Melihat Wajah Baru Alun-alun Bandung

Alun-alun Bandung

Alun-alun Bandung (foto: Arya Vidya Utama)

Setelah selesai direnovasi dan diresmikan pada 31 Desember 2014, Alun-alun Bandung kini menjadi primadona wisata warga Kota Bandung. Hamparan rumput sintetis di tengah kawasan kini dipenuhi pengunjung untuk sekedar duduk-duduk atau untuk bermain bersama buah hati. Renovasi yang memakan waktu 7 bulan dan menghabiskan biaya 10 miliar Rupiah berhasil menghilangkan kesan kumuh yang melekat pada Alun-alun Bandung dalam satu dekade terakhir.

Ramainya kunjungan membuat Alun-alun Bandung menjadi fenomena baru di Kota Bandung. Lini masa berbagai media sosial kini dipenuhi dengan foto Alun-alun Bandung, baik itu foto selfie maupun foto keramaian di dalam komplek ini. Fenomena ini kemudian menjadi sebuah anekdot, bahwa selain musim hujan dan musim kemarau, di Kota Bandung sedang musim berfoto di Alun-alun.

Kondisi terkini Alun-alun mengembalikan fungsinya yang sempat hilang. Kemunculan mal yang dimulai pada era 90-an memperparah keadaan. Pusat keramaian warga Bandung bergeser perlahan dari Alun-alun dan kemudian menyebar ke beberapa titik yang terdapat mal di Kota Bandung. Hal ini membuat Alun-alun ‘mati suri’ selama hampir dua puluh tahun.

***

Tak pas rasanya jika membicarakan Alun-alun Bandung tanpa membahas sejarahnya terlebih dahulu. Alun-alun Bandung muncul seiring dengan perpindahan Ibukota Kabupaten Bandung dari Karapyak (Dayeuh Kolot) ke daerah sebelah selatan Jalan Raya Pos pada tahun 1810. Bisa dibilang Alun-alun adalah lapangan terbuka untuk umum pertama yang ada di Bandung setelah perpindahan Ibukota.

Menurut Haryoto Kunto dalam buku Semerbak Bunga di Bandung Raya, pada dasarnya alun-alun merupakan halaman depan rumah kediaman penguasa lokal. Alun-alun dalam Bahasa Jawa artinya ombak lautan. Halaman tempat kediaman penguasa lokal diasosiasikan dengan ombak lautan karena aktivitas seperti pemerintahaan, perdagangan, budaya, dan keagamaan berpusat di seputar lingkungan kediamaan penguasa lokal.

Seperti alun-alun di Pulau Jawa pada umumnya, Alun-alun Bandung juga dipengaruhi oleh kebudayaan Mataram Islam. Komponen yang melengkapi alun-alun di Mataraman dihiasi dengan empat komponen, yaitu masjid, istana raja/bupati, rumah patih, dan pasar. Maka tak heran jika lingkungan di sekitar Alun-alun Bandung mirip dengan kondisi Alun-alun di daerah Jawa.

Alun-alun Bandung dari masa ke masa

 

Alun-alun Bandung di awal penggunannya selain digunakan sebagai tempat aktivitas warga, juga pernah digunakan sebagai tempat eksekusi mati. Mereka yang diputus hukuman mati di Bale Bandung (berlokasi di bekas lahan Nusantara) akan dijerat tali yang terpasang di Alun-alun Bandung. Mereka yang akan dieksekusi akan dikalungi secarik kertas yang berisi kesalahan yang diperbuat.

Pada sekitar tahun 1900-an, Alun-alun Bandung memiliki fungsi sebagai stadion sepak bola karena minimnya stadion sepak bola pada saat itu. Pertandingan yang dilangsungkan bertaraf nasional, biasanya antar klub sepak bola di Hindia Belanda. Kegiatan sepak bola di Alun-alun Bandung ini akhirnya berhenti dilaksanakan pada sekitar tahun 1920-an seiring dilarang digunakannya Alun-alun sebagai stadion sepak bola dan juga beberapa klub sepak bola di Bandung sudah memiliki stadion sepak bola sendiri.

Alun-alun terus mengalami perubahan hampir setiap satu dekade sekali, dimulai sejak tahun 1954 pada saat menjelang Konfrensi Asia-Afrika hingga yang terakhir dilakukan oleh Ridwan Kamil pada tahun 2014. Total setidaknya telah terjadi perubahan selama tujuh kali sejak 1950.

***

Alun-alun kini menggunakan kombinasi batu andesit dan rumput sintetis. Di tengahnya membentang hamparan rumput sintetis seluas 4.800 m2, sedangkan sisanya menggunakan batu andesit. Di kedua sudut sebelah selatan Alun-alun terdapat taman yang ditumbuhi tanaman-tanaman kecil, sedangkan di sudut kanan sebelah utara terdapat arena bermain anak seperti jungkat-jungkit dan ayunan.

Petugas keamanan Alun-alun yang merupakan gabungan dari Linmas dan Satpol PP Kota Bandung mengamankan Alun-alun. Mereka ditempatkan di setiap sudut taman dan terus berpatroli keliling. Selain menjaga keamanan, petugas keamanan juga seringkali menghimbau para pengunjung untuk berhati-hati dalam membawa barang bawaan terutama anak kecil yang membawa ponsel untuk berfoto.

Kondisi Alun-alun cukup bersih. Tempat sampah tersedia di banyak titik dan sudut. Kondisi ini disebabkan karena kesadaran para pengunjung untuk tertib membuang sampah cukup tinggi dan patroli keamanan sesekali membantu memunguti sampah yang tercecer. Namun di beberapa titik masih terlihat adanya sampah yang dibuang sembarangan oleh pengunjung.

Pengunjung datang ke Alun-alun umumnya untuk melepas penat akibat lelah bekerja. Mereka datang bersama keluarga ataupun bersama pasangan untuk sekedar duduk-duduk menikmati keadaan, botram, atau bercengkrama di rumput sintetis. Jumlah pengunjung per hari bisa mencapai ribuan orang dengan puncak keramaian di hari Sabtu dan Minggu. Bahkan menurut salah satu petugas keamanan, kunjungan di hari Sabtu akan terus ramai hingga pukul 5 pagi di hari Minggunya.

Penggunaan rumput sintetis alih-alih penggunaan rumput biasa sempat menjadi polemik. Namun Walikota Bandung, Ridwan Kamil, di akun Twitter-nya pada 27 Desember 2014 menjelaskan bahwa apabila lapangan tersebut diurug tanah, bebannya terlalu berat untuk dua lantai basement yang ada di bawahnya. Selain itu, rumput sintetis yang dipasang awet untuk digunakan selama 10 tahun.

Rumput sintetis ini dirasa cukup nyaman bagi beberapa pengunjung. Para pengunjung, terutama orang tua yang membawa anaknya, menjadi tak khawatir saat anak-anak mereka bermain di atas rumput sintetis. Hal ini disebabkan karena rumput sintetis relatif aman dan dan resiko akibat terjatuh lebih kecil dibandingkan ketika terjatuh di permukaan yang lebih kasar seperti tanah. Selain itu, para orang tua tidak terlalu khawatir anaknya kotor akibat berguling-guling di atas rumput sintetis.

Alas Kaki Pengunjung yang Disimpan di Sisi Rumput Sintetis

Alas Kaki Pengunjung yang Disimpan di Sisi Rumput Sintetis (Foto: Arya Vidya Utama)

Untuk dapat berkegiatan di rumput sintetis Alun-alun, pengunjung harus melepas alas kakinya terlebih dahulu. Sayangnya, tidak ada rak penyimpanan untuk alas kaki, sehingga alas kaki para pengunjung disimpan di sisi rumput. Hal ini menimbulkan kesan tidak rapi dan faktor keamanan alas kaki juga terbaikan. Untuk menyiasatinya, pengunjung dapat membeli kantong keresek yang dijual oleh beberapa orang pedagang. Alas kaki yang sudah terbungkus keresek dapat anda bawa ke dalam rumput dan mempermudah pengawasannya.

Di sekeliling Alun-alun terdapat beberapa pedagang asongan yang berjualan. Kebanyakan dari mereka menjual minuman, makanan ringan, dan bola karet yang biasa digunakan untuk bermain bola di atas lahan rumput sintetis. Menurut beberapa pengunjung, keberadaan pedagang asongan ini cukup membantu karena tidak adanya kios penjual makanan, minuman, dan bola karet di Alun-alun. Sampai saat ini, para pedagang kaki lima ditempatkan di basement. Keberadaan para pedagang asongan juga perlu menjadi perhatian pengurus Alun-alun karena dapat mengancam kebersihan Alun-alun.

Bus Bandros (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

 

Selain berwisata di Alun-alun, pengunjung juga dapat berwisata dengan Bus Bandros. Bus yang sudah beroperasi sejak bulan Juli 2014 ini akan membawa anda berkeliling sekitar Bandung dengan rute: Alun-alun, Jl. Banceuy, Jl. Braga, Jl. Lembong, Jl. Sunda, Jl. Diponegoro, Jl. Dago, Jl. Merdeka, Jl. Tamblong, Jl. Asia-Afrika, Jl. Oto Iskandardinata, Jl. Kepatihan, dan kembali ke Alun-alun. Untuk naik bus ini, anda perlu merogoh kocek Rp 10.000,00 untuk satu kali perjalanan. Bus Bandros beroperasi setiap hari Selasa hingga Minggu, mulai pukul 08.00 hingga pukul 15.00.

Menara Kembar Masjid Raya Bandung (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

 

Wisata lain yang dapat dilakukan di Kawasan Alun-alun adalah Menara Kembar. Menara ini terdapat di kedua sisi Masjid Raya Bandung, hasil dari perubahan wajah Masjid pada tahun 2001. Masing-masing menara mempunyai ketinggian 81 meter dan jika ditambah dengan tinggi fondasi menara, ketinggian totalnya mencapai 99 meter yang merupakan simbol dari Asmaul Husna (99 Nama Allah swt.). Dari atas menara, pengunjung dapat melihat pemandangan Bandung dari ketinggian. Menara ini dapat diakses setiap hari mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.30, dengan tiket masuk Rp 3.000,00 untuk dewasa dan Rp 2.000,00 untuk anak-anak. Menara yang saat ini bisa diakses adalah menara yang terdapat di sisi utara Alun-alun, sedangkan menara di sisi selatan Alun-alun yang sedang dalam perbaikan dapat diakses bulan depan.

Pemandangan Dari Atas Menara Kembar (Foto: Al-Amin Siharis)

 

***

Perubahan Alun-alun Bandung akan berdampak langsung pada Masjid Raya Bandung yang berada di kawasan yang sama, begitu juga sebaliknya. Sejak didirikan pada tahun 1810, masjid ini telah tiga belas kali dirombak; delapan kali di abad ke-19, dan lima kali pada abad ke-20. Perubahan terakhir terjadi pada tahun 2001, di mana saat Masjid Raya Bandung diperluas, Alun-alun berubah menggunakan konblok dan di bawahnya dibangun basement 2 lantai.

Keramaian Alun-alun saat ini berdampak positif pada Masjid Raya Bandung. Sejak Alun-alun berumput sintetis, jamaah yang shalat di Masjid Raya menjadi semakin meningkat. Hal ini dicatat dengan baik oleh pengurus Masjid Raya Bandung. Peningkatan pengunjung di Masjid Raya juga menambah jumlah uang kencleng yang diterima pihak pengurus. Dari semula rata-rata per bulan hanya 12 juta, sekarang bisa mencapai angka 20 juta per bulan.

Namun selain dampak positif, Masjid Raya Bandung juga terkena dampak negatif. Sejak dibukanya Alun-alun baru, memang permasalahan kebersihan di area masjid berkurang karena minimnya PKL jika dibandingkan dengan wajah sebelumnya. Namun, kurangnya kesadaran para pengunjung masjid membuat masalah kebersihan masih menjadi PR yang belum sepenuhnya terselesaikan bagi Masjid Raya Bandung.

Anak Kecil yang Bermain Bola di Dalam Masjid (Foto: Arya Vidya Utama)

Dalam kaitannya dengan ritual ibadah shalat, kehadiran para pengunjung Alun-alun terbilang cukup mengganggu. Gangguan ini disebabkan oleh banyaknya anak-anak yang berlari-lari sambil main bola dan gaduhnya obrolan para pengunjung yang sedang beristirahat di dalam masjid. Untuk mengatasi masalah ini, pengurus secara berkala menghimbau lewat pengeras suara agar pengunjung lebih tertib. Sayangnya suara yang keluar dari pengeras itu terdengar kurang jelas. Ada juga beberapa hal yang dinilai kurang pantas dilakukan oleh pengunjung di dalam masjid, seperti memakai rok pendek saat berkunjung dan membagikan selebaran tentang seminar menangkap peluang penghasilan.

Berfoto-foto di Dalam Masjid Raya Bandung (Foto: Irfan Teguh Pribadi)

 

***

Alun-alun Bandung saat ini telah berhasil kembali kepada fungsinya sebagai ruang publik dan tempat berinteraksi warga Bandung yang sempat hilang dalam dua dekade terakhir. Namun keberhasilan ini perlu dibarengi dengan perbaikan di beberapa sisi seperti sistem penyimpanan alas kaki, dan penanggulangan dampak negatif terhadap Masjid Raya Bandung.

____

Catatan: Pengumpulan data dilakukan pada 25 Januari 2015.

Para Kontributor Tulisan (Foto: Arya Vidya Utama)

 

Kontributor:

Arya Vidya Utama (@aryawasho)

Candra Asmara S. (@candraasmoro)

Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Hani Septia Rahmi (@tiarahmi)

Nasir Abdurachman

Ganesha Wibisana (@wibisanaaa)

Bambang Satriya (@bamuban)

Gita Diani Astari (@gitadine)

Hanifia Arlinda (@niviarlinda)

Nida Mujahidah Fathimah (@denidaa_)

Yuningsih

Arif Abdurahman (@yeaharip)

Yanti Maryanti (@adetotat)

Reza Nugraha (@aphrareja)

Rizal N.

Fajar A. (@fajarraven)

Deris Reinaldi

Taufik N. (@abuacho)

Kukun Kusnandar

Syamsul Arifin

Eka Arif Kurniawan (@ekaarif)

Iyan Supiyani (@AangIanzHolic)

Fuji Rahmawati (@nersfuji)

Alifia Rachmanitia Sudrajat

Al-Amin Siharis (@amincun)

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s