereka menjual cuanki dan kopi seduh, namun terlihat ada juga yang menjual jasa pijat. Salah satu penjual cuanki yang kami wawancarai berujar “Ah, da yang dilarang di sana (menunjuk ke arah spanduk larangan) kan yang dagang pake roda (gerobak). Mang kan jualanannya dipikul.”. Bisaan euy si mamang ngelesnya.
Sayangnya, kondisi WC umum di Taman Lansia masih jauh dari kata layak. WC terlihat kotor dan tercium bau kurang sedap. Sepertinya WC umum di taman ini tak tersentuh saat renovasi taman dilakukan. Menurut salah satu penjaga WC yang kami wawancarai, terkadang WC terendam saat debit air yang masuk ke Kanal Ci Laki tinggi. Tak heran, karena WC berada tak jauh dari pinggir Kanal Ci Laki. Kesadaran pengunjung akan kebersihan dan ketertiban di Taman Lansia masih juga kurang. Di beberapa titik dengan mudah kami melihat adanya sampah yang dibuang oleh pengunjung, malah ada yang masuk ke dalam kanal. Belum lagi ada beberapa fasilitas umum seperti tempat duduk dan tempat sampah yang dicoret dan bahkan dirusak oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab. Duh…
Tak adanya pegangan di jembatan pun menjadi masalah, terutama untuk anak kecil. Jarak antara jembatan dan danau retensi terhitung cukup jauh, bahkan untuk orang dewasa sekalipun. Dikhawatirkan tak adanya pegangan ini akan menimbulkan masalah jika ada anak-anak yang lepas dari pengawasan orang tua berlari ke arah jembatan. Hariwang, lur!
Bagaimana dengan kawasan sekitar Taman Lansia? Di sebelah timur taman terdapat sebuah kedai yogurt dengan nama Yogurt Cisangkuy yang sudah terkenal sejak tahun 1970-an. Ujar salah satu pegiat, kedai yogurt ini masih mempertahankan cita rasa yang sama, setidaknya sejak 1990-an saat ia pertama kali mencicipinya. Yogurt di Yogurt Cisangkuy disajikan dengan berbagai macam rasa buah yang bisa kita pilih. Harganya mulai dari Rp 11.000,00 hingga Rp 18.000,00 per gelasnya.
Mulai akhir tahun 2014, daerah sekitar Taman Lansia ini lebih dikenal sebagai sentra kue cubit green tea. Kue cubit dengan rasa green tea ini sekarang menjadi salah satu fenomena kekinian di Kota Bandung, meskipun pada dasarnya kue ini menggunakan adonan yang sama dengan kue cubit pada umumnya dengan penambahan ekstrak green tea. Entah siapa yang memulainya, tapi setidaknya ada 6 pedagang yang berjualan di sini. Topping-nya pun beragam, dari meises, keju, hingga Nutella. Di akhir pekan, pembeli kue ini perlu kesabaran ekstra karena antrian yang cukup memanjang.
Selain kue cubit, di sekitar taman juga dijual berbagai barang dan jasa lainnya. Mulai dari jasa berkuda berkeliling taman, berjualan pakaian, tas hingga berjualan properti. Jika pengunjug kesulitan untuk memarkirkan kendaraan beroda empatnya untuk parkir di Jl. Cisangkuy, tak perlu khawatir karena kendaraan roda empat masih bisa diparkir di Jl. Cimanuk dan di Jl. Cilaki. Gimana kalau masih penuh juga? Tenang saja, masih bisa kok parkir di sekitar Masjid Istiqomah. Paling gempor sedikit karena harus berjalan sekitar 500 meter menuju Taman Lansia.
Seperti yang terjadi di Taman Lansia, segmen tengah Tjilakiplein kini berganti nama menjadi Taman Kandaga Puspa.
Taman Kandaga Puspa
Taman ini merupakan bagian dari Tjilakiplein yang terletak di segmen tengah, tepatnya di antara Jl. Cimanuk dengan Jl. Citarum. Sebelum diubah menjadi taman dengan tema bunga, taman ini digunakan sebagai tempat alternatif kegiatan. Maklum, di akhir pekan Taman Lansia terlalu dipenuhi pengunjung sedangkan taman ini relatif lebih sepi. Di awal peresmiannya pada bulan Desember 2013, taman terlihat sangat indah dan memanjakan pengunjung yang datang ke taman ini.
Sayangnya, hal berbedalah yang kami lihat saat berkunjung hari Minggu kemarin. Tak ada lagi sisa tanaman berwarna-warni yang terlihat pada saat peresmian taman. Di sisi utara taman terlihat rumput mulai meninggi tak terurus. Menurut pengurus taman, hal ini terjadi karena tak memadainya biaya operasional yang dimiliki pengurus Taman Kandaga Puspa. Belum lagi trotoar di sekitar taman yang tidak nyaman untuk digunakan berjalan kaki. Asa lebar euy, padahal jika keindahannya bisa terjaga taman ini akan lebih nge-hits lagi :(.
Terlepas dari kondisi tersebut, taman ini masih layak untuk dikunjungi. Untuk dapat berkunjung ke taman yang buka dari jam 06.00 hingga 18.00 setiap harinya ini, pengunjung tinggal mengisi buku tamu yang berada di dekat pintu taman dan memberikan donasi sukarela di kotak yang telah disediakan. Donasi ini digunakan untuk operasioanal perawatan taman.
Setelah mengisi buku tamu dan memberikan donasi, pengunjung akan disambut dengan suara gemercik air yang berasal dari air mancur dan sebuah gerbang selamat datang dengan tulisan “Welcome”. Pengunjung juga akan disambut suara kicauan burung yang terdengar merdu meskipun suara itu berasal dari… pengeras suara. Banyak pengunjung yang akhirnya tertawa sendiri setelah mengetahui dari mana sumber kicauan burung tersebut. Cukup nyaman untuk berlama-lama di sini karena keadaan taman yang tidak terlalu ramai dan teduh oleh pepohonoan yang ada di dalamnya.
Beragam kegiatan dilakukan pengunjung di Taman Kandaga Puspa, seperti: berolahraga, hunting foto, kumpul keluarga, berpacaran, menjadi fakir wi-fi, nongkrong, dan… mencari pacar. Ah, rupanya tak hanya fakir wi-fi saja yang berkunjung ke taman ini, ternyata fakir asmara juga. Semoga saja Ridwan Kamil bisa mengayomi keduanya.
Fasilitas penunjang di taman ini cukup lengkap. Taman dilengkapi dengan toilet yang cukup bersih meskipun hanya ada satu, wi-fi walaupun kadang nyala-mati, tempat duduk di beberapa titik, dan juga tempat sampah yang terletak di banyak titik. Taman ini juga bisa dijadikan sebagai tempat untuk mengenalkan beberapa tanaman kepada anak-anak, seperti yang dilakukan oleh Bapak Kirno. Taman ini memang dilangkapi oleh beberapa papan nama petunjuk nama tumbuhan, meskipun tak semua tumbuhan memilikinya.
Di taman ini juga kita bisa melihat bengkuang terbesar di… mungkin setidaknya di Bandung, dengan berat 25 kg. Kebanyakan pengunjung yang datang akan bertanya apakah bengkuang sebesar ini enak untuk dibuat rujak atau tidak. Sayangnya menurut penjaga taman, bengkuang sebesar ini sudah tidak enak lagi untuk dimakan (apalagi dirujak) karena benguangnya sudah mengeras dan tak akan ada lagi rasa segar layaknya bengkuang di tukang rujak Hal ini dikarenakan sari bengkuang dari bengkuang raksasa ini sudah berkurang. Semakin besar bengkuang, semakin kurang rasanya. Ooh, begitu toh.
Di luar komplek taman, pengunjung bisa mengajak keponakan atau si buah hati untuk naik kuda. Biasanya untuk satu putaran taman dikenakan tarif Rp 30.000,00. Pastikan dulu harganya sebelum berkeliling agar tak ada “harga kaget” yang mungkin bisa mencekik isi dompet. Lebih baik mencegah daripada menyesal kemudian, bukan?
Setelah menjelajahi dua segmen, kali ini perjalanan akan berlanjut ke segmen terakhir Tjilakiplein. Taman ini diresmikan pada akhir tahun 2014 dan ditujukan untuk para pecinta hewan.
Pet Park
Pet Park adalah taman paling muda diantara ketiga taman ini. Sebelumnya, segmen selatan taman ini hanya digunakan murni sebagai jalur hijau yang tak bisa diakses oleh umum. Pet Park menjadi taman tematik pertama yang ditujukan bagi para pecinta dan pemilik hewan peliharaan.
Jangan kaget jika di hari Senin hingga Sabtu taman ini kosong dan tidak ada kegiatan yang terlihat di dalamnya. Di hari itu mungkin hanya akan terlihat satu atau dua orang pengunjung yang duduk-duduk di kursi depan taman. Menurut salah satu petugas kebersihan taman yang kami wawancarai, Pet Park baru ramai dikunjungi di hari Minggu saja.
Sebelum berkegiatan di taman ini, kami akan memberikan empat saran penting terlebih dahulu. Pertama, sebelum berkegiatan gunakan lotion anti-nyamuk atau anti-serangga, karena serangga di sini cukup ganas. Pada saat survey sehari sebelumnya, dua orang pegiat Aleut diserang semut rangrang dan gigitan nyamuk di taman ini. Kedua, berhati-hatilah dengan langkah anda karena beberapa pemilik binatang masih kurang tertib untuk membuang kotoran peliharaannya di tempat sampah. Ketiga, jika pengunjung membawa binatang peliharaan ke taman ini, jangan lupa bawa air minum untuk minum binatang kesayangan. Meskipun terlihat adanya keran air untuk minum binatang, air di taman ini tidak mengalir. Keempat, jika mendadak kebelet buang air, jangan gunakan WC yang ada di taman ini. Sama seperti keran air untuk binatang, air yang mengaliri WC di taman ini juga tidak mengalir.
Di luar kedua kendala di atas, Pet Park adalah tujuan terbaik untuk mengajak binatang peliharaan anda bermain terutama jika pengunjung membawa anjing peliharaan. Di dalam taman terdapat beberapa arena ketangkasan yang bisa membantu anjing peliharaan untuk lebih gesit dan tangkas. Di sisi timur taman, pengunjung bisa mengajak anjing peliharaan berlatih cross country karena di sisi ini taman memiliki suasana layaknya hutan.
Kami mewawancarai salah satu pengunjung yang membawa 4 ekor anjing peliharaannya sekaligus. Menurutnya, adanya Pet Park memberikan alternatif baru dalam mengajak anjing peliharaannya bermain. Sebelumnya, ia selalu merasa bingung harus ke mana membawa anjingnya bermain karena tak adanya fasilitas seperti ini di Kota Bandung.
Selain anjing, kami juga melihat beberapa binatang lain yang dibawa pengunjung seperti ular sanca, mencit, tikus albino, sugar glider, dan yang cukup menyita perhatian adalah ayam ketawa yang dipamerkan di bagian depan taman. Ayam yang mulanya berasal dari Makassar ini tak berkokok seperti layaknya ayam jantan pada umumnya. Di akhir kokokannya, ayam jenis ini mengeluarkan suara yang mirip dengan tawa manusia. Suara tawaan ini juga dibagi ke dalam beberapa genre, seperti disko, dangdut, dan rock. Sugan teh musik wungkul nu aya genre-na.
Ingin mendandani anjing anda dengan pakaian agar terlihat kekinian? Di sisi timur tama nada penjual aksesoris anjing seperti baju dan rompi. Ingin terlihat buas dengan baju bergambar pitbull? Masih di sisi yang sama, ada juga penjual kaos dengan gambar berbagai macam jenis anjing. Lapar pada saat berkunjung di Pet Park? Di sisi barat taman terdapat beberapa penjual makanan, salah satunya adalah Timbel Istiqamah yang nge-hits sejak dulu itu. Dengan uang yang cukup, anda tak perlu khawatir akan ketiga hal ini.
Bagaimana jika tak memiliki hewan peliharaan? Tak perlu khawatir, toh tak ada peraturan yang mengaruskan pengunjung membawa hewan peliharaan untuk berkunjung ke taman ini. Beberapa dari kami banyak yang antusias untuk melihat berbagai macam jenis binatang yang dibawa karena tidak diizinkan untuk memelihara binatang di rumahnya.
***
Tjilakiplein mungkin kini sudah berubah, baik itu nama dan fungsinya, Namun diharapkan dengan nama dan fungsi baru ini, Tjilakiplein tak hanya bisa menjadi sekedar jalur hijau saja, tetapi juga menjadi sarana belajar, berinteraksi, dan berekreasi warga Bandung. Kesadaran pengunjung untuk menjaga kebersihan taman perlu ditingkatkan lagi, karena kebersihan masih menjadi pekerjaan rumah di ketiga taman ini. Dengan sedikit perbaikan di beberapa fasilitas umum yang kami singgung sebelumnya, baik Taman Lansia, Taman Kandaga Puspa, maupun Pet Park bisa menjadi taman yang lebih nyaman lagi bagi para pengunjungnya
___
Referensi:
Katam, Sudarsono. Album Bandung Tempo Doeloe. 2010
http://www.koran-sindo.com/read/944745/151/bandung-perlu-17-danau-retensi-1420088553
Data dikumpulkan pada tanggal 1 Maret 2015
Kontributor:
Arya Vidya Utama (@aryawasho)
Hani Septia Rahmi (@tiarahmi)
Reza Ramadhan Kurniawan (@kobopop)
Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)
Deris Reinaldi
Ade Dwi (@adedwi_adewi8)
Sunandar (@nandarALi)
Agni Ekayanti S. (@agniisfire)
Gita Diani Astari (@gitadine)
Nida Mujahidah F. (@denidaa_)
Hanifia Arlinda (@niviarlinda)
Tia Hadianti (@TiaHadian)
Tyo (@gembellganteng)
Efi Dwi Indari (@efiefiheey)
Yanti Maryanti (@adetotat)
Arief Santoso (@areef_13)
Dwi Andriyanto (@Mas_ADD)
Yessy Hermawaty (@yessyhermawaty)
Aida A. F. (@aidafuadah)
Rizka Fadhillah (@rizka_fdhilla)
Ame (@hatakeiume)
Hasti (@aqutie12)
M. Triyadi (@m3yadi)
Riza Herwantoro
M. Dimas A. F.
Arif Abdurahman (@yeaharip)
Fajar Asaduddin (@fajarraven)
M. K. Pranindika (@praninDIKA)
Tegar Maulana (@kangtemaulana)
M. Rulian (@moneykillerinc)
Rima Tri W. S. (@rimatri)
Dimas Fiancheto (@difiancheto)
Nanda L. Aulia (@fufuwuwu)