Menengok Bekas Kamp Internir di Pasar Andir

Oleh : Fauzan (@BandungTraveler)

Salah satu tempat di kota Bandung dengan banyak bangunan tuanya adalah Pasar Andir. Walaupun bangunan utama sudah dirombak dengan sentuhan modern yang kaku, kita masih bisa menyaksikan bangunan-bangunan sekitar yang masih tua nan dinamis. Bahkan beberapa di antara bangunan di sana, masih ada bangunan yang mempertahankan kaca patri dan juga desain art deconya.

Beberapa bangunan di sana memang terlihat sudah berganti, sulit dipertahankan, karena didera ketuaan. Apalagi, pasar ini merupakan salah satu kawasan yang secara 24 jam terus berdenyut di tengah kota Bandung. Dibanding dijaga dan dipertahankan keberadaannya, beberapa bangunan lama perlahan berganti kulit untuk beradaptasi dengan jaman.

Di bawah mentari hari Sabtu dan awan-awan yang mengancam akan menurunkan hujannya, penulis mencoba melakukan perjalanan kecil dari Jalan Kelenteng, melewati Jalan Waringin, kemudian kembali lagi ke Kelenteng melewati Jalan Jenderal Sudirman. Suatu perjalanan nostalgia masa kecil, karena rumah penulis ketika kecil yang tidak jauh dari kawasan itu.

Baca juga: Suatu Subuh di Pasar Andir

Dalam tulisan ini, saya akan menuliskan nama ‘Pasar Andir’ secara lengkap. Pasalnya, Andir sekarang begitu luas, baik secara sejarah maupun secara administratif. Secara sejarah, nama Andir tercatat salah satunya sebagai bandar udara yang kini bernama Husein Sastranegara dan berstatus sebagai bandara internasional. Nama ini juga dipakai sebagai nama halte kereta api yang letaknya dekat dengan bandara. Kini, nama Andir kemudian meluas sampai Pasar Andir sekarang yang letaknya cukup jauh dari Bandara dan stasiun tadi.

Menurut Kamus Bahasa Sunda yang disusun oleh R.A. Danadibrata, kata Andir berarti tukang yang mengurus jalan di desa atau di kota di jaman dahulu. Keberadaan daerah Andir ini biasanya ada di tepi jalan utama. Di dalam Kota Bandung misalnya, nama Andir tercatat ada di beberapa tempat, termasuk di tempat yang sekarang bernama Pasar Andir atau Andir di daerah Ujung Berung di Bandung sebelah timur. Pencarian penulis di Pasar Andir bukan tentang mencari berbagai materi yang dijual di sana. Dimana banyak sekali barang yang dijual, mulai dari bahan sandang sampai pangan. Tapi saat itu, pencarian penulis adalah tentang menyelami cerita masa lalu Pasar Andir.

Setelah Kota Bandung jatuh di tahun 1942, Jepang langsung mengambil alih kekuasaan atas Hindia Belanda. Kemenangan ini membuat negara yang dianggap sebagai saudara tua itu pun mulai menangkapi orang-orang kulit putih dan campuran, termasuk di Bandung dan sekitar yang angkanya mencapai kurang lebih 25.000 orang. Mereka dimasukan ke kamp-kamp konsentrasi yang tempatnya cukup menyebar seperti di tangsi KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger), gedung sekolah, panti, dll.

Baca juga: Mencari Andir

Dalam catatan sejarah, setidaknya ada 17 tempat di Kota Bandung yang dipakai untuk menahan para kulit putih dan keluarganya. Dia antara tempat-tempat tersebut, dua titik di Jalan Waringin yang pernah menjadi tempat disekapnya para interniran di jaman Jepang itu adalah Pasar Andir sendiri, dan Biara Stella Maris.

Di dalam bukunya bertajuk Bandung Citra Sebuah Kota, R.P.G.A. Voskuil menyebutkan, ada sekitar 550 orang interniran disekap dan dikonsentrasi di dalam Pasar Andir. Mungkin kita akan sulit membayangkan bagaimana kondisi pasar saat itu. Hal yang bisa membantu kita, adalah bentuk-bentuk bangunan dari beberapa bangunan lama yang bertahan di sana.

Kamp yang ada di Pasar Andir dibuka sekitar Bulan Agustus 1942. Dari 550 tahanan yang ada, sebanyak 500 tahanan kemudian dipindahkan dari pasar. Mereka dipindahkan ke kamp yang letaknya beberapa puluh meter ke sebelah utara pasar, Biara Stella Maris. Namun, beberapa waktu kemudian, para tahanan tersebut dikembalikan ke Pasar Andir. Di akhir tahun itu pula, kamp ini hilang dihapuskan setelah seluruh tahanan dipindahkan ke kamp yang letaknya dekat dengan Stasiun Bandung di Jalan Kebon Jati bernama Palace Hotel.

Dalam web Japanese Civilian Camps di JapaneseCivilianCamps.com, Kamp Stella Maris mempunyai nama lain seperti Waringin Kamp, dan juga Maria Bintang Laut. Nama terakhir menjadi salah satu nama sekolah di satu kompleks pendidikan dan sarana keagamaan yang ada di sudut sebelah timur jalan Kebon Jati dan Waringin.

Baca juga: Jangan Bawa Saya Pergi Dari Andir

Stella Maris. Sumber: https://www.geheugenvannederland.nl Setelah disusuri sejarahnya, penulis menemukan data bahwa dahulu, terdapat gedung biara yang memiliki dua lantai dari Lembaga Penyelenggaraan Ilahi cabang Bandung. Sayangnya, sudut sebelah timur itu sudah ditempati oleh bangunan modern yang baru. Di jaman Jepang, lantai dua biara dipakai untuk para suster yang menuntut ilmu. Mereka ditempatkan di lantai dua gedung dengan pintu masuk yang berbeda dengan para tahanan. Dalam keterangan yang terdapat di web Yayasan Penyelenggaraan Ilahi cabang Bandung di ypibandung.com, gedung biara yang beralamat di Waringin Weg ini selesai dibangun pada tahun 1936. Organisasi Katolik ini datang dan membuka sekolah perintis di Bandung pada tahun 1934.

Selain mengumpulkan para tahanan dari daerah sekitar, Jepang mendatangkan mereka dari Garut, Tasikmalaya, dan Jawa Tengah. Sehingga biara tersebut menampung sampai kurang lebih 1000 tahanan. Ada beberapa dari mereka yang dibebaskan, di Stella Maris. Sebagian besar tahanan dikembalikan ke Kamp Pasar Andir, dan dipindahkan ke Kamp Batalion 15 Bandung dan Baros 5 di Cimahi di sekitar peralihan tahun 1943 dan 1944. Kamp ini kemudian ditutup di Januari 1944, setelah kosong dari semua kegiatan internir.

Pasar Andir dan Jalan Waringinnya merupakan salah satu tempat di Kota Bandung yang tidak pernah mati. Siang dan malam, tempat ini menjadi tambang rejeki bagi banyak pedagang. Tak dinyana, tempat yang masih didominasi bangunan lama ini, dulu pernah menjadi kamp bagi para tahanan di Jaman Jepang. ***

Tinggalkan komentar